Semakin dekat dengan pembukaan Olimpaide Tokyo 2020, penolakan warga sebagian Jepang atas penyelenggaraan Olimpiade di tengah pandemi ini terus disuarakan. Mereka pun berunjuk rasa di jalan.
Oleh
Benny Dwi Koestanto
·3 menit baca
TOKYO, RABU — Kelindan rasa senang sekaligus cemas dihadapi Jepang menyongsong gelaran Olimpiade Tokyo 2020. Gairah dan rasa tidak sabar bertindak sebagai tuan rumah setelah penundaan selama setahun akibat pandemi berhadapan dengan risiko lonjakan kasus Covid-19. Keterbelahan publik Jepang masih terlihat dalam memandang gelaran akbar pesta olahraga sejagat itu.
Publik Jepang terpantau lelah dengan pembatasan Covid-19 yang dinilai tidak efektif. Kebijakan keras yang dipadukan dengan kelenturan (hammer and dance) dalam praktiknya tidak serta-merta menurunkan jumlah kasus terkonfirmasi penyakit itu. Gelaran Olimpiade dan Paralimpiade Tokyo 2020 yang ada di depan mata yang melibatkan puluhan ribuan atlet dan ofisial menambah kecemasan warga atas kemungkinan lonjakan kasus Covid-19 lebih lanjut.
Hal itu antara lain tergambar dalam survei terbaru oleh dua media, yakni NHK dan Yomiuri Shimbun, yang digelar secara terpisah. Hasil survei itu dirilis pada Senin (12/7/2021). Jajak pendapat itu digelar pada pekan sebelumnya. Sebagaimana dikutip oleh The Strait Times, yang mengkhawatirkan bagi penyelenggara Tokyo 2020, kedua jajak pendapat menemukan penolakan yang cukup besar terhadap Olimpiade.
Empat dari 10 responden survei Yomiuri secara nasional menginginkan acara tersebut dibatalkan. Secara beriringan, 3 dari 10 orang di seluruh Jepang mengatakan kepada NHK bahwa mereka menentang Olimpiade.
Kondisi pandemi dan kebijakan Pemerintah Jepang untuk melarang kehadiran penonton umum, termasuk warga Jepang secara langsung ke lapangan pertandingan, juga menjadi perhatian publik global. Selain mengecewakan para sponsor kegiatan itu, perhatian publik global terhadap Olimpiade Tokyo 2020 juga turun.
Hal itu terlihat dalam jajak pendapat yang digelar lembaga Ipsos yang digelar di 28 negara. Survei itu menunjukkan minat secara rata-rata dari publik global terhadap Olimpiade Tokyo hanya berkisar 46 persen. Bahkan, survei itu menunjukkan hanya 22 persen warga Jepang yang mengatakan Olimpiade harus dilanjutkan.
Kami melakukan semua upaya kami dan berkomitmen untuk berkontribusi dengan cara terbaik guna memerangi pandemi dan tidak membawa risiko apa pun bagi warga Jepang.
Persepsi ketidakefektifan langkah-langkah Covid-19 telah mendorong ketidakpuasan terhadap Pemerintah Jepang. Dalam jajak pendapat NHK dan Yomiuri, 56 persen responden merasa bahwa keadaan darurat keempat yang diberlakukan di Tokyo kemungkinan tidak akan efektif dalam mengekang infeksi.
Merujuk pada survei Yomiuri, 73 persen warga Tokyo mengaku khawatir dengan lonjakan kasus Covid-19. Kekhawatiran atas kondisi pandemi itu serta-merta pun memelorotkan posisi dukungan warga terhadap pemerintahan Perdana Menteri Yoshihide Suga.
Sejumlah pakar kesehatan telah memperingatkan bahwa faktor musiman, peningkatan mobilitas, dan penyebaran varian Covid-19 akan menyebabkan lonjakan jumlah kasus terkonfirmasi penyakit itu pada musim panas ini di Jepang.
Profesor Universitas Kyoto, Yuki Furuse, sebelumnya memproyeksikan, kasus harian baru Covid-19 di Tokyo dapat meningkat menjadi 1.000 kasus pada bulan Juli dan 2.000 kasus pada bulan Agustus sehingga berpotensi menekan penggunaan tempat tidur rumah sakit di wilayah ibu kota. Virus korona varian Delta sekarang menyumbang lebih dari 30 persen kasus di Tokyo dan angkanya terus meningkat.
Ketua Komite Olimpiade Internasional (IOC) Thomas Bach berjanji gelaran Olimpiade Tokyo tidak akan ”membawa risiko apa pun” bagi Jepang. Ia berusaha meyakinkan publik yang skeptis ketika kasus Covid-19 melonjak menjelang gelaran itu dimulai. Pernyataan itu disampaikan Bach seusai bertemu Suga.
”Kami melakukan semua upaya kami dan berkomitmen untuk berkontribusi dengan cara terbaik guna memerangi pandemi dan tidak membawa risiko apa pun bagi warga Jepang,” kata Bach kepada wartawan setelah bertemu dengan PM Suga. (AFP/REUTERS)