Evolusi Makna Kata Olimpiade Zohri
Sprinter Lalu Muhammad Zohri baru memahami makna Olimpiade bagi para atlet setelah dirinya lolos ke Tokyo 2020 pada 2019. Kini, Olimpiade bukan sekadar kosakata, melainkan menjadi tujuan besar bagi Zohri.
Olimpiade merupakan kosakata baru bagi Lalu Muhammad Zohri, sprinter tercepat Asia Tenggara dengan rekor 10,03 detik. Alet berusia 21 tahun itu baru tahu ada ajang bernama Olimpiade, lima tahun lalu, saat Sudirman Hadi yang sama-sama dari Lombok Utara, tampil di Olimpiade Rio 2016. Kakak kelas Zohri di SMPN 1 Pemenang, Lombok Utara, itu menjadi buah bibir hingga pelosok Nusa Tenggara Barat saat tampil di nomor 100 meter putra.
Zohri yang waktu itu berusia 16 tahun baru merintis karier atletnya di Pusat Pendidikan dan Latihan Pelajar NTB di Mataram. Meskipun mulai menekuni atletik, ajang olahraga besar yang dia ketahui hanyalah Piala Dunia sepak bola. Bahkan, dia tidak tahu atlet-atlet elite Indonesia yang pernah mengharumkan Merah Putih dengan meraih medali emas di Olimpiade.
Baca juga: Berangkat ke Jepang, Greysia dan Kawan-kawan Mohon Dukungan
”Dulu, yang saya tahu cuma sepak bola dan Piala Dunia karena banyak orang cerita pas musim Piala Dunia,” ujar sprinter kelahiran 1 Juli 2000 tersebut seusai berlatih di Stadion Madya, Senayan, Jakarta, Kamis (24/6/2021).
Kondisi ekonomi keluarga dan tempat tinggal di pedalaman NTB membuat Zohri terkucil dari informasi. Jangankan mengakses informasi, bungsu dari empat bersaudara itu lebih sering menahan lapar karena ketiadaan makanan. Ayahnya, Lalu Ahmad Yani, dan ibunya, Saeriah, keduanya sudah meninggal, hanyalah nelayan dan buruh tani dengan penghasilan tak seberapa.
Dulu kan saya tinggal di pedalaman Lombok, tidak punya hape (telepon selular), jadi tidak banyak dapat info dari luar.
”Dulu kan saya tinggal di pedalaman Lombok, tidak punya hape (telepon selular), jadi tidak banyak dapat info dari luar,” terang Zohri.
Baca juga: Atlet Indonesia Wajib Tampil Habis-habisan
”Pas Bang Diman main di Olimpiade 2016, saya baru tahu ada Olimpiade, tetapi masih belum tahu kalau Olimpiade itu ajang besar,” ujar Zohri.
Olimpiade hanyalah kosakata baru bagi Zohri waktu itu. Dia tidak pernah memiliki mimpi untuk bisa tampil di ajang multicabang empat tahunan itu. Zohri fokus pada apa yang ada di hadapannya, berjuang keras menjadi atlet yang bagus. Zohri pun berkembang pesat, hingga dia meraih berbagai gelar juara di level yunior atletik, seperti medali emas 100 meter Kejuaraan Asia Atletik Yunior 2018 di Gifu, Jepang, serta emas 100 meter Kejuaraan Dunia U-20 2018 di Tampere, Finlandia.
Baca juga: Presiden Jokowi Lepas Kontingen Indonesia Menuju Olimpiade Tokyo
Namun, Zohri masih belum memahami, Olimpiade adalah ajang olahraga besar yang menjadi impian semua atlet untuk tampil dan berprestasi di sana. Zohri baru memahami makna Olimpiade saat dia lolos ke Tokyo 2020 dengan mencetak waktu 10,03 detik dalam Seiko Golden Grand Prix 2019 di Osaka, Jepang. Olimpiade pun tidak lagi sekadar kosakata bagi Zohri, Olimpiade menjadi memiliki makna yang sangat besar. Apalagi, dia lolos dengan menembus batas kualifikasi nomor 100 meter putra, yaitu 10,05 detik.
Sejak itu, timbul kebanggaan dalam diri Zohri karena akan tampil di Olimpiade Tokyo yang awalnya akan berlangsung pada 2020, tetapi ditunda setahun karena pandemi. ”Ini kesempatan langka bisa ikut Olimpiade karena tidak semua orang bisa begini. Setidaknya, saya bisa bertemu dan berlomba dengan atlet-atlet dunia,” tutur atlet bertinggi 172 cm itu.
Zohri kini memiliki mimpi baru yang ingin dia wujudkan, yaitu berprestasi di Olimpiade. Dia kini sangat memahami, tantangan yang dia hadapi sangat berat, karena lawannya adalah sprinter-sprinter elite dunia. Calon lawan dia antara lain, sprinter Amerika Serikat Trayvon Bromell yang saat ini berstatus sebagai pelari nomor satu dunia dengan waktu terbaik 9,77 detik yang dicetak di Miramar, Florida, AS, 5 Juni lalu. Sprinter tuan rumah, Ryota Yamagata, juga baru saja memecahkan rekor nasional 100 meter Jepang dengan waktu 9,95 detik di Fuse Sprint 2021, Tottori, Jepang, 6 Juni lalu.
Baca juga: Kemenpora Pastikan Kontingen Indonesia Siap ke Jepang
Peluang Zohri meraih medali di Tokyo akan sangat berat, tetapi dia akan berjuang sekuat mungkin. ”Setiap atlet pasti ingin juara di setiap kejuaraan yang diikutinya. Tapi, untuk Olimpiade ini, pasti persaingannya berat. Jadi, semoga saya bisa memberikan yang terbaik untuk Indonesia, setidaknya catatan waktu saya bisa jauh lebih baik,” terang pelari yang ikut menyumbangkan perak untuk tim estafet 4 x 100 meter di Asian Games 2018 tersebut.
Penuh rintangan
Langkah Zohri untuk mewujudkan mimpi besar di Olimpiade Tokyo semakin berat akibat pandemi. Ketika Zohri sedang giat-giatnya membenahi diri, pageblug Covid-19 menerjang dunia yang membuat Olimpiade ditunda setahun. Pelatnas atletik juga mengalami masa sulit menyusul meninggalnya Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Atletik Seluruh Indonesia (PB PASI) Bob Hasan pada 31 Maret 2020.
Pandemi Covid-19 dan meninggalnya Bob Hasan membuat para atlet pelatnas atletik sempat dipulangkan ke daerah masing-masing. Ketika berlatih di kampung halaman, latihan Zohri kurang optimal. Tak lama sekembali ke pelatnas pada Agustus 2020, Zohri mengalami cedera lutut, yaitu robek anterior cruciate ligament (ACL) dan gangguan meniscus pada Oktober.
Baca juga: Tantangan Unik Olimpiade Tokyo 2020
Cedera itu membuat Zohri tidak bisa berlatih di lintasan hingga awal 2021. Dia baru bisa berlatih seperti sedia kala menjelang tampil dalam uji coba Olimpiade bertajuk World Athletics Continental Gold Tokyo 2021 (Ready Steady Tokyo 2021), pada 9 Mei lalu.
Performa Zohri merosot tajam dalam uji coba Olimpiade itu. Dia hanya mencatatkan waktu 10,34 detik saat finis keempat pada babak penyisihan. Catatan waktunya kemudian turun menjadi 10,45 detik ketika finis ketujuh pada babak final.
Zohri mengakui, pandemi dan cedera berdampak sangat buruk dalam persiapannya menuju Olimpiade. Akan tetapi, dirinya tetap menjaga optimisme bisa memberikan hasil terbaik di Olimpiade. ”Sekarang, cedera saya sudah pulih. Sudah tidak ada rasa apa pun. Saya yakin, dengan persiapan singkat ini, saya tetap bisa memberikan yang terbaik di Olimpiade,” kata peraih perak Kejuaraan Asia 2019 di Doha, Qatar itu.
Ditempa pelatih dunia
Agar persiapan Zohri lebih optimal dalam waktu singkat ini, PB PASI di bawah ketua umum baru, Luhut Binsar Pandjaitan, memanggil pelatih atletik terbaik dunia 2016, Harry Marra. Pelatih asal New York, Amerika Serikat, itu mulai melatih di Stadion Madya, Senayan, sejak 20 Juni. Dia membenahi kekurangan Zohri agar bisa mencapai puncak performanya di Olimpiade Tokyo.
Pelatih berusia 74 tahun itu langsung memoles teknik Zohri, terutama dari balok start hingga finis. Zohri yang biasanya lambat di balok start hingga 30 meter pertama mulai bisa lebih cepat karena teknik balok start yang membaik. Kepalanya tidak lagi menunduk sejak keluar start, tetapi condong 45 derajat dari kepala hingga kaki. Tatapan matanya juga langsung menatap ke depan dalam tiga hingga empat langkah selepas balok start.
Baca juga: Atlet-Atlet Indonesia Mulai Berlatih Terpisah
Akselerasi Zohri selepas 30 meter pun jauh membaik. Itu dipicu teknik lari yang membaik, yakni tubuh tegap, angkat paha lebih tinggi sebatas pinggang, dan tapak kaki yang lurus sejajar perut. Dia juga diingatkan untuk menjaga teknik tidak berubah dari awal hingga finis.
”Ini mirip dengan menggelindingkan bola dari bukit. Jika bola menggelinding menuruni bukit dengan benar sejak awal, bola bakal terus menambah kecepatan. Jika menabrak gundukan ketika pertama kali menggelinding, itu menyebabkan goyangan dan bola bergulir tidak baik. Itu tidak akan menjadi lebih baik setelahnya, itu hanya membuatnya lebih buruk. Jadi, kami mesti memperbaiki goyangan tersebut,” kata Marra.
Marra turut mengingatkan Zohri agar tidak lagi mencoba menambah akselerasi selepas 50 meter karena itu kesia-siaan. Yang utama adalah menjaga perlambatan kecepatan tidak turun drastis selepas 50 meter hingga finis.
”Kalau bisa membuat teknik Zohri menjadi lebih baik, dia bisa memperbaiki catatan waktu terbaiknya 10,03 detik. Demikian juga Alvin (Tehupeiory, pelari 100 meter putri yang mendapatkan wildcard ke Olimpiade), dia bisa lebih cepat dari rekornya, 11,64 detik. Saya coba memberikan pemahaman secara ilmiah dan masuk akal agar atlet bisa memahami secara baik,” ujar Marra yang turut dipercaya membenahi teknik Alvin.
Baca juga: Harry Marra Merombak Teknik Zohri
Lebih optimistis
Setelah lebih kurang tiga pekan dilatih Harry Marra, Kepala Pelatih Sprint PB PASI Eni Nuraini lebih optimistis dengan performa Zohri di Olimpiade. Sebab, selama ini memang kelemahan Zohri ada pada teknik balok start dan lari 30 meter awal.
Menurut Eni, kekurangan Zohri yang masih perlu dibenahi posisi tangan masih agak tinggi selepas balok start. Namun, itu masih bisa diperbaiki dalam waktu singkat sebelum keberangkatan ke Tokyo pada 24 Juli mendatang.
Selain itu, Zohri masih perlu meningkatkan daya tahan kecepatan dan stamina. Itu untuk mengantisipasi Zohri tampil dua hingga tiga kali dalam sehari di Olimpiade. Berkaca dari uji coba Olimpiade pada 9 Mei lalu, fisik Zohri kedodoran karena tampil dua kali sehari. Akibatnya, performanya tidak stabil dari penyisihan hingga final perlombaan tersebut.
Jika semua kekurangan itu bisa diperbaiki atau diminimalisir, Eni yakin Zohri bisa melampaui rekor terbaiknya, 10,03 detik. Bahkan, pelatih atletik terbaik Asia 2019 itu optimistis Zohri bisa berlari di bawah 10 detik.
”Untuk merebut medali di Olimpiade, mungkin sangat berat bagi Zohri kali ini. Tapi, untuk menembus semifinal dan mencatat waktu di bawah 10 detik, mudah-mudahan itu bisa tercapai,” ungkap Eni.