Lionel Messi mengakhiri 16 tahun penantian, tekanan besar, dan penderitaan, seusai meraih trofi Copa America 2021 bersama Argentina. Penyerang yang sempat dua kali menyatakan pensiun itu kini sejajar Diego Maradona.
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·4 menit baca
Ketika wasit asal Uruguay, Esteban Ostojich, meniup peluit akhir laga final Copa America 2021 antara Argentina dan Brasil, Lionel Messi seketika jatuh berlutut di lapangan. Kedua telapak tangan bintang Argentina itu menutupi wajahnya.
Matanya berkaca-kaca. Rekan-rekan setimnya lalu bersorak menghampiri Messi.
Emiliano Martinez, kiper Argentina, turut larut dalam euforia juara setelah mengalahkan tuan rumah Brasil, 1-0, di final, Minggu (11/7/2021) pagi. ”Saya tidak bisa berkata-kata. Mimpi kami menjadi kenyataan, memberikan trofi untuk pemain terbaik di dunia,” katanya.
Kemenangan di Rio de Janeiro itu disebut Maracanazo. Tamparan bagi Brasil di ”kuil” sepakbolanya, Stadion Maranaca, itu menjadi keajaiban bagi tim ”Tango”. Tidak diunggulkan ketimbang tuan rumah, mereka justru menjadi juara untuk pertama kali sejak 1993 silam.
Capaian yang membasuh luka kepedihan saat dikalahkan Jerman pada final Piala Dunia 2014 di stadion yang sama itu membuat ”La Albiceleste” bisa menegakkan supremasinya di Amerika Latin. Mereka bukan lagi tim ”nyaris juara” bersama Messi. Argentina pun kini setara Uruguay sebagai negara pengoleksi gelar juara Copa America terbanyak, yaitu 15 trofi.
Tidak pelak, keberhasilan di Maracana itu dirayakan meriah warga Argentina di Buenos Aires. Warga Argentina memadati lapangan dan jalan-jalan utama di kota tersebut. Mereka berteriak, berjingkrak, dan menari, semalam suntuk.
Perayaan bahkan juga terjadi di Barcelona, kota di Spanyol tempat Messi berkarier. Suporter Barca berharap Messi, yang kini berstatus bebas agen, menandatangani kontrak baru dengan klub itu.
Bagi Scaloni, mentalitas, ketangguhan, dan kesabaran, Messi menjadi teladan bagi para pemain muda Argentina. Pujian Scaloni untuk Messi itu berpijak pada pengorbanan sang bintang.
Suka cita di Maracana dan Buenos Aires itu bisa dimaklumi. Argentina dan Messi telah lama mendamba trofi juara. Sejak pertama kali membela Argentina di level senior, butuh 16 tahun bagi Messi untuk meraih gelar juara pertama untuk negaranya di turnamen besar.
”Utang” untuk negaranya kini telah dilunasi Messi. Pemain yang mengoleksi banyak trofi juara klub maupun individu itu kini tak lagi punya beban mental. Sebagai salah satu pemain terbaik yang pernah dimiliki Argentina dan dunia, Messi sempat frustrasi dan tertekan karena bertubi-tubi gagal membawa negaranya juara.
Penderitaan itu terjadi di final Copa America edisi 2007, 2015, dan 2016. Derita serupa dialaminya di Piala Dunia 2014. Publik Argentina mengritiknya dan sempat membanding-bandingkannya dengan Diego Maradona, legenda Argentina yang memberikan trofi Piala Dunia 1986 untuk negaranya.
Tidak tahan dengan tekanan hebat itu, Messi pun sempat meninggalkan Albiceleste. Bahkan, dua kali dia melakukannya, yaitu setelah dikalahkan Chile di final Copa America 2016 dan disingkirkan Perancis pada babak 16 besar Piala Dunia 2018 di Rusia. Salah satu dari dua pemain terhebat pada abad ini itu sempat nyaris menyerah.
Pada 2018, untuk kali kedua, Messi berkata kiprahnya di tim nasional telah berakhir. ”Ini (timnas) bukan untuk saya. Saya sudah mencobanya,” katanya suatu ketika.
Orang-orang yang menghakiminya lantas senang dengan putusannya itu. Namun, tidak demikian halnya dengan sejumlah pihak. Mauricio Macri, mantan Presiden Argentina, menelpon langsung Messi guna membujuknya agar kembali memperkuat Albiceleste.
Langkah serupa dilakukan Lionel Scaloni ketika diangkat menjadi pelatih tetap Argentina pada November 2018. Ia berkata, Messi tetap menjadi tulang punggung timnya. Hati Messi pun lantas luluh.
Peran vital Messi dibuktikannya di Copa America 2021. Meskipun tidak lagi muda, yaitu kini berusia 34 tahun, Messi menjadi pilar bagi timnya. Ia menyabet penghargaan pemain terbaik dan pencetak gol terbanyak di Copa America 2021 dengan 4 gol dan 5 asis.
Menjadi teladan
Maka, Scaloni pun memuji Messi setinggi langit seusai laga final itu. Bagi Scaloni, mentalitas, ketangguhan, dan kesabaran, Messi menjadi teladan bagi para pemain muda Argentina. Pujian Scaloni untuk Messi itu berpijak pada pengorbanan sang bintang.
Pada laga final, ungkap Scaloni, Messi sebetulnya tengah mengalami cedera. Namun, ”Si Kutu” memilih tetap tampil demi menjadi penyemangat dan teladan di timnya. Ia dianggap ”guru” di skuadnya.
”Setelah apa yang dialami selama ini (penderitaan), dia (Messi) tidak menyerah (meninggalkan Albiceleste selamanya). Kini, dia telah berhasil,” kata Scaloni.
Pada konferensi pers seusai final, kemarin, Messi pun menyampaikan bahwa kebahagiaannya tidaklah dapat tergambarkan. Ia mengaku sedih saat melewati tahun-tahun nirgelar bersama Argentina.
Namun, jauh dalam sanubarinya, ia meyakini, suatu saat akan bisa meraih kejayaan bersama negaranya. Perasaan itu pula yang pada akhirnya turut menuntun Messi untuk kembali memperkuat Argentina dan menunda masa pensiunnya di timnas.
”Saya merasa bahwa Tuhan menyimpan momen ini untuk saya. Bisa menang melawan Brasil di final dan di kandang mereka adalah kegilaan yang indah,” kata Messi yang diarak berramai-ramai oleh timnya dalam perayaan gelar juara.