Presiden UEFA: Format Tuan Rumah Multinegara Tak Akan Terulang
Presiden UEFA Aleksander Ceferin tidak akan mengulangi pelaksanaan Piala Eropa di banyak negara. Jarak tempuh perjalanan tim sangat berbeda. Swiss menjadi tim dengan perjalanan terjauh.
Oleh
MUHAMMAD IKHSAN MAHAR
·4 menit baca
LONDON, JUMAT — Presiden Asosiasi Sepak Bola Uni Eropa (UEFA) Aleksander Ceferin memastikan, pihaknya tidak akan mengulangi ”kekeliruan” untuk menyelenggarakan Piala Eropa dengan multinegara tuan rumah. Menurut dia, penentuan 11 kota dari 11 negara sebagai lokasi penyelenggara laga turnamen antarnegara Eropa itu menghadirkan ketidakadilan bagi beberapa tim dan para fans.
Konsep tuan rumah di banyak negara itu dicetuskan oleh mantan Presiden UEFA Michel Platini pada 2012. Format berbeda itu dimaksudkan untuk merayakan 60 tahun Piala Eropa bergulir.
Sebenarnya, ide ini sangat menarik, tetapi amat sulit dilaksanakan dan saya tidak berpikir format multinegara tuan rumah ini akan kami ulangi lagi.
”Format Piala Eropa saat ini diputuskan sebelum saya menjabat (Presiden UEFA) dan saya menghargainya. Sebenarnya, ide ini sangat menarik, tetapi amat sulit dilaksanakan dan saya tidak berpikir format multinegara tuan rumah ini akan kami ulangi lagi,” kata Ceferin kepada BBC.
Ceferin menambahkan, hal itu menyebabkan ketidakadilan bagi sejumlah negara dan terlalu mahal bagi para pendukung untuk menyaksikan langsung laga di stadion. Swiss menjadi negara yang paling jauh bepergian di Piala Eropa 2020. Untuk menembus babak perempat final, Swiss tidak pernah memainkan dua laga dalam satu lokasi yang sama.
Sejak menjalani laga pertama melawan Wales di Baku (Azerbaijan), Swiss berpindah ke Roma (Italia), kemudian kembali ke Baku. Di fase gugur, Granit Xhaka dan kawan-kawan menghadapi Perancis di Bukarest (Romania) dan tumbang dari Spanyol di Saint Petersburg (Rusia). Secara total, Swiss menempuh perjalanan sejauh 15.485 kilometer (km). Itu adalah jarak terjauh yang ditempuh 24 peserta Piala Eropa edisi ke-16 tersebut.
Pelatih Swiss Vladimir Petkovic mengakui, dirinya kesulitan untuk mempersiapkan tim karena harus melakukan banyak perjalanan.
”Kami mengalami empat kali perubahan zona waktu di Piala Eropa ini. Hal itu tentu bukan hal yang bagus untuk persiapan kami karena kami harus beradaptasi dengan ritme biologis pemain karena menjalani perjalanan dengan zona waktu yang berbeda,” kata Petkovic.
Sementara Skotlandia yang menjadi juru kunci grup D adalah tim dengan jarak perjalanan terpendek. Jumlah jarak tempuh Skotlandia ialah 1.108 km. Hal itu terjadi ketika mereka melakukan laga melawan Inggris di Stadion Wembley, Inggris. Andai menembus fase gugur, jumlah perjalanan Skotlandia itu akan menambah beberapa kali lipat karena tidak ada laga fase gugur di Stadion Hamden, Glasgow.
Hal itu tentu amat berbeda dengan Inggris. Meskipun memainkan tujuh laga, termasuk laga final, ”Tiga Singa” hanya satu laga meninggalkan London ketika menghadapi Ukraina di babak perempat final yang berlangsung di Stadion Olimpico, Roma. Hingga laga final, Inggris hanya menjalani perjalanan 3.874 km.
Sementara finalis lain, Italia, menjalani laga di tiga kota untuk menembus final. ”Gli Azzurri” memainkan tiga laga di Roma, tiga laga di London, dan satu laga di Muenchen (Jerman). Secara total, Italia menempuh perjalanan sejauh 4.714 km.
UEFA pun telah menentukan Jerman sebagai tuan rumah Piala Eropa berikutnya pada 2024. Jerman menyiapkan 10 stadion di 10 kota untuk menyelenggarakan turnamen antarnegara Eropa ke-17 itu.
Kerugian fans
Ceferin menuturkan, dirinya juga merasa beberapa fans harus mengeluarkan uang lebih banyak dibandingkan dengan pendukung negara lain. Di sisi lain, para pendukung juga harus menghadapi perbedaan urusan administrasi dan mata uang di sejumlah negara yang tidak menggunakan euro.
”Kami harus banyak bepergian untuk memasuki negara-negara dengan jurisdiksi berbeda, mata uang berbeda, negara Uni Eropa dan non-Uni Eropa. Jadi, ini bukanlah perjalanan yang mudah untuk menyaksikan sebuah laga,” ucap Ceferin yang berkebangsaan Slovenia itu.
Selain masalah itu, Ceferin juga menyebutkan beberapa negara tuan rumah memberlakukan aturan para pelancong yang tidak seragam terkait program pencegahan penyebaran Covid-19. Ada negara yang menerapkan para wisatawan cukup membawa sertifikat vaksinasi, tetapi ada pula negara yang mengharuskan para fans melakukan tes usap ketika tiba di negara itu.
”Saya sudah 76 kali melakukan tes usap selama turnamen ini,” ujarnya.
Pelatih Kroasia Zlatko Dalic menjadi salah satu pihak yang tidak suka dengan format Piala Eropa saat ini. Menjalani fase grup di London membuat pendukung Kroasia tidak bisa leluasa datang karena harus menjalani karantina lima hari.
”Kami sangat menderita karena bermain tanpa pendukung kami. Dengan fans kami akan semakin kuat,” kata Dalic yang membawa timnya melaju hingga babak 16 besar.
Meski banyak kendala dalam pelaksanaan Piala Eropa 2020, Ceferin berterima kasih kepada seluruh pelatih, pemain, dan ofisial tim yang mendukung upaya ketat UEFA untuk mencegah penyebaran Covid-19.
”Semua negara peserta sangat profesional dan menghormati sistem gelembung yang kami terapkan. Di stadion, kami menerapkan aturan ketat, bahkan setiap tamu undangan harus menjalani tes usap sebelum menyaksikan pertandingan di tribune,” kata Ceferin. (AFP)