Misteri Tuan Rumah dan Adu Penalti di Piala Eropa
Inggris mengalami dua mimpi buruk di final Piala Eropa 2020, kalah sebagai tuan rumah dan juga kalah saat adu penalti.
Kesebelasan tuan rumah ternyata bukanlah momok yang terlalu ditakutkan di kancah sepak bola dunia. Tim tuan rumah lebih banyak gagalnya di Piala Eropa ataupun Piala Dunia.
Menjamu Italia di Stadion Wembley, London, tidak membuat Inggris otomatis meraih gelar juara Piala Eropa dengan mudah. Nyatanya skuad asuhan Gareth Southgate itu harus menelan kecewa karena kalah dari Italia melalui babak adu penalti. Kekecewaan bukan hanya dirasakan seluruh tim ”The Three Lions”, melainkan juga pendukung dan seluruh masyarakat Inggris karena trofi gagal pulang ke tanah kelahiran mereka.
Tuan rumah bukan jaminan bagi finalis untuk menang di partai akhir kompetisi sepak bola. Nasib serupa juga dirasakan Brasil dalam partai final Copa America yang diselenggarakan sehari sebelumnya. ”Tim Samba” kali ini harus menyerahkan trofi juara ke pelukan ”La Albiceleste”.
Bermain di Stadion Maracana, Brasil, tidak membuat Argentina gentar. Lionel Messi dan kawan-kawan berhasil menjuarai Copa America setelah menang tipis dengan skor 0-1, lewat gol Angel Di Maria pada menit ke-22. Padahal, di final Copa America sebelumnya (2019), Brasil selaku tuan rumah dapat menaklukkan Peru dengan skor 3-1.
Kekalahan finalis tuan rumah di ajang sepak bola antarnegara bukanlah hal asing. Selama 16 kali gelaran Piala Eropa, hanya ada tiga finalis tuan rumah yang berhasil menang dan menjadi juara. Masing-masing diraih oleh Spanyol (1964), Italia (1968), dan Perancis (1984).
Setelah kemenangan Perancis di Piala Eropa 1984, tidak ada finalis tuan rumah yang berhasil memenangi trofi. Justru yang terjadi ialah makin bertambahnya finalis yang kalah dari lawannya dan harus puas menyandang gelar sebagai runner-up Piala Eropa. Tercatat, ada tiga tuan rumah yang kalah di partai final sejak Piala Eropa 2004.
Baca juga : Memori Indah Italia Terulang di Wembley
Sejenak kilas balik, penggemar sepak bola sempat terenyak ketika Yunani membuat keajaiban di sejarah sepak bola dunia. Lewat tandukan cantik Angelos Charisteas di menit 57, Yunani memenangi final yang digelar di Stadion da Luz, Portugal. Awalnya, banyak yang menduga Portugal akan menang mudah karena kualitas para pemain dan terutama bermain di kandang sendiri.
Kekalahan tuan rumah di partai final terulang kembali di Piala Eropa 2016 antara Perancis yang menjamu Portugal. Partai final yang mempertemukan dua tim besar ini dimenangi oleh ”A Seleccao” dengan skor tipis 1-0 lewat perpanjangan waktu. Stadion Stade de France kala itu menjadi saksi kekalahan tuan rumah di tanahnya sendiri.
Kini, giliran Inggris yang mengalami nasib naas, football’s is coming Rome menjadi kelakar warganet di media sosial. Kendati Inggris bukan satu-satunya tuan rumah di Piala Eropa kali ini, gelaran final di London menjadikan Inggris sebagai finalis yang bermain di kandang sendiri.
Hal yang sama juga terjadi di sepanjang gelaran Piala Dunia. Sejak Piala Dunia 2002, tidak ada negara tuan rumah yang berhasil menembus ke partai final, apalagi menjadi juara dunia. Tuan rumah yang berhasil juara, terakhir diraih oleh Perancis di Piala Dunia 1998.
Tercatat dari 21 jumlah Piala Dunia yang digelar, hanya enam kali tuan rumah menjadi juara. Sementara itu, kekalahan di partai final dialami tuan rumah sebanyak dua kali, yaitu di Piala Dunia 1950 (Brasil) dan Piala Dunia 1958 (Swedia). Dengan kata lain, dari aspek sejarah, tuan rumah tidak ada kaitannya dengan juara kompetisi sepak bola.
Kembali ke Piala Eropa 2020, gelaran final di stadion bersejarah dan kebanggaan Inggris kali ini sempat menyuguhkan kontroversi. Pasalnya, pendukung Italia hanya diberi kuota 1.000 kursi dari kapasitas stadion 90.000 kursi. Keputusan tersebut juga sudah lebih ringan dari wacana sebelumnya yang melarang pendukung Italia yang datang dari Inggris untuk masuk ke stadion.
Alasan dari aturan tersebut lantaran pandemi Covid-19 yang belum mereda dan kasus positif Covid-19 yang kian naik di Inggris karena gelaran Piala Eropa. Dalam kurun sepekan, kasus positif di Inggris naik 27,3 persen atau bertambah 221.052 kasus (per 12 Juli 2021). Bagi banyak pihak, alasan ini hanyalah akal-akalan Inggris untuk meminimalkan dukungan tim Italia dan Inggris bermain dengan dukungan penuh seisi stadion.
Meskipun didukung penuh di tanahnya sendiri, Inggris tetap tidak berhasil meraih trofi Euro 2020 dan memperpanjang rekor 55 tahun tanpa gelar. Bisa jadi, dukungan penuh justru menjadi momok bagi tim tuan rumah kala harus melakoni babak adu penalti. Di sinilah, saat ketika kematangan pengalaman, kesiapan mental, dan kemampuan pemain harus disandarkan di bahu Dewi Fortuna.
Misteri adu penalti
Tiga hal itulah yang masih menjadi misteri bagi tim Inggris saat menghadapi adu penalti. Dari rekam jejak pertandingan penting, Inggris mengalami tujuh kekalahan melalui drama adu tendangan penalti. Inggris harus menelan pil pahit adu penalti di Piala Dunia 1990, Piala Eropa 1996, Piala Dunia 1998, Piala Eropa 2004, Piala Dunia 2006, Piala Eropa 2012, dan Piala Eropa 2020.
Di Piala Dunia 1990, tim Inggris yang diasuh pelatih Bobby Robson gagal melaju ke babak final setelah kalah dari Jerman di babak semifinal Piala Dunia 1990. Setelah bermain imbang 1-1, Inggris harus mengakui kemenangan Jerman melalui adu penalti.
Tiga pemain Inggris, yaitu Gary Lineker, Peter Beardsley, dan David Platt, berhasil menjalankan tugas. Namun, dua pemain lainnya, yaitu Chris Waddle dan Stuart Pearce, gagal menaklukkan kiper Bodo Illgner. Inggris kalah dengan skor akhir 5-4.
Lagi-lagi, Inggris kalah dari Jerman di Piala Eropa 1996. Di babak semifinal, Jerman berhasil menyingkirkan Inggris di depan pendukungnya sendiri yang memenuhi Stadion Wembley. Sebagaimana Piala Dunia 1990, di Piala Eropa 1996, Inggris kalah dengan skor tipis 6-7.
Gol penentu Jerman ditentukan oleh Andreas Moeller yang berhasil membobol gawang Inggris yang dijaga David Seaman. Sebelumnya, tendangan pemain Inggris, Gareth Southgate, berhasil diblok kiper Jerman, Andreas Koepke.
Kurang beruntungnya Inggris melewati adu penalti masih berlanjut di kejuaran Piala Dunia 1998. Inggris harus tersingkir di babak perdelapan final setelah kalah 3-4 dalam adu tendangan penalti melawan Argentina, setelah Paul Ince dan David Batty gagal melakukan eksekusi penalti.
Nasib Inggris berlanjut di Piala Eropa 2004 saat harus menyerah di babak perempat final setelah kalah adu tendangan penalti dari tuan rumah Portugal. Pemain bintang David Beckham dan Darius Vassell gagal mengeksekusi penalti.
Langkah Inggris di Piala Dunia 2006 juga terhenti di babak perempat final setelah dikalahkan Portugal melalui adu tendangan penalti dengan skor 3-1. Tiga pemain Inggris, Frank Lampard, Steven Gerrard, dan Jamie Carragher, gagal menaklukkan kiper Portugal, Ricardo.
Di Piala Eropa 2012, Italia berhasil mengungguli Inggris di babak perempat final melalui adu penalti dengan skor 4-2. Dua pemain Inggris, Ashley Young dan Ashley Cole, menembus gawang Italia yang dijaga Gianluigi Buffon.
Terbaru, Inggris gagal meraih gelar perdana Piala Eropa setelah dikalahkan Italia di babak final Euro 2020 yang digelar di Stadion Wembley, London. Inggris kalah lewat adu penalti dengan skor 3-2.
Paling banyak
Rentetan kegagalan di momen adu penalti menjadi catatan buram tim Inggris di pentas dunia. Statistik penalti yang dibuat UEFA menyebutkan, Inggris menjadi tim yang paling banyak menelan kekalahan adu penalti di ajang Piala Eropa. Inggris mencatat kalah empat kali, lebih banyak dibandingkan Italia dan Belanda yang masing-masing menelan tiga kali dalam menghadapi adu penalti.
Walau paling banyak menelan kekalahan di adu penalti, Inggris bukanlah tim yang paling banyak tampil di adu penalti. Di kejuaraan Piala Eropa, tim yang paling banyak menghadapi adu penalti adalah Italia, yaitu sebanyak tujuh kali. Sesudahnya diikuti Spanyol yang tampil enam kali dan Inggris, yaitu lima kali.
Selain tampil paling banyak di ajang adu penalti di kejuaraan Piala Eropa, tim Italia juga paling banyak mencatatkan kemenangan saat adu penalti. Bersama Spanyol, tim Italia berhasil menang dalam adu penalti.
Kematangan pengalaman menjadi bekal Italia dalam menghadapi adu penalti melawan Inggris di final Piala Eropa 2020. Penjaga gawang Italia, yaitu Gianluigi Buffon dan Gianluigi Donnarumma, merupakan dua kiper yang termasuk paling banyak tampil dan membuat aksi penyelamatan di adu penalti Piala Eropa.
Demikian pula dengan pemain yang paling banyak mencetak gol dalam adu penalti. Nama-nama pemain Italia, seperti Leonardo Bonucci, Jorginho, Andrea Belotti, dan Federico Bernardeschi, masuk dalam daftar pemain yang sukses mencetak gol penalti.
Psikologi penalti
Selain kematangan tim dan pemainnya, kesiapan mental menjadi faktor lain yang harus diperhatikan dalam adu penalti. Psikolog Tom Young seperti dikutip ESPN menggambarkan penalti seperti tantangan dan peluang untuk menjadi pahlawan. Penulis buku The Making of a Leader tersebut menyatakan bahwa semua pemain dapat berhasil melewati adu penalti dengan mengikuti beberapa prinsip dasar.
Prinsip pertama adalah berlatih melakukan simulasi penalti. Walau dikritik karena tidak bisa menghadirkan nuansa under pressure seperti pada pertandingan sesungguhnya, Young tetap menyarankan pemain untuk mengamati rutinitas melakukan tendangan penalti. Pengamatan dari kegiatan latihan rutin ini akan membentuk prinsip berikutnya, yaitu melatih unsur kecepatan dan memiliki sasaran dalam mengambil tendangan penalti.
Hadirnya kemampuan dasar ini dapat menumbuhkan kekuatan lain dalam diri pemain, yaitu ketenangan. Faktor inilah yang ditekankan Young sebagai bekal utama yang dapat membantu pemain menumbuhkan aspek positif di tengah tekanan saat menghadapi drama adu penalti. Muara dari semua itu adalah keberanian pemain tampil di momen penalti tanpa dihinggapi rasa takut.
Hingga gelaran final Piala Eropa 2020, psikologi penalti masih menjadi tantangan yang dihadapi timnas Inggris. Manajemen adu penalti menjadi seruan pembenahan timnas Inggris.
”Rupanya kami perlu membuat akademi khusus untuk melatih tendangan penalti,” ujar Menteri Olahraga Inggris Tony Banks pada 30 Juli 1998 sesaat setelah Inggris kalah dari Argentina di Piala Dunia.
Pernyataan Banks yang diutarakan 23 tahun yang lalu menjadi relevan untuk memperkuat manajemen adu penalti bagi tim Inggris. Menggunakan ahli psikologi di tim nasional, mengevaluasi rekam hasil pertandingan adu penalti, dan membuat skema latihan rutin dapat dilakukan untuk menutup sejarah kelam adu penalti bagi tim Inggris.
Baca juga : Inggris Tak Perlu Menangis Histeris
Inggris pernah melewati masa-masa manis dalam drama adu penalti. Di babak perempat final Piala Eropa 1996, Inggris menang atas Spanyol melalui adu penalti dengan skor 4-2. Inggris di bawah pelatih Gareth Southgate juga berhasil lolos ke perempat final Piala Dunia 2018 setelah pada babak 16 besar menyingkirkan Kolombia lewat adu penalti dengan skor 4-3.
Kepelatihan Southgate juga membawa kemenangan bagi Inggris di kejuaraan Liga Nasional Eropa 2019. Inggris keluar sebagai juara ketiga setelah mengalahkan Swiss dengan skor 6-5 lewat adu penalti.
Keberhasilan itu dapat menjadi modal bagi Inggris untuk terus menyiapkan diri menghadapi adu penalti di pertandingan-pertandingan yang menentukan.
(ANDREAS YOGA PRASETYO/
LITBANG KOMPAS)
Baca juga : Alfa dan Omega Sebuah Era di Piala Eropa