Memperbanyak Kompetisi, Jalur Tepat Pembinaan Prestasi
Lolosnya petembak putri Vidya Rafika Rahmatan Toyyiba ke Olimpiade Tokyo 2020 menjadi bukti pembinaan menembak Indonesia mulai ebrada di jalur yang tepat. Memperbanyak kejuaraan dan ikut banyak kompetisi menjadi kunci.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·6 menit baca
Dunia menembak Indonesia menciptakan sejarah baru. Untuk pertama kalinya, petembak Indonesia lolos kualifikasi ke Olimpiade berdasarkan prestasi, yakni Vidya Rafika Rahmatan Toyyiba. Hasil ini bukan kebetulan belaka, tetapi buah dari pembinaan di jalur yang tepat.
”Kalau keberhasilan Vidya ini kebetulan, dia pasti sekali muncul langsung hilang. Tetapi, dia tidak. Grafik penampilannya semakin membaik sejak pertama kali bergabung ke pelatnas untuk tampil di Asian Games 2018,” ujar Ketua Komisi Kepelatihan dan Pendidikan Bidang Target PB Perbakin, Glenn C Apfel ketika dihubungi, Jumat (9/7/2021)
Glenn mengatakan, kalau melirik skor sebagai indikator keberhasilan pembinaan, skor Vidya masih di bawah 625 untuk nomor 10 meter senapan angin saat awal bergabung ke pelatnas untuk persiapan Asian Games 2018. Namun, dengan bakat dan pembinaan yang tepat, skornya terus meningkat.
Sejak dibina pelatih asal Iran Ebrahim Inanlou alias Ali Reza di pelatnas pada pertengahan 2019, teknik Vidya menjadi lebih baik. Atlet kelahiran Depok, Jawa Barat itu berhasil menempati posisi ke-14 dengan skor 625,4 pada Kejuaraan Asia 2019 di Doha, Qatar, 5-13 November.
Hasil itu membuat Vidya menjadi atlet menembak Indonesia pertama yang lolos kualifikasi Olimpiade. Dia tidak berhenti sampai di situ. Grafik penampilannya yang menanjak membantunya meraih emas 10 m senapan angin individu dan beregu campuran di SEA Games 2019 Filipina.
Saat pandemi Covid-19 berdampak pada hampir semua sektor kehidupan, Vidya terus berkembang. Petembak kelahiran 27 Mei 2001 ini memperbaiki skornya menjadi 628 saat memenangi Kejuaraan Menembak Daring Nasional dari Lapangan Tembak Senayan, Jakarta, Juni 2020.
Setahun kemudian, pada Kejuaraan Menembak Daring Internasional, Mei 2021, Vidya kembali memperbaiki rekor terbaiknya menjadi 629,8. ”Hasil itu sekaligus rekor nasional baru nomor 10 m senapan angin putri,” terang Glenn.
Glenn menuturkan, rata-rata skor Vidya dalam latihan kini mencapai 630-631. Karena adanya tekanan, skor latihan belum tentu bisa dicapai saat pertandingan. ”Tetapi, hal itu menunjukkan Vidya tidak berhenti berkembang. Kalau bisa diterapkan di Olimpiade Tokyo, dia berpotensi menembus final,” kata pelatih kelahiran Semarang, 30 Mei 1962 tersebut.
Di Tokyo, Vidya tak hanya berlaga di nomor 100 m senapan angin. Dia juga turun di 50 m senapan api tiga posisi. Di nomor ini, dia turut berkembang dan menjadi anggota tim Indonesia yang meraih medali perunggu nomor beregu Piala Dunia Menembak ISSF 2021 di New Delhi, India, 18-29 Maret.
Era baru
Performa positif Vidya di nomor 10 m senapan angin tiga tahun terakhir, dan prestasi tim putri Indonesia di 50 m senapan api tiga posisi pada Piala Dunia 2021, adalah tonggak awal dari era baru pembinaan menembak nasional. Selama 45 tahun berada di pelatnas, Glenn merasakan betul telah terjadi perubahan besar di pembinaan menembak, dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Sejak bergabung ke pelatnas sebagai atlet pada 1976, berlanjut sebagai pelatih pelatnas mulai 1988, Glenn menganggap, ada dua periode kepengurusan yang paling ideal, yakni era Ketua Umum PB Perbakin Edi Sudradjat (1989-1997) dan Joni Supriyanto (2018-sekarang).
Bagi Glenn, kedua sosok itu punya perhatian besar kepada petembak, di dalam dan luar lapangan. Namun, Joni unggul dalam frekuensi kompetisi. Persis sebelum era Joni, kejuaraan level nasional praktis hanya dua-tiga kali setahun. Petembak pelatnas pun sangat jarang mengikuti kejuaraan internasional. Pada masa itu, bisa ikut kejuaraan internasional sekali dalam setahun sudah amat disyukuri. Itu pun dengan jumlah atlet yang terbatas.
Kalau keberhasilan Vidya ini kebetulan, dia pasti sekali muncul langsung hilang. Tetapi, dia tidak. Grafik penampilannya semakin membaik sejak pertama kali bergabung ke pelatnas untuk tampil di Asian Games 2018.
”Puncak pembinaan yang tidak optimal adalah saat Indonesia tidak mendapatkan jatah wildcard untuk tampil di Olimpiade Rio de Janeiro 2016. Ini kebangetan sekali, artinya pembinaan tidak berjalan baik, tidak rajin ikut kejuaraan internasional, dan tidak rajin berkomunikasi dengan federasi internasional. Di Asia Tenggara, Indonesia tidak meraih medali pada SEA Games 2013 Myanmar dan SEA Games 2015 Singapura,” tutur Glenn.
Memasuki era Joni, lanjut Glenn, akses ke perlombaan tumbuh subur. Kejuaraan nasional digelar setiap dua bulan. Petembak pelatnas pun didorong lebih sering ikut kejuaraan internasional.
”Dulu, kami kebingungan karena minim sekali kejuaraan yang bisa diikuti. Sekarang, kami bingung kejuaraan mana yang mesti diikuti,” ungkapnya sambil tertawa.
Bagi Glenn, tingginya intensitas perlombaan itu membuat pelatih maupun atlet lebih bertanggung jawab. Pelatih mesti lebih jeli melihat perkembangan atlet dan menentukan atlet yang sesuai untuk ikut kejuaraan yang bertebaran.
”Di sisi lain, ini memicu iklim persaingan yang sehat di kalangan atlet, karena kesempatan dikirim ke kejuaraan semakin terbuka, dan hanya yang terbaik mendapat peluang tersebut,” ujarnya.
Dukungan fasilitas
Di samping fokus pada kejuaraan, Joni yang menjabat Kepala Badan Intelijen Strategis TNI sangat memperhatikan fasilitas latihan. Dia turut andil merenovasi Lapangan Tembak Senayan yang telah berumur agar kembali berstandar internasional.
Pelatnas juga mendapat suntikan pelatih asing berkualitas. Selain Ali Reza yang mulai melatih sejak 2019, PB Perbakin juga mendatangkan pelatih asal Iran lain, Nariman Nikkhou, untuk melatih pelatnas menembak shotgun dan pelatih asal India Abdul Khayum untuk pelatnas menembak pistol.
Selain prestasi yang direbut Vidya dan tim 50 m senapan api tiga posisi putri, revolusi pembinaan itu mengantarkan kembali Indonesia sebagai macan menembak Asia Tenggara. Setelah hanya meraih satu medali emas selama SEA Games 2013 hingga 2017, Indonesia menjadi juara umum menembak dengan tujuh emas, enam perak, dan dua perunggu pada SEA Games 2019.
Namun, Glenn memastikan itu bukan awal sekaligus akhir perubahan tersebut. Dia yakin ini menjadi awal untuk prestasi lebih besar di masa depan. ”Yang pasti, kami ingin membuat keseimbangan prestasi bagian putri dan putra. Fokus pembinaan pun tak hanya kepada atlet pelatnas. Kami menyiapkan juga atlet belia di daerah agar roda pembinaan dan prestasi tidak putus saat penampilan para seniornya di pelatnas mulai turun," tegasnya.
Vidya pun berharap, apa yang sudah dimulai pelatnas saat ini terus dipertahankan agar prestasi menembak Indonesia kian meningkat. Dia meyakini petembak Indonesia punya potensi untuk bersaing di tingkat dunia seperti dirinya saat ini. ”Dengan ini, semoga menembak bisa menjadi salah satu cabang unggulan Indonesia di masa depan,” harapnya.
I Gusti Ayu Putu Indra Dewi, petembak nasional yang juga ibu dari Vidya, menyampaikan, selain dukungan pengurus cabang olahraga, yang paling penting dalam pembinaan menembak ialah mental atlet. Kalau telah memilih terjun di dunia menembak, atlet harus rela berkorban untuk memperjuangkan prestasi.
Hal itu pernah disampaikan Ali Reza. ”Prestasi petembak sangat dipengaruhi perhatian pengurus cabang dan kualitas latihan. Yang tidak kalah penting, atlet wajib memiliki mental dan motivasi kuat untuk memacu diri dalam latihan maupun pertandingan. Karena lawan utama petembak adalah dirinya sendiri,” pesannya beberapa waktu lalu.