Indonesia akan terus melanjutkan pencalonan tuan rumah Olimpiade meski IOC telah menunjuk Brisbane, Australia, sebagai tuan rumah Olimpiade 2032.
Oleh
AGUNG SETYAHADI
·4 menit baca
TOKYO, KOMPAS — Komite Olimpiade Internasional atau IOC mengesahkan Brisbane sebagai tuan rumah Olimpiade 2032 dalam rapat di Tokyo, Jepang, Rabu (21/7/2021). Ini akan menjadi ketiga kalinya Olimpiade singgah di Australia setelah Melbourne 1956 dan Sydney 2000.
Brisbane menjadi calon tunggal dalam sistem baru pemilihan tuan rumah Olimpiade melalui apa yang disebut IOC sebagai ”targeted dialogue” atau dialog yang ditargetkan. Sejak Februari lalu, Brisbane berada di jalur cepat mengalahkan para pesaingnya, termasuk Jakarta, Budapest, dan Doha.
Indonesia mengajukan Jakarta sebagai tuan rumah Olimpiade 2032 setelah sukses menggelar Asian Games 2018. Namun, dalam proses pengajuan tuan rumah Olimpiade, IOC tidak lagi menerapkan sistem bidding yang berbiaya besar dan sering dikaitkan dengan praktik korupsi.
IOC kini membentuk Komisi Tuan Rumah Masa Depan untuk menilai kota mana yang siap dengan dialog terfokus. Jika prospek sebuah kota dinilai bagus, IOC akan fokus ke kota tersebut untuk mendetailkan kesiapan menjadi tuan rumah Olimpiade.
Brisbane sudah terlihat unggul jauh dari lawan-lawannya dan berada di jalur cepat memenangi persaingan. Brisbane kini memiliki waktu 11 tahun untuk mempersiapkan diri menjadi tuan rumah Olimpiade, setelah Paris 2024 dan Los Angeles 2028.
Keputusan penunjukan Brisbane sebagai tuan rumah Olimpiade 2032 itu dilakukan dua hari sebelum upacara pembukaan Olimpiade Tokyo 2020. Menteri Utama Negara Bagian Queensland, Australia, Annastacia Palaszczuk beserta delegasi Australia datang langsung ke Tokyo untuk memberikan pemaparan terakhir kepada anggota IOC sebelum mereka melakukan pemungutan suara pada pukul 17.10 waktu Tokyo.
Keputusan penunjukan Brisbane sebagai tuan rumah Olimpiade 2032 disambut meriah penduduk kota di pantai timur Australia itu. Sejumlah penduduk Brisbane menonton pengumuman penunjukan Brisbane oleh IOC. Ketika IOC menyatakan Brisbane sebagai tuan rumah, Perdana Menteri Australia Scott Morrison yang melakukan sambungan video dari kantornya di Canberra, Australia, terlihat mengangkat kedua tangannya ke udara dan mengacungkan dua jempol. Pesta kembang api meriah pun diadakan di Brisbane seusai kepastian penunjukan itu.
Kondisi ini membuat Komite Olimpiade Indonesia (KOI) sedikit kecewa, tetapi tidak patah semangat. KOI akan meyakinkan Pemerintah Indonesia untuk melanjutkan persiapan menjadi tuan rumah Olimpiade, tetapi untuk memenangi persaingan 2036. Persiapan itu meliputi infrastruktur fisik, sumber daya manusia, serta kekuatan olahraga Indonesia di level dunia.
Penetapan Brisbane ini tidak membuat Indonesia mundur dan tetap berkomitmen mempersiapkan 2036. Kita tidak boleh mundur karena ini masih 11 tahun, banyak sekali kemungkinan yang bisa terjadi.
”Tadi di IOC Session diputuskan Brisbane sebagai tuan rumah. Langsung voting, 77 NOC menerima dan 5 NOC menolak. Tetapi, itu sebenarnya bukan voting karena kandidat tunggal. Kita tetap konsisten karena apa yang dilakukan oleh IOC kepada Brisbane juga bisa dilakukan kepada kita. Ini, kan, seolah-olah Brisbane yang disiapkan oleh IOC dan kami juga mau seperti itu untuk tahun 2036,” ujar Ketua KOI Raja Sapta Oktohari, di Tokyo, Jepang, Rabu.
Okto menegaskan, Indonesia tetap meneruskan niat menjadi tuan rumah untuk tahun 2036 dan telah menyampaikan sikap ini kepada Erick Thohir, Menteri Badan Usaha Milik Negara yang juga anggota IOC. ”Seperti Tokyo saja, mereka mencalonkan diri untuk 2016 dan dapat di 2020,” ungkap Okto.
Menurut Okto, proposal Indonesia tetap pada usulan tuan rumah 2032 dan 2036 untuk mengantisipasi terjadi sesuatu pada pencalonan Brisbane. Hal ini bertolak pada Vietnam yang membatalkan tuan rumah Asian Games 2018 dan Dewan Olimpiade Asia (OCA) menunjuk Indonesia sebagai tuan rumah.
”Penetapan Brisbane ini tidak membuat Indonesia mundur dan tetap berkomitmen mempersiapkan 2036. Kita tidak boleh mundur karena ini masih 11 tahun, banyak sekali kemungkinan yang bisa terjadi,” ungkap Okto.
Kesiapan dan prestasi
Persiapan menjadi tuan rumah, menurut Okto, perlu seiring faktor kesiapan kota dan prestasi olahraga. Jika persiapan infrastruktur dan operasional siap, pola dialog terarah seperti Brisbane bisa diraih Jakarta. Seiring dengan itu, pemerintah akan fokus mengarahkan pembinaan atlet untuk tampil di Olimpiade. Target Olimpiade itu juga sudah masuk dalam peta jalan yang disusun oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga. Dengan peta jalan itu, SEA Games hanya akan menjadi target antara sebelum ke Olimpiade.
Okto menjelaskan, Indonesia dengan penduduk sekitar 270 juta jiwa seharusnya bisa meloloskan lebih banyak atlet ke Olimpiade. Kini, yang lolos ke Olimpiade Tokyo hanya 28 atlet meski itu sudah melampaui target 22 atlet.
”Tetapi, jika dibandingkan dengan Malaysia yang penduduknya berkisar 30-40 juta jiwa, mereka bisa meloloskan 30 atlet, dan Thailand 42 atlet. Kita nomor tiga di Asia Tenggara dari jumlah atlet yang lolos ke Olimpiade. Saya kemudian berpikir, ini ada sesuatu yang salah,” ujar Okto.
Kesalahan itu, menurut Okto, adalah karena Indonesia memang tidak fokus meloloskan atlet ke Olimpiade. Dia mencontohkan kasus atlet taekwondo yang tidak bisa berlaga pada kualifikasi Olimpiade karena terlambat didaftarkan untuk bertanding.
”Di situlah perannya NOC (KOI). Desember tahun ini sudah mulai proses kualifikasi Olimpiade 2024, jadi kami fokus komunikasi langsung ke cabang olahraga, jangan sampai ada yang kecolongan.
”Kami ingin mengawal cabang olahraga menuju Paris 2024. Tidak akan mencampuri pembinaan yang sepenuhnya di cabang olahraga,” kata Okto. (Agung Setyahadidari Tokyo, Jepang)