Vidya Sudah Berjuang dengan Optimal di Olimpiade Tokyo 2020
Petembak putri Vidya Rafika Rahmatan Toyyiba gagal ke final 10 meter senapan angin individu Olimpade Tokyo. Faktor mental menjadi penyebab utama kegagalan tersebut. Vidya grogi karena baru kali ini tampil di Olimpiade.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Harapan petembak putri Indonesia Vidya Rafika Rahmatan Toyyiba untuk meraih medali nomor 10 meter senapan angin individu Olimpiade Tokyo pupus.
Dalam babak kualifikasi di Lapangan Tembak Asaka, Tokyo, Jepang, Sabtu (24/7/2021), satu-satunya wakil Indonesia di cabang menembak itu berada di urutan ke-35 dengan skor 622 poin. Vidya belum mampu menembus delapan besar kualifikasi yang berhak tampil di final untuk perebutan medali.
Kendati demikian, bagi ibu Vidya, I Gusti Ayu Putu Indra Dewi, penampilan anaknya sudah luar biasa.
”Vidya telah mengeluarkan semua kemampuan terbaiknya. Lagi pula, dia kalah dalam pertempuran, bukan kalah sebelum berperang. Saya bangga dia sudah berjuang dengan luar biasa,” ujar Ayu saat dihubungi dari Jakarta, Sabtu.
Ayu mengatakan, seusai laga itu, dirinya dan Vidya sempat berkomunikasi langsung via telepon. Kepada Ayu, Vidya mengungkapkan, dirinya sudah berusaha sebaik mungkin dan mengikuti instruksi pelatih. ”Namun, hasil yang didapat masih jauh dari performa terbaiknya,” kata Ayu.
Berdasarkan data Pengurus Besar Persatuan Menembak Seluruh Indonesia (PB Perbakin), skor terbaik Vidya adalah 629,8 poin ketika mengikuti Kejuaraan Menembak Daring 2021 yang dioperatori oleh Kazakhstan, Mei lalu. Vidya lolos ke Olimpiade setelah berada di peringkat ke-14 Kejuaraan Asia 2019 di Doha, Qatar, 5-13 November 2019, dengan skor 625,4 poin.
Menurut Ayu, penurunan performa Vidya itu kemungkinan besar disebabkan faktor grogi. Hal itu wajar mengingat usia sulung dari tiga bersaudara itu masih cukup muda, 20 tahun, dan baru kali ini tampil di Olimpiade, berhadapan dengan para petembak elite dunia.
”Inilah menembak. Lawan utama petembak ialah dirinya sendiri. Saat grogi, petembak tidak bisa mengendalikan diri sendiri dan suasana sekitarnya sehingga hasil tembakan bisa di bawah kemampuan normalnya. Apalagi, berlomba di hari pertama dalam ajang sebesar Olimpiade, tingkat stres dan groginya sangat tinggi sekali,” terang Ayu, yang juga atlet menembak aktif dari 1990-an sampai sekarang.
Vidya telah mengeluarkan semua kemampuan terbaiknya. Dia kalah dalam pertempuran, bukan kalah sebelum berperang. Saya bangga dia sudah berjuang dengan luar biasa.
Akan tetapi, Ayu berharap, Vidya tidak terbeban kecewa dengan hasil kualifikasi nomor 10 m senapan angin tersebut. Dia meminta Vidya segera melupakan hasil itu dan fokus untuk memikirkan laga selanjutnya pada kualifikasi 50 m senapan tiga posisi individu di tempat yang sama, Sabtu (31/7/2021).
”Saya pun berharap Vidya bisa belajar banyak dari laga 10 meter senapan angin, terutama dalam mengatasi rasa grogi, agar bisa lebih menguasai diri dan suasana. Kalau bisa lebih tenang dan fokus, saya yakin Vidya bisa lebih baik di laga 50 meter senapan tiga posisi,” tutur perempuan asal Tabanan, Bali, tersebut.
Petik pengalaman
Walau tidak mengungkap secara terbuka, Vidya menginsyaratkan bahwa dirinya memang tampil kurang lepas dalam kualifikasi 10 meter senapan angin tersebut. Namun, petembak kelahiran Depok, Jawa Barat, 27 Mei 2001, itu memetik pengalaman berharga untuk tampil lebih baik di laga berikutnya.
”Penampilan di kualifikasi ini sudah berjalan dan lancar. Tetapi, ini, kan, Olimpiade pertama dan saya harus belajar dan harus cari pengalaman. Tampil di Olimpiade ini ibaratnya memulai semuanya dari nol. Apalagi ini nomor pertama yang saya mainkan di Olimpiade,” ujar Vidya dalam keterangan pers.
Pelatih Indonesia asal Iran, Ebrahim Inanloy alias Ali Reza, yang mendampingi Vidya menyampaikan, ajang besar seperti Olimpiade punya tingkat tekanan sangat tinggi. Vidya tergolong kalah pengalaman dari para lawannya yang sudah malang melintang mengikuti kejuaraan besar dan pernah menjadi juara dunia.
”Selain teknis, petembak sangat butuh kekuatan mental. Di cabang menembak, faktor psikologis berpengaruh sangat besar dan 80 persen bergantung pada atlet,” paparnya.
Sekretaris Jenderal PB Perbakin Firtian Judiswandarta menilai, banyak yang perlu dievaluasi dari penampilan Vidya tersebut. Di antaranya, mental, konsentrasi, kejelian, dan kecepatan dalam mengambil keputusan.
Semua itu masih bisa dibenahi karena Vidya memiliki bakat besar dan usianya masih muda. ”Vidya punya peluang besar untuk meraih prestasi di Olimpiade 2024 Paris. Makanya, kami patut menambah jam terbangnya untuk bisa lebih siap dan berprestasi di Olimpiade selanjutnya,” ujar Firtian. (*/DRI)