Mutiara Rahma Putri dan Melani Putri bukanlah pasangan unggulan untuk lolos ke Olimpiade 2020. Namun, berkat kegigihan dan adaptasi cepat, mereka bakal tampil di Tokyo sebagai satu-satunya wakil rowing Indonesia.
Oleh
AGUNG SETYAHADI
·6 menit baca
Mutiara Rahma Putri baru genap berusia 17 tahun pada 7 Juli lalu. Namun, tiada perayaan berlebihan menyambut usia ”sweet seventeen” itu. Atlet dayung disiplin rowing itu bahkan tidak bisa meninggalkan tempat pemusatan latihan di Situ Cileunca, Pangalengan, Jawa Barat, karena sedang menjalani isolasi jelang keberangkatan ke Olimpiade Tokyo 2020. Kado ulang tahunnya telah hadir lebih awal, yaitu tiket ke Olimpiade Tokyo yang dia raih bersama rekannya, Melani Putri, pada Mei lalu.
Dua atlet yang tampil di kelas ringan dua pedayung putri atau LW2X itu mengikuti kualifikasi Olimpiade 2020 zona Asia dan Oseania pada 5-7 Mei 2021 tanpa target lolos. Adapun atlet-atlet ditargetkan lolos ke Tokyo adalah Kakan Kusmana/Ardi Isadi (kelas ringan dua pedayung putra/LM2X), La Memo (satu pedayung putra/ M1X), dan Julianti (satu pedayung putri/W1X).
Berlomba tanpa dibebani target membuat Mutiara/Melani tampil lepas. Penampilan mereka terus membaik sejak heat atau kualifikasi di Sea Forest Waterway, Teluk Tokyo, arena yang akan dipakai untuk Olimpiade Tokyo. Di heat 2, mereka menempati posisi kedua dengan waktu 8 menit 25,31 detik. Mereka kalah dari pasangan Iran, Zeinab Norouzi Tazeh Kand/Kimia Zarei, yang mencatatkan 8 menit 14,36 detik.
Namun, Mutiara/Melani unggul atas para wakil Filipina, Uzbekistan, Taiwan, dan Kuwait. Karena finis kedua di babak heat, Mutiara/Melani menjalani repechage untuk bersaing dengan tim Uzbekistan, India, Kuwait, dan Hong Kong.
Mutiara/Melani menjadi yang tercepat di repechage 2 dengan waktu 8 menit 04,39 detik. Mereka membuat kejutan dengan masuk final A untuk bersaing melawan tim tuan rumah Jepang, Vietnam, Iran, Korea Selatan, dan Uzbekistan. Pencapaian itu krusial karena masuk final B saja sudah sangat sulit.
Laga final, Jumat (7/5/2021), menjadi pertarungan habis-habisan Mutiara/Melani. Mereka tetap tampil tanpa beban hingga bisa finis di posisi keempat dengan waktu 7 menit 35,71 detik. Mereka hanya kalah dari Jepang, Vietnam, dan Iran sehingga meraih tiket ke Tokyo 2020. Mutiara/Melani bahkan menjadi satu-satunya wakil rowing Indonesia di Olimpiade.
Mereka meneruskan rintisan tradisi rowing Indonesia untuk berusaha selalu tampil di Olimpiade. Selama ini, rowing ”Merah Putih” belum bisa tampil rutin di Olimpiade. Setelah Pere Karoba (W1X) tampil di Olimpiade Athena 2004, atlet rowing Indonesia baru bisa tampil lagi di Olimpiade, yaitu pada 2016 di Rio De Janeiro. Ketika itu, Indonesia diwakili Memo (M1X) dan Dewi Yuliawati (W1X).
Tak terbayangkan sebelumnya bagi Mutiara dan Melani untuk mewakili rowing Indonesia di Olimpiade, apalagi mereka baru dipasangkan. ”Mungkin, ini rezeki saya bersama teh Mela (Melani). Kami hanya berusaha semaksimal mungkin saat kualifikasi,” ujar Mutiara.
Sempat menekuni renang
Atlet asal Jambi itu awalnya menekuni renang, sejak taman kanak-kanak hingga kelas 6 sekolah dasar. Ayahnya, yang adalah guru olahraga, mengarahkan Mutiara berlatih dan menjadi atlet renang. Dia baru belajar rowing saat menginjak sekolah menengah pertama, yaitu pada 2017, berkat kakaknya, Yusuf Budiman, atlet polo air peraih emas SEA Games 2019.
Dosennya Yusuf mencari atlet putri yang berpostur tinggi saat itu. Yusuf kemudian mengenalkan adiknya, Mutiara, ke dosennya dan mulai belajar rowing di Danau Sipin, Jambi. Dia berprestasi di kejuaraan daerah dan nasional, termasuk PON, dan kemudian masuk pelatnas. Sekitar setahun di pelatnas, Mutiara meraih perunggu kelas W1X di SEA Games 2019.
Dia menekuni rowing dengan sepenuh hati sesuai dengan pesan ibundanya. ”Mama selalu mendukung apa pun keputusan anaknya. Yang penting harus ditekuni, serius, dan jangan main-main,” ujar Mutiara.
Ketekunan dan keseriusan itu lantas membawa Mutiara dan Melani lolos ke Tokyo 2020. Meskipun tidak ditargetkan lolos kualifikasi, mereka memasang target sendiri sebagai acuan mengukur daya saing. Target mereka saat kualifikasi Olimpiade adalah tampil lebih baik dari para lawan di Asia Tenggara karena mereka mengincar SEA Games Vietnam, ajang yang batal digelar tahun ini.
Dua pekan jelang Olimpiade Tokyo, mereka menjalani isolasi sehingga tidak bisa dikunjungi. Ibunda Mutiara pun batal berkunjung dari Jambi.
Mereka tidak berpikir muluk karena baru dipasangkan pada 2020 setelah Olimpiade Tokyo ditunda. ”Awalnya saya hanya cadangan single (W1X). Karena Olimpiade ditunda, maka ada satu nomor yang kosong, kelas ringan dua putri. Maka, dipanggil Kak Melani dan dipasangkan dengan saya pada 2020,” ungkap Mutiara kemudian.
Meskipun baru dipasangkan, membangun harmoni bukanlah masalah sulit bagi mereka. Mutiara dan Melani bisa segera klik dengan banyak berkomunikasi, baik saat latihan maupun di luar perahu. Mereka cepat menyatu karena sudah saling mengenal sejak 2019. Dalam sejumlah kejuaraan, mereka pun sekamar.
”Kami saling mendukung dan kompak. Kami juga sudah kenal lama. Jadi tak ada kendala komunikasi,” ujar Melani.
Fokus mereka saat ini adalah meningkatkan kondisi fisik untuk memperbaiki catatan waktu menjadi 7 menit 20 detik. Target itu dipatok dalam kondisi arena tidak berangin dan berombak. Hal itu sesuai kondisi di lokasi latihan mereka yang cenderung tanpa ombak.
Namun, di Sea Forest Waterway, kondisi lintasannya berangin dan ada potensi ombak. Kondisi itu, terutama angin, jadi tantangan Mutiara/Melani. Jika bisa mencetak waktu 7 menit 20 detik di air tenang, catatan waktu mereka berpotensi sama dengan ketika kualifikasi, yaitu 7 menit 35 detik, pada medan berangin.
”Catatan waktu sangat bergantung pada kondisi angin. Tantangan dalam kondisi berangin dan ombak adalah menjaga fokus karena bisa selip dayungan,” ungkap Melani.
Selain faktor medan, persiapan mereka ke Olimpiade Tokyo juga tidak maksimal akibat minimnya kejuaraan dan tidak ada pemusatan latihan di luar negeri. Namun, mereka tidak menjadikan kondisi tidak ideal akibat pandemi Covid-19 itu sebagai alasan untuk bersantai.
Mereka justru berjuang lebih keras karena Olimpiade adalah ajang besar yang membanggakan. Mereka ingin memberikan yang terbaik untuk negara. Maka dari itu, meskipun ruang gerak di pelatnas dibatasi akibat situasi pandemi yang tengah memburuk, mereka tidak mengeluh.
Dua pekan jelang Olimpiade Tokyo, mereka menjalani isolasi sehingga tidak bisa dikunjungi. Ibunda Mutiara pun batal berkunjung dari Jambi. ”Dulu, mama belum terlalu percaya Covid-19. Jadi, tak terlalu khawatir. Namun, dengan kondisi seperti sekarang ini, maka akhirnya enggak jadi datang karena takut anaknya tiba-tiba positif (Covid-19),” ujar Mutiara yang belum pernah tampil d Olimpiade.
Mereka perlu menahan diri untuk mengurangi interaksi dengan orang lain, bahkan keluarganya. Semua pengorbanan itu dilakukan demi tampil di Olimpiade, ajang besar yang tidak bisa diraih semua atlet. ”Jaga kondisi saja. Jangan ke mana-mana dulu,” tutur Melani.
Modal pertama ke Tokyo saat ini adalah sehat dulu bertarung kemudian. Berdasarkan syarat masuk ke Jepang per 6 Juli 2021, semua angota kontingen Indonesia wajib menjalani tes Covid-19 selama tujuh hari beruntun menjelang keberangkatan.
Begitu tiba di Tokyo, mereka akan menjalani karantina selama tiga hari. Selama di Tokyo, semua atlet wajib menjalani tes rutin guna memastikan mereka bertanding dalam kondisi bebas atau negatif Covid-19.
Jika ada atlet yang terpapar Covid-19, aturan akan merujuk pada Regulasi Spesifik Olahraga Tokyo 2020 yang disusun Komite Olimpiade Internasional dan perwakilan federasi internasional cabang olahraga. Jika ada atlet yang tidak bisa tampil karena positif Covid-19, mereka tidak didiskualifikasi, tetapi disebut tidak start (DNS).
Maka dari itu, butuh kedisiplinan tinggi untuk menjalankan protokol kesehatan selama berada di Tokyo. Enam jam sebelum lomba, atlet akan dites Covid-19 kembali. Protokol ketat ini mulai diterapkan kepada Mutiara dan Melani, tumpuan rowing Indonesia.