Persahabatan Kekal di Balik Dua Finalis
Di balik kesuksesan Italia dan Inggris menembus final Piala Eropa 2020 terdapat peran penting sosok di balik layar. Roberto Mancini dan Gareth Southgate dibantu oleh para sahabat untuk membangun tim berprestasi.
Capaian Italia dan Inggris menjadi dua tim terbaik di Piala Eropa 2020 bukan sebuah perjalanan yang kebetulan. Ada satu ramuan yang sama diterapkan dua pelatih, Roberto Mancini dan Gareth Southgate. Sebelum membangun tim yang tangguh, mereka terlebih dahulu menciptakan atmosfer nyaman dengan menggaet para sahabat demi membantu di belakang layar.
Ketika masih aktif sebagai pemain pada periode 1981 hingga 2001, Mancini merasakan kejayaan ketika membela Sampdoria pada 1982-1997. Dari 13 kali mengangkat trofi juara ketika masih bermain, sebanyak tujuh trofi diraih Mancini saat berseragam Sampdoria. Hingga kini, ”La Samp” belum pernah lagi menambah jumlah trofi gelar juara sejak Mancini meninggalkan klub itu pada musim panas 1997.
Mancini merupakan bagian dari generasi emas Sampdoria yang merebut gelar Piala Winners musim 1989-1990 dan scudetto Liga Italia pada 1990-1991. Kenangan indah meraih dua gelar juara terbaik yang pernah direngkuh Sampdoria itu tidak bisa dilupakan oleh Mancini.
Baca juga: Jalan Klasik Italia Menembus ”Decimo”
Alhasil, ketika menerima pinangan Federasi Sepak Bola Italia (FIGC) untuk mengisi kursi pelatih ”Gli Azzurri” pada 14 Mei 2018, Mancini ingin mengembalikan kejayaan Italia bersama para sahabatnya yang pernah mengeyam prestasi gemilang bersama Sampdoria. Kenangan 30 tahun silam itu dibawa Mancini untuk mengakhiri penantian trofi Piala Eropa bagi Italia yang telah berlangsung sejak 1968.
Atas dasar itu, mantan pelatih Manchester City itu mengajak dua sahabatnya, yang menjadi bagian skuad Sampdoria ketika merengkuh satu-satunya scudetto bagi tim asal Genoa itu, ke dalam staf pelatih Italia di Piala Eropa 2020. Mereka adalah Attilio Lombardo yang berperan sebagai asisten pelatih serta Gianluca Vialli yang menjabat koordinator tim.
Lombardo, yang bermain untuk Sampdoria pada 1989 hingga 1995, merupakan ”pelayan” yang setia bagi Mancini. Ketika masih bermain, Lombardo adalah gelandang yang menyuplai bola bagi Mancini sebagai penyerang. Lombardo pun mengakui dirinya sangat akrab bersama Mancini.
Sebelum menjadi tangan kanan Mancini di Italia, Lombardo juga membantu Mancini di Manchester City dan Galatasaray. Di dua klub itu, kolaborasi Mancini dan Lombardo selalu berhasil mempersembahkan gelar juara. Keduanya mengakhiri puasa gelar Liga Inggris bagi Manchester City selama 44 tahun. Selain trofi liga, City juga masing-masing meraih satu gelar Piala FA dan Community Shield berkat sumbangsih Mancini dan Lombardo. Di Turki, mereka meraih Piala Turki musim 2013-2014.
Kebersamaan kami di Sampdoria adalah hal yang akan abadi di dalam ingatan saya. Kami meraih banyak hal bersama di Sampdoria.
”Kebersamaan kami di Sampdoria adalah hal yang akan abadi di dalam ingatan saya. Kami meraih banyak hal bersama di Sampdoria,” kata Lombardo seperti dilansir La Gazzetta dello Sport.
Baca juga: ”Tuca-Tuca” Italia Redam ”Tiki-Taka”
Adapun hubungan Mancini dan Vialli telah melebihi batasan ruang di sepak bola. Ikatan keduanya seperti sepasang saudara kandung. Selama tujuh musim bersama-sama membela Sampdoria, keduanya menempati kamar yang sama di asrama klub. Dalam pertandingan tandang, mereka selalu ditempatkan di kamar yang sama. Tak heran mereka sering disebut sebagai ”bromance”.
Itulah yang menjadi alasan keduanya tampil menjadi salah satu duet terbaik dalam sejarah Liga Italia. Tujuh trofi yang dihasilkan Sampdoria selama 74 tahun berdiri merupakan sumbangan dari duo penyerang yang dijuluki ”Si Kembar Gol” itu.
Ketika Vialli tengah berjuang melawan kanker pankreas pada 2018-2020, Mancini terus memberikan dukungan dengan rutin menghubungi sahabatnya itu. Di tengah perjuangannya itu, Mancini membantu Vialli untuk mengembalikan semangat hidupnya dengan merekrut Vialli sebagai ofisial Gli Azzurri sejak November 2019.
”Saya menerima tugas itu demi selalu berada di sisi Roberto di lapangan. Itu mengembalikan banyak kenangan manis bersama dan membangkitkan emosi kami ketika masih bermain bersama dahulu. Satu hal lagi, bekerja dengan para sahabat membuat saya merasa tetap muda,” kata Vialli kepada The Athletic. Menjadi tim koordinator Italia adalah momen kembalinya Vialli ke sepak bola sejak dipecat Watford pada Juni 2002.
Baca juga: Tangis Spinazzola, Spirit Renaisans Italia
Selain Lombardo dan Vialli, ada pula Fausto Salsano yang menjadi pelatih teknik Italia. Salsano memang bukan bagian dari skuad scudetto Sampdoria, melainkan ia adalah pemain utama Sampdoria yang membantu tim meraih Piala Winners 1989-1990 dan tiga trofi Piala Italia. Mancini pun dibantu pula oleh dua mantan rekan lainnya di Sampdoria, yaitu Alberto Evani yang membela Sampdoria pada 1993-1997 serta Massimo Battara yang menjadi kiper kedua Sampdoria pada musim 1982-1983. Evani berperan sebagai asisten pelatih dan Battara adalah pelatih kiper Italia.
”Melaju ke final ini adalah hasil kerja tim. Kami berambisi meraih gelar Piala Eropa melalui perpaduan perjuangan pemain di lapangan dan kerja keras staf kepelatihan untuk mempersiapkan tim sebaik mungkin,” kata Mancini.
Baca juga: Kembalinya Jiwa ”Torero”
Mentor Southgate
Apabila Mancini mengajak para sahabatnya di Sampdoria untuk menduplikasi kejayaan tiga dekade silam, Southgate membangun Inggris bersama sang ”guru”, Steve Holland.
Setelah gagal mempertahankan Middlesbrough di Liga Utama Inggris pada musim 2008-2009, Southgate kemudian lengser dari kursi manajer ”The Boro” pada Oktober 2009. Pengalaman menyakitkan di debutnya sebagai manajer membuat Southgate keluar dari hiruk pikuk sepak bola profesional.
Pada masa itu, Southgate bertemu dan menjalin persahabatan dengan Holland sejak 2009. Holland ketika itu menjabat sebagai pelatih tim cadangan Chelsea. Dalam periode 2009-2011, Southgate nyaris setiap pekan mengunjungi pusat latihan Chelsea di Cobham, London, untuk melihat Holland memimpin latihan dan mendampingi tim muda Chelsea bertanding.
Baca juga: ”Dewi Fortuna” Akhirnya Memeluk Inggris
Sejak Holland mendapat promosi sebagai asisten manajer tim utama ”Si Biru” pada awal musim 2011-2012, kunjungan Southgate beralih ke markas Chelsea, Stadion Stamford Bridge, setiap akhir pekan. Hampir setiap pekan dan seusai pertandingan Chelsea, keduanya berbincang lebih dari satu jam untuk membicarakan taktik dan segala hal tentang perkembangan sepak bola terkini.
Ketika Southgate ditujuk sebagai Pelatih Inggris U-21 pada 2013, Holland menjadi nama teratas yang menjadi permintaan Southgate untuk menjadi bagian tim kepelatihannya. Chelsea pun mengizinkan Holland untuk menjadi asisten pelatih Inggris U-21 tanpa melepas perannya sebagai asisten manajer.
Pengalaman Holland menjadi tangan kanan sejumlah manajer berprestasi Chelsea, seperti Jose Mourinho, Roberto Di Matteo, dan Antonio Conte, adalah bekal yang diperlukan Southgate untuk menghadirkan prestasi bagi ”Tiga Singa”. Keputusan Asosiasi Sepak Bola Inggris (FA) untuk mempromosikan Southgate sebagai pelatih tim senior Inggris diiikuti pula oleh Holland. Alhasil, sejak Juni 2017, Holland melepas jabatan sebagai asisten manajer Chelsea demi fokus sepenuhnya membantu Southgate di tim nasional Inggris.
”Semua tim kepelatihan memiliki kontribusi yang sama sehingga capaian kami selama beberapa tahun terakhir ini bukan hanya hasil kerja Gareth (Southgate) dan saya. Selama delapan tahun saya membantunya, kami amat jarang berbeda pendapat,” ujar Holland dilansir Daily Mail.
Southgate pun memuji setinggi langit Holland. ”Ia adalah pelatih paling berpengalaman di Inggris dengan latar belakang pengalaman melatih para pemain muda hingga mendampingi para manajer terbaik di dunia. Kami membangun hubungan baik nan kritis sehingga ia tidak segan menanggapi pandangan saya terhadap pertandingan,” kata Southgate.
Baca juga: Penebusan Kane Muluskan Langkah Inggris ke Final Pertama
Selama empat musim bahu-membahu di tim Tiga Singa, keduanya semakin intens bersama. Mereka amat rajin menyaksikan pertandingan di Liga Inggris, baik secara langsung di stadion maupun di depan laptop. Tak heran pula Holland selalu tersorot kamera berada di samping Southgate pada setiap laga Inggris pada Piala Eropa 2020.
Selain Holland, Southgate juga memiliki hubungan persahabatan dengan Chris Powell, yang juga berperan sebagai asisten pelatih Inggris. Kebersamaan keduanya bermula ketika mereka bersama-sama membela Crystal Palace pada 1988 hingga 1990. Di timnas Inggris, Powell berperan menjaga kondisi mental para pemain.
Program permainan bola basket, golf mini, frisbee, hingga gim kalkun karet di sela latihan merupakan inisiatif Powell. Selain mempersiapkan segala kebutuhan gim itu, Powell juga selalu ikut serta memainkan permainan itu dengan para pemain di Saint George Park, pusat latihan Inggris.
Baca juga: Imajinasi Juara ”Tiga Singa”
”Chris memberikan iklim positif dan energi di dalam kamp. Ia seperti fans di pinggir lapangan yang tak pernah berhenti menyemangati kami,” ujar bek Inggris, Harry Maguire.
Peran sosok di balik layar akan amat menentukan laga pada partai puncak Piala Eropa 2020 di Stadion Wembley. Persahabatan para pelatih itu akan semakin terasa mengagumkan apabila mampu dilengkapi trofi juara. (REUTERS)