Persaingan cabang bulu tangkis di Olimpiade Tokyo 2020 akan didominasi oleh para debutan. Termasuk di dalamnya tujuh dari sebelas pebulu tangkis Indonesia yang baru pertama kali tampil di ajang sebesar Olimpiade.
Oleh
YULIA SAPTHIANI
·5 menit baca
Jeda antara Olimpiade Rio de Janeiro 2016 dan Tokyo 2020 telah melahirkan bintang-bintang baru di level atas persaingan bulu tangkis dunia. Kini, tiba saatnya mereka bersaing di panggung kompetisi olahraga terbesar, Olimpiade.
Dari hasil pengumpulan poin, para pendatang baru Olimpiade mendominasi daftar peserta di kelima nomor. Kualifikasi Olimpiade Tokyo 2020 sedianya berlangsung pada 29 April 2019-26 April 2020. Tetapi, pandemi Covid-19, yang menunda semua turnamen sejak Maret 2020, membuat masa kualifikasi diperpanjang hingga menjadi 6 Juni 2021. Itu pun, beberapa turnamen tetap dibatalkan, seperti Kejuaraan Asia, Jerman, India, Malaysia, dan Singapura Terbuka.
Berdasarkan peraturan, negara yang menempatkan minimal dua pemain pada posisi 16 besar dunia nomor tunggal di akhir kualifikasi, berhak atas dua wakil di Tokyo. Untuk ganda, syarat peringkat dunia adalah menempati posisi delapan besar.
Indonesia meloloskan masing-masing dua wakil pada tunggal dan ganda putra, yaitu Anthony Sinisuka Ginting, Jonatan Christie, Kevin Sanjaya Sukamuljo/Marcus Fernaldi Gideon, dan Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan. Adapun tiga nomor lain meloloskan satu wakil, yakni Gregoria Mariska Tunjung (tunggal putri), Greysia Polii/Apriyani Rahayu (ganda putri), dan Praveen Jordan/Melati Daeva Oktavianti (ganda campuran).
Dari 16 peringkat teratas yang lolos berdasarkan peringkat dunia pada setiap nomor, ganda campuran menjadi sektor dengan pendatang baru paling banyak, yaitu 13 pasangan, tujuh di antaranya berperingkat 10 besar dunia.
Pada tunggal putra, akan ada 11 dari 16 tunggal terbaik yang akan merasakan pengalaman pertama tampil di Olimpiade. Di tunggal putri ada sembilan pemain, ganda putra (12), dan ganda putri (11).
Di antara para pemain yang belum pernah tampil pada Olimpiade adalah tujuh dari 11 pemain Indonesia. Mereka adalah Anthony, Jonatan, Gregoria, Kevin/Marcus, Apriyani, dan Melati.
“Tentu senang sekali bisa lolos ke Olimpiade. Ini adalah momen yang diimpikan setiap atlet. Sejak serius menekuni bulu tangkis, saya punya cita-cita tampil di Olimpiade,” komentar Anthony.
Kevin dan Marcus akan berusaha menghilangkan beban sebagai andalan untuk meraih medali emas dengan cara menikmati momen pertama mereka pada ajang empat tahunan itu. “Ini Olimpiade pertama saya. Jadi, dinikmati dan dijalani saja, yang penting berusaha. Lawan terberat kan mengalahkan diri sendiri dan saya tidak mau menyesal. Saya mau memberikan yang terbaik di setiap kesempatan,” ujar Kevin.
Gregoria sempat merasa tak percaya diri bersaing dengan nama-nama besar di Olimpiade. Dia pun berusaha mengubah pola pikir negatif itu, salah satunya dengan berdiskusi dengan psikolog.
“Tampil di Olimpiade dengan lawan yang sudah punya prestasi besar, membuat saya pernah merasa belum mampu bersaing dengan mereka. Tetapi, seiring waktu, saya coba melupakan pikiran itu. Sekarang, saya siap menghadapinya karena kalau menyia-nyiakan kesempatan tahun ini, belum tentu saya mendapat kesempatan lagi pada 2024,” katanya.
Pelatih ganda putri Eng Hian juga melibatkan psikolog untuk mendampingi Greysia/Apriyani. Hal ini dilakukan agar mereka bisa mengurangi ketegangan menanggung harapan sebagai ganda putri pertama Indonesia yang meraih medali di Olimpiade. Sejak bulu tangkis dipertandingkan di Olimpiade Barcelona 1992, tinggal ganda putri yang belum mendapat medali.
Tentu senang sekali bisa lolos ke Olimpiade. Ini adalah momen yang diimpikan setiap atlet. Sejak serius menekuni bulu tangkis, saya punya cita-cita tampil di Olimpiade.
Selain Indonesia, banyak negara kuat bulu tangkis, juga, akan mengandalkan debutan Olimpiade untuk meraih medali. Di antara mereka, ada Kento Momota (Jepang), Anders Antonsen (Denmark), Chen Yufei (China), An Se-young (Korea Selatan), Li Junhui/Liu Yuchen (China), dua ganda putri terbaik Jepang, serta dua ganda campuran terbaik dunia asal China.
Warna Rivalitas
Faktor individu, yaitu kemampuan menangani tekanan bersaing di ajang terbesar, akan menjadi kunci karena para pemain sebenarnya telah terbiasa bersaing dalam turnamen Federasi Bulu Tangkis Dunia (BWF).
Anthony dan Momota misalnya, telah menciptakan rivalitas yang selalu dinanti penggemar bulu tangkis. Meski unggul 11-4, Momota menilai, Anthony menjadi lawan yang paling sulit dia kalahkan.
Pertemuan intens, dalam 13 pertandingan, terjadi pada 2018 dan 2019. Momen terbaik, yaitu Asian Games Jakarta Palembang 2018 dan China Terbuka 2018, akan dibawa Anthony untuk tampil di Tokyo. Anthony mengalahkan Momota pada babak 16 besar nomor individu Asian Games dan final China Terbuka.
“Saya mencoba mengingat kembali ketika saya bisa bermain bagus dengan semangat juang tinggi. Diingat-ingat lagi bagaimana bisa sampai di tahap itu. Semangat itu mau saya bawa ke Olimpiade,” ujar tunggal putra peringkat kelima dunia itu.
Pada ganda putra, ada persaingan unik antara tiga pasangan, yaitu Kevin/Marcus, Hendra/Ahsan, dan Hiroyuki Endo/Yuta Watanabe. Kevin/Marcus unggul 11-2 atas Hendra/Ahsan, tetapi kesulitan saat menghadapi Endo/Watanabe hingga tertinggal 2-6. Sebaliknya, Hendra/Ahsan justru sering menang atas pasangan Jepang tersebut dengan keunggulan 6-2.
Lolosnya dua wakil pada ganda dan tunggal putra ini bisa menjadi keuntungan karena mereka bisa saling membantu untuk menjegal lawan. Sayangnya, ini tak terjadi pada ganda campuran yang hanya meloloskan Praveen/Melati. Hafiz Faizal/Gloria Emanualle Widjaja gagal mendapat tiket kedua bagi ganda campuran Indonesia karena hanya berada pada posisi kesembilan pada masa akhir kualifikasi.
Perjalanan Praveen/Melati dalam menjuarai dua turnamen beruntun pada 2019, Denmark dan Perancis Terbuka, serta All England 2020 akan menjadi bekal untuk bersaing di Tokyo. Apalagi, dalam perjalanan menuju tangga juara itu, mereka mampu menaklukkan dua pasangan terbaik dunia asal China, Zheng Siwei/Huang Yaqiong dan Wang Yilyu/Huang Dongping.
Praveen juga berpengalaman tampil di Olimpiade Rio 2016 bersama Debby Susanto. Sayangnya, hasil undian harus mempertemukan mereka dengan Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir pada perempat final, hingga salah satu ganda Indonesia tersingkir lebih cepat. Tontowi/Liliyana akhirnya meraih medali emas.
Kabar dari pelatih ganda campuran, Richard Mainaky, di pelatnas Cipayung membangkitkan harapan dari sektor yang dulunya menjadi “anak tiri” ini. Richard bercerita, Praveen/Melati memiliki motivasi tinggi untuk meraih hasil terbaik dengan selalu meminta tambahan program latihan.
“Mereka makin termotivasi. Setelah selesai latihan bersama, Melati meminta tambahan program khusus. Praveen juga selalu meminta start lebih awal pada latihan sore,” kata Richard.
Praveen, dalam sebuah perbincangan di Instagram, tak akan menyia-nyiakan kesempatan tersebut. “Ibaratnya, saya sudah memasuki sebuah gerbang dan setelah masuk, saya akan mati-matian berjuang,” ujarnya.