Olimpiade Tokyo, yang tertunda setahun akibat pandemi, akan dibuka lewat pesta sederhana sarat makna, hari ini. Api dari obor Olimpiade itu diharapkan menjadi simbol bangkitnya asa warga Jepang maupun dunia.
Oleh
AGUNG SETYAHADI dari Tokyo, Jepang
·4 menit baca
TOKYO, KOMPAS - Setelah lama dihantui ketidakpastian akibat pandemi, pesta olahraga akbar, Olimpiade 2020, bakal dibuka di Stadion Olimpiade Tokyo, Jepang, Jumat (23/7/2021) pukul 18.00 WIB. Meskipun jauh dari kesan megah dan meriah, acara pembukaan itu akan menghadirkan secercah asa di tengah berbagai duka dan kesulitan.
Stadion Olimpiade Tokyo disiram cahaya keemasan matahari senja berlatar belakang langit musim panas, sehari menjelang acara pembukaan Olimpiade Tokyo, kemarin. Stadion itu pernah bergemuruh dengan tepuk tangan dan teriakan ribuan warga Jepang yang menyaksikan Olimpiade 1964.
Kala itu, Jepang mengawali dekade baru yang cerah seiring menyalanya api kaldron di Stadion Olimpiade setelah disulut api obor oleh sprinter Yoshinori Sakai. Replika kaldron Olimpiade 1964 itu menjadi salah satu pusat perhatian dari segelintir orang yang mengjungi Museum Olimpiade Jepang, Kamis sore.
Museum di depan Stadion Olimpiade Tokyo itu mendadak ramai. Bukan oleh warga Jepang, keramaian itu dibuat kru televisi yang melakukan reportase langsung menjelang pembukaan Olimpiade Tokyo.
Saat siaran langsung itu, sejumlah warga Jepang yang berada di lokasi itu berfoto di depan logo Olimpiade yang terletak di depan museum. Mereka tertawa riang, sejenak melupakan pandemi Covid-19 yang terus menghantui.
Dari lokasi itu, eksterior atap stadion dari perpaduan kayu dan beton terlihat jelas. Di bawah atap itu terbentang dua spanduk besar bertuliskan "TOKYO 2020".
Ajang olahraga multicabang empat tahunan itu awalnya dijadwalkan digelar tahun lalu. Namun, pandemi Covid-19 memaksa Olimpiade itu ditunda setahun.
Pembukaan Olimpiade Tokyo 2020 akan sangat kontras dengan 1964 di mana ribuan warga Jepang berkumpul merayakan pesta nasional. Jepang merayakan era sebagai negara yang terbuka, modern, dan inovatif. Kesuksesan itu pula yang sejatinya ingin diulang oleh Jepang lewat Olimpiade 2020.
Kontingen dibatasi
Namun, kini semuanya berubah 180 derajat. Pembukaan Olimpiade Tokyo 2020 bahkan hanya akan dihadiri oleh 950 undangan VVIP, yaitu 800 tamu dari luar negeri dan 150 dari Jepang. Parade atlet hanya akan diwakili dua atlet dari setiap kontingen dengan protokol kesehatan, seperti menjaga jarak.
Kontingen Indonesia, misalnya, hanya akan diwakili Nurul Akmal dan Rio Waida sebagai atlet pembawa bendera. ”Tidak semua atlet akan ikut pembukaan karena sehari setelahnya banyak atlet kita yang akan bertanding. Itu juga masukan dari pelatih agar para atlet yang bertanding bisa lebih bugar dan fokus,” ujar Ketua Kontingen Indonesia untuk Olimpiade Tokyo Rosan Perkasa Roeslani.
Pada 24 Juli atau sehari setelah pembukaan, sejumlah atlet Indonesia sudah harus berlaga. Mereka diantaranya lain berasal dari cabang olahraga (cabor) panahan dan bulutangkis. Cabor panahan bahkan sudah memulai kualifikasi pada 23 Juli atau beberapa jam sebelum upacara pembukaan Olimpiade.
Menurut rencana, rombongan kontingen Indonesia akan dijemput panitia pada pukul 18.00 waktu Tokyo. Mereka akan dibawa dari perkampungan atlet menuju Stadion Olimpiade Tokyo. Upacara pembukaan dijadwalkan dimulai pukul 20.00 waktu setempat atau 18.00 WIB.
(Upacara) ini akan sangat bermakna, jauh dari kemegahan sebelum-sebelumnya. Momennya kekinian, yaitu upacara yang sangat jujur. Tiada yang palsu. (Marco Balich)
Olimpiade Tokto 2020 akan dibuka oleh Kaisar Naruhito, melanjutkan tradisi 1964 yang kala itu dibuka Kaisar Hirohito. Namun, kali ini tidak akan ada kemegahan dan kesan glamor seperti ketika Beijing membuka Olimpiade 2008 atau London dengan gaya James Bond saat mengawali Olimpiade 2012.
Pembukaan Olimpiade Tokyo 2020 akan berlangsung sederhana di tengah status darurat nasional yang dicanangkan Pemerintah Jepang. Penonton umum tidak akan ada di dalam stadion. Publik diharapkan menyaksikan upacara pembukaan melalui televisi dari rumahnya masing-masing.
Akan tetapi, tak sedikit warga Tokyo yang enggan menonton Olimpiade. Seorang warga Jepang, melalui pesan elektronik, mengaku kehilangan minat menyaksikan Olimpiade. Dia menilai, ajang itu tidak perlu digelar karena bisa meningkatkan kasus positif Covid-19.
Kasus meningkat
Kasus positif Covid-19 di Tokyo kini terus meningkat. Pemerintah Metropolitan Tokyo mengumumkan ada 1.979 kasus baru positif Covd-19 pada Kamis (22/7). Ancaman ledakan kasus positif memang menjadi tantangan untuk diantisipasi oleh panitia Olimpiade Tokyo.
Meskipun menerapkan protokol kesehatan yang ketat, seperti karantina tiga hari setelah kedatangan, serta tes PCR setiap hari selama 14 hari sejak kedatangan, masih ada beberapa celah yang bisa menyebabkan penambahan kasus positif Covid-19. Transportasi bus dari hotel ke Main Press Centre (MPC) atau ruang kerja wartawan, pada jam-jam tertentu, penuh.
Bus dari Media Transport Mall (MTM), semacam terminal bus untuk Olimpiade, menuju MPC juga selalu padat. Maka, sulit untuk menjaga jarak satu hingga dua meter di antara para jurnalis peliput Olimpiade itu.
Di tengah keresahan warga Jepang itu, tim kreatif pembukaan Olimpiade Tokyo 2020 berusaha menghadirkan atmosfer yang menenangkan sekaligus membangkitkan romantisme masa lalu Jepang.
”Ini akan lebih menjadi upacara yang menenangkan, namun dengan estetika Jepang yang indah. (Upacara) ini akan sangat bermakna, jauh dari kemegahan sebelum-sebelumnya. Momennya kekinian, yaitu upacara yang sangat jujur. Tiada yang palsu,” ujar Marco Balich, penasehat senior Direktur Eksektif Acara Pembukaan Olimpiade Tokyo, dikutip Reuters.
Materi acara maupun penyulut obor Olimpiade belum diumumkan, hingga muncul sejumlah kandidat, salah satunya petenis putri, Naomi Osaka. Siapapun penyulutnya, nyala api dari obor itu diharapkan menyatukan kembali warga Jepang yang terpecah pendiriannya terkait Olimpiade. Api itu juga diharapkan menyulut asa warga dunia agar bersatu mengatasi kesulitannya. (IGA)