Karolina Pliskova mendapat peluang langka untuk membuktikan kemampuannya sebagai salah satu petenis papan atas dunia dengan lolos ke final Wimbledon 2021. Dia akan menantang petenis nomor satu dunia, Ashleigh Barty.
Oleh
YULIA SAPTHIANI
·4 menit baca
LONDON, SABTU — Di Wimbledon 2021, petenis Ceko, Karolina Pliskova, menjadi bagian dari sejarah tenis putri, yaitu salah satu dari enam tunggal putri aktif yang bisa mencapai semifinal di semua Grand Slam. Setelah selalu gagal memanfaatkan semua peluang yang pernah diraih, Pliskova mendapat kesempatan langka, yakni tampil pada final Grand Slam.
Kesempatan itu akan dijalani di Lapangan Utama All England Club, London, Inggris, Sabtu (10/7/2021), pada final Wimbledon melawan Ashleigh Barty. Pliskova tampil pada laga puncak setelah mengalahkan Aryna Sabalenka, 5-7, 6-4, 6-4, pada semifinal, sedangkan Barty menang atas Angelique Kerber, 6-3, 7-6 (7/3).
Saat memastikan lolos ke semifinal, Pliskova menyejajarkan dirinya dengan lima nama lain sebagai tunggal putri aktif yang bisa tampil pada semifinal keempat Grand Slam. Lima nama lainnya ialah Serena Williams, Venus Williams, Kim Clijsters, Victoria Azarenka, dan Simona Halep.
Pliskova juga memiliki kesamaan lain dengan mereka, yaitu menempati puncak peringkat dunia. Dia berada pada posisi itu selama 17 Juli-10 September 2017.
Namun, dibandingkan lima nama lain, hanya Pliskova yang belum pernah membawa pulang trofi juara turnamen mayor. Pada satu-satunya final Grand Slam yang dijalani, AS Terbuka 2016, dia kalah dari Kerber. Sementara itu, Serena menjadi yang teratas dengan 23 gelar Grand Slam, Venus (7), Clijsters (4), Azarenka (2), dan Halep (2).
”Memang ada yang seperti saya. Namun, ada juga petenis yang juara Grand Slam, setelah itu penampilannya merosot dan mereka tak pernah menempati peringkat 10 besar dunia. Saya tak tahu mana yang lebih baik,” ujar Pliskova pada salah satu sesi konferensi pers.
Sejak sistem peringkat dunia tunggal putri menggunakan sistem komputer pada 1975, hingga sebelum final tunggal putri Wimbledon 2021 berlangsung, ada tiga petenis nomor satu dunia yang tak pernah menjuarai Grand Slam. Selain Pliskova, dua petenis lainnya ialah Dinara Safina (Rusia) dan Jelena Jankovic (Serbia).
Target saya hanya menembus pekan kedua. Saya tak pernah berpikir bisa ke final. Namun, Sascha sangat percaya diri. Setelah semifinal, dia bilang, ’Saya sudah bilang padamu bahwa kamu akan ke final’. Saya masih setengah percaya ini telah terjadi.
Pliskova pun selalu bertahan dalam posisi 10 besar dunia sejak 2016 hingga akhirnya menempati peringkat ke-13 sejak 28 Juni. Petenis dengan tinggi badan 186 sentimeter itu dikenal sebagai pemain dengan pukulan yang keras, terutama servis. Dia kerap menjadi petenis dengan as terbanyak setiap musim.
Namun, penampilannya sering kali tak konsisten. Pliskova kerap terkendala masalah mental. Di lapangan, sikap tubuhnya selalu memperlihatkan semangat juang yang rendah.
Pada kasus terakhir, Pliskova tak berkutik ketika bertemu Iga Swiatek pada final Roma Masters, Mei. Dia kalah, 0-6, 0-6, dan hanya mendapat 13 poin.
Di arena Grand Slam, dia disalip oleh Halep, yang seusia dengannya, juga oleh petenis lain yang lebih muda. Garbine Muguruza, misalnya, telah memperoeh dua gelar Grand Slam. Naomi Osaka, petenis 23 tahun yang baru menembus final Grand Slam pada 2018, telah mengumpulkan empat gelar.
Di Wimbledon ini, Pliskova pun tak begitu yakin bisa melangkah ke final. Ini berbeda dengan optimisme pelatihnya, Sascha Bajin, yang merupakan mantan pelatih Osaka.
”Target saya hanya menembus pekan kedua. Saya tak pernah berpikir bisa ke final. Namun, Sascha sangat percaya diri. Setelah semifinal, dia bilang, ’Saya sudah bilang padamu bahwa kamu akan ke final’. Saya masih setengah percaya ini telah terjadi,” tuturnya.
Kini, menjelang pertemuan dengan Barty, Pliskova meyakini apa pun bisa terjadi meski dia kalah lima kali dari tujuh pertemuan. ”Saya tahu Ash adalah juara Grand Slam. Namun, ini juga menjadi final pertamanya di Wimbledon. Jadi, peluang kami adalah sama,” katanya.
Namun, Pliskova juga sangat mewaspadai permainan variatif Barty. Oleh Kerber, juara Perancis Terbuka 2019 itu disebut sebagai petenis yang cerdas.
”Dia tahu kapan saatnya harus menggunakan pukulan slice, lalu ke net untuk mendapat poin melalui forehand. Dia sangat percaya diri tampil dalam pertandingan besar,” ujar Kerber, tiga kali juara Grand Slam, termasuk Wimbledon 2018.
Memori yunior
Di sisi lain, Barty menilai, final yang dicapainya pada tahun ini adalah hasil pembelajaran di lapangan rumput sejak masa yunior. Pada kategori itu, dia menjuarai tunggal putri Wimbldon 2011.
”Wimbledon adalah tempat luar biasa untuk belajar. Saya datang ke sini, sepuluh tahun lalu, sebagai pemain yunior, dan mendapat banyak pelajaran selama sepekan berada di sini. Saya juga belajar dari masa sulit pada 2018 dan 2019,” katanya.
Pada 2018, petenis berusia 25 tahun itu kalah pada babak ketiga, diikuti kekalahan pada babak keempat, setahun berikutnya. Kekalahan pada 2019 sangat berat diterima karena dia juara Perancis Terbuka, kurang dari sebulan sebelumnya.
Hasil tersebut membuat Barty bertekad mencari jawaban untuk bisa tampil lebih baik di Wimbledon. Dia pun mengembalikan kenangan masa yunior.
”Saya mengenang kembali pengalaman tampil di sini pada masa itu. Setiap kali kembali ke tempat ini, selalu terasa spesial dan nyaman. Saya selalu merasa seperti itu sejak dulu hingga sekarang,” katanya.
Barty pun berharap, kenyamanan itu akan memberinya hasil baik pada final di All England Club, seperti halnya sepuluh tahun lalu.
Di tunggal putra, petenis Italia, Matteo Berrettini, lolos ke final Grand Slam untuk pertama kali setelah mengalahkan petenis Polandia, Hubert Hurkacz, 6-3, 6-0, 6-7 (3/7), 6-4. Di laga final, Berrettini akan menghadapi pemenang laga antara juara bertahan Novak Djokovic dan petenis muda Denis Shapovalov. (AFP/REUTERS)