Turnamen besar antarnegara, seperti Piala Eropa, bagaikan galaksi berisi ribuan bintang. Ketika satu bintang meredup dan menjadi katai, bintang lainnya ganti bersinar terang bak supernova.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·5 menit baca
Kisah kontroversial tandukan Zinedine Zidane ke dada Marco Materazzi pada final Piala Dunia Jerman 2006 tidak akan pernah lekang ditelan waktu. Zidane diganjar kartu merah akibat emosinya saat itu. Tanpa sang kapten, Perancis lantas takluk dari Italia dalam drama adu penalti.
Satu dekade berlalu, Zidane menyatakan penyesalannya terkait tindakan impulsifnya itu. ”Saya tidak bangga dengan dengan apa yang terjadi pada (Piala Dunia) 2006. Saya tidak menyarankan satu pun pemain lainnya berlaku seperti itu,” kata mantan pemain dan pelatih Madrid tersebut pada 2016 silam.
Setitik noda dalam karier berkilau Zidane itu sekaligus mengakhiri kariernya bersama tim nasional Perancis. Dalam kondisi berduka dan kecewa, dia memutuskan pensiun seusai final di Jerman. Keputusannya adalah awal dari transisi sebuah era baru. Tidak ada lagi sang ikon utama Perancis, pemain yang dijuluki sang ”penyihir”, di turnamen-turnamen besar berikutnya.
Hilangnya ikon dalam gelaran ajang besar seperti Piala Dunia dan Piala Eropa adalah hal lumrah, ibarat rotasi bumi. Setiap pemain pasti ada masanya. Pada akhirnya, mereka semua akan pensiun, namun hanya berbeda waktu dan pemicunya. Kisah pensiun serupa juga bermunculan di Piala Eropa 2020.
Toni Kroos, gelandang veteran Jerman, hanya diam terpaku seusai takluk dari Inggris dalam babak 16 besar. Dia kembali menelan kekecewaan di turnamen besar, dua tahun setelah ”Die Mannschaft” gagal lolos dari fase penyisihan grup di Piala Dunia Rusia 2018.
Kroos pensiun
Hanya dua hari berselang, Kroos memutuskan pensiun dari timnas di usia masih produktif, 31 tahun. ”Saya sudah bermain di 106 laga selama 11 tahun. Tidak akan ada lagi kesempatan lain untuk membela Jerman. Keputusan saya sudah bulat,” katanya.
Keputusan gelandang kreatif yang membawa Jerman juara dunia pada 2014 itu terbilang mengejutkan. Dia sebetulnya masih bisa tampil di Piala Dunia Qatar yang digelar akhir 2022 mendatang. Namun, bintang Real Madrid itu memilih pensiun dini.
Kroos merasa cukup. Sama seperti Zidane ketika memutuskan pensiun, dia memilih fokus bermain untuk klubnya. Gelandang pengatur serangan berkelas dunia ini merasa tidak diapresiasi patut oleh publik Jerman.
”Ada yang mengapresiasi saya, tetapi banyak juga yang tidak menghargai kerja keras selama 11 tahun. Beda dengan di Spanyol (Real Madrid), mereka selalu bersyukur sejak saya di sana. Saya butuh istirahat dan tidak akan bermain untuk timnas lagi, termasuk di (Piala Dunia) Qatar,” pungkasnya.
Tak hanya Kroos, striker gaek Makedonia Utara, Goran Pandev, juga memutuskan pensiun dari timnas. Setelah timnya gagal lolos dari penyisihan grup, pemain 37 tahun ini merasa sudah saatnya memberikan kesempatan para pemain muda untuk bersinar.
Mimpinya sudah tercapai untuk mengantar negaranya tampil perdana di Piala Eropa. ”Saat ini momen yang tepat untuk mengucapkan selamat tinggal kepada timnas. Saya bahagia dengan perpisahan ini karena telah menggapai mimpi sendiri, juga negara untuk bermain di ajang ini,” ungkap Pandev.
Kepergian ikon-ikon timnas ini kemungkinan besar masih akan bertambah. Banyak pemain veteran yang sudah dimakan usia seperti Pepe (Portugal), Luka Modric (Kroasia), dan Giorgio Chiellini (Italia). Namun, mereka belum mengumumkan resmi untuk pensiun,
Damsgaard dan Schick adalah dua bintang baru yang menandakan bahwa bakat besar akan terus lahir. Selalu ada ”reinkarnasi” pemain yang menggantikan era lama.
Pensiunnya para ikon sepak bola sebenarnya bisa mengurangi magnet turnamen. Namun, selalu ada bintang-bintang baru yang bisa mencuri panggung pada saat bersamaan. Turnamen besar bagaikan galaksi yang dihuni ribuan bintang. Ketika salah satunya redup, bintang yang lainnya akan bersinar terang.
Kroos boleh jadi sebagai salah satu penendang bola mati terbaik di dunia. Dia pernah menunjukkan kehebatan itu lewat sepakan indah dari tendangan bebas ke gawang Swedia pada Piala Dunia 2018 lalu.
Akan tetapi, ajang-ajang besar tetap memiliki para ”penyihir” baru dari tendangan bebas. Beberapa hari setelah Kroos pensiun, pemuda 21 tahun asal Denmark, Mikkel Damsgaard, menciptakan gol indah dari bola mati pada laga semifinal.
Sepakannya dari tendangan bebas menukik indah, melewati pagar hidup para pemain Inggris, lalu menghujam ke gawang yang dijaga kiper Jordan Pickford. Penyerang sayap Sampdoria ini mencetak satu-satunya gol lewat tendangan bebas pada turnamen itu.
Gol tersebut memang tidak cukup membuat Denmark lolos ke partai puncak. Denmark takluk, 1-2, setelah melewati pertarungan laga selama 120 menit. Akan tetapi, seluruh dunia telah menjadi saksi akan lahirnya calon bintang baru.
Damsgaard sekaligus menjadi harapan baru Denmark yang telah kehilangan ”penyihir” gaeknya, Christian Eriksen. Sang gelandang serang yang mengalami henti jantung pada laga awal Piala Eropa 2020 itu hampir dipastikan tidak lagi dapat membela timnas ke depan.
”Saya angkat topi untuk dia (Damsgaard). Dia bisa mengatasi tekanan di usia yang sangat muda. Dia memberikan kedewasaan dan kualitas, hal yang tidak banyak dimiliki pemain di negara ini (Denmark),” puji gelandang senior Denmark, Pierre-Emile Hojbjerg.
Damsgaard menyumbang 2 gol dan 1 asis dalam debutnya bersama Denmark di Piala Eropa. Berkat kegemilangannya itu, ia pun diburu sejumlah klub Liga Inggris, antara lain Everton dan Tottenham Hotspur.
Ceko pun tidak mau kalah menyumbang bintang baru. Tim ”kuda hitam” ini punya salah satu predator tertajam sepanjang turnamen, Patrik Schick. Penyerang 25 tahun itu bersanding bersama Cristiano Ronaldo di puncak pencetak gol tersubur dengan koleksi 5 gol.
Schick, dengan tubuh jangkung 1,87 meter, punya insting tajam mencetak gol lewat kaki ataupun kepala. Salah satu bukti ketajaman itu ketika dia mencetak gol dari tengah lapangan ke gawang Skotlandia.
Striker klub Bayer Leverkusen itu menghasilkan gol dari jarak sekitar 45,4 meter. Schick menciptakan gol dengan jarak terjauh dalam turnamen itu sejak 1980, menurut Opta. Gol itu sampai memukau mantan gelandang serang Jerman, Mesut Oezil. ”Saya pikir, kita sudah mendapatkan gol terbaik di turnamen ini,” ucapnya.
Damsgaard dan Schick adalah dua bintang baru yang menandakan bahwa bakat besar akan terus lahir. Selalu ada ”reinkarnasi” pemain yang menggantikan era lama. Hal itu juga terjadi saat Zidane memainkan turnamen terakhirnya, 2006 silam. Saat itu, dua pemain paling fenomenal abad ini, Ronaldo dan Lionel Messi, menjalani debutnya di Piala Dunia. (AP/AFP)