Keberuntungan menjadi salah satu faktor yang mengantarkan Inggris melaju ke final pertama Piala Eropa. Setelah 55 tahun berlalu, ”Tiga Singa” memiliki kesempatan terbaik untuk kembali meraih trofi di Stadion Wembley.
Oleh
MUHAMMAD IKHSAN MAHAR
·5 menit baca
AFP/POOL/JUSTIN TALLIS
Pemain timnas Inggris, Harry Kane (kanan), merayakan golnya ke gawang Denmark pada semifinal Piala Eropa 2020 di Stadion Wembley, London, Kamis (8/7/2021) dini hari WIB. Inggris memenangi laga itu dengan skor 2-1.
LONDON, KAMIS — Setelah menanti selama 55 tahun, menjalani 302 pertandingan, dan menempuh laga di 52 negara usai menjuarai Piala Dunia 1966, Inggris akhirnya akan merasakan lagi berduel di partai final turnamen besar. Di luar penampilan tim ”Tiga Singa” yang amat solid dan kokoh di lini belakang, ”dewi fortuna”, sang dewi keberuntungan, memeluk kembali Inggris untuk membantu langkah ke partai final Piala Eropa 2020.
Gary Lineker, legenda sepak bola Inggris, mengatakan, dirinya untuk pertama kali memiliki keyakinan bahwa Tiga Singa akan mengakhiri dahaga trofi di Piala Eropa. Menurut dia, Inggris di bawah asuhan Gareth Southgate telah menampilkan permainan sebagai salah satu tim terbaik di dunia saat ini. Meski begitu, Inggris di Piala Eropa 2020, katanya, memiliki keberuntungan yang tidak dimiliki oleh generasi terdahulu sejak merengkuh Piala Dunia 1966.
Saya telah lama mengikuti Inggris. Saya melihat selalu ada yang salah dan nasib buruk terus-menerus menghambat Inggris di turnamen mayor. Namun, kali ini nasib tim ini sedikit berbeda, lawan pun dijauhi keberuntungan melawan kami, misalnya Thomas Mueller yang gagal memanfaatkan peluang emas.
”Saya telah lama mengikuti Inggris. Saya melihat selalu ada yang salah dan nasib buruk terus-menerus menghambat Inggris di turnamen mayor. Namun, kali ini nasib tim ini sedikit berbeda, lawan pun dijauhi keberuntungan melawan kami, misalnya Thomas Mueller yang gagal memanfaatkan peluang emas. Mungkin inilah saatnya (Inggris juara),” kata Lineker kepada BBC.
Lineker ketika membela Inggris pada periode 1984 hingga 1992 setidaknya mengalami dua kali nasib buruk itu. Pertama, tragedi ”tangan Tuhan” Diego Maradona yang menyingkirkan Tiga Singa di babak perempat final Piala Dunia 1986.
Kemudian, Lineker menyaksikan rekan setimnya, Chris Waddle, gagal memanfaatkan peluang di masa perpanjangan waktu babak semifinal Piala Dunia 1990 melawan Jerman. Sepakan keras Waddle yang tinggal berhadapan satu lawan satu dengan kiper Jerman, Bodo Illgner, membentur tiang gawang. Inggris akhirnya tersingkir dalam drama adu penalti.
Inggris juga harus mengubur impian untuk merasakan gelar perdana di Piala Eropa ketika menjadi tuan rumah pada edisi 1996. Lagi-lagi Jerman menyingkirkan Inggris di semifinal melalui adu penalti.
Rasa frustrasi Inggris untuk mendambakan trofi juara memuncak pada Piala Dunia 2010. Kala itu, sepakan keras Frank Lampard yang membentur mistar dan telah melewati garis gawang tidak dianggap gol ketika Inggris tertinggal 1-2 di akhir babak pertama laga perempat final kontra Jerman. Tiga Singa kembali harus mengakui ”Die Mannschaft” dengan skor 1-4.
Berbeda dengan empat turnamen yang menyematkan kenangan buruk bagi para pendukung Inggris itu, Piala Eropa 2020 seakan menghadirkan keberuntungan demi keberuntungan bagi Tiga Singa. Seperti yang telah disebut Lineker, kegagalan Mueller, penyerang Jerman, di babak 16 besar seakan menjadi sinyal keberuntungan akhirnya kembali menaungi Inggris.
Pool/AFP/Paul ELLIS
Pemain depan Denmark, Christian Norgaard (kiri), berebut bola dengan pemain Inggris, Phil Foden, pada babak semifinal Piala Eropa 2020 di Stadion Wembley, London, Kamis (8/7/2021) dini hari WIB.
Mueller mendapatkan peluang terbaik bagi Jerman untuk menyamakan skor di menit ke-81. Sayang, sepakan Mueller yang sudah berhadapan satu lawan satu dengan kiper Inggris, Jordan Pickford, melenceng ke sisi kanan gawang Inggris.
Kontroversi
Untuk bisa menjadi juara kembali, Inggris rasanya juga perlu menghasilkan sebuah kontroversi. Pada 1966, gol Geoff Hurst ke gawang Jerman disahkan hakim garis, Tofik Bakhramov, meskipun belum melewati garis gawang menjadi awal mula rivalitas abadi Jerman terhadap Tiga Singa. Sumbangan gol Hurst membawa Inggris unggul 3-2 di masa perpanjangan waktu atas Jerman Barat. Inggris akhirnya mengalahkan Jerman Barat 4-2 untuk mengoleksi satu-satunya trofi turnamen mayor hingga saat ini.
Kontroversi juga membayangi kemenangan Inggris atas Denmark pada laga semifinal di Stadion Wembley, Kamis (8/7/2021) dini hari WIB. Raheem Sterling yang melakukan penetrasi ke kotak penalti Denmark terjatuh setelah diapit oleh pemain Denmark, Joakim Maehle dan Mathias Jensen. Wasit Danny Makkelie tanpa ragu menunjuk titik putih meskipun dalam tayangan ulang tidak ada tekel atau benturan yang dilakukan Maehle atau Jensen kepada Sterling.
Penalti yang dieksekusi Harry Kane pada menit ke-104 memang ditepis Kasper Schmeichel, tetapi bola pantulan berhasil dimanfaatkan kapten Tiga Singa itu untuk menyegel kemenangan 2-1.
Pool/AFP/Paul ELLIS
Pemain Denmark, Mikkel Damsgaard, meluapkan kegembiraannya setelah berhasil menceploskan bola dan membuat timnya unggul terlebih dahulu saat melawan Inggris.
”Insiden itu bukan penalti. Saya tidak tahu mengapa VAR (asisten wasit peninjau video) tidak meminta wasit melihat tayangan ulang kejadian itu,” kata mantan pelatih Arsenal, Arsene Wenger, kepada beIN Sport.
Pelatih Denmark Kasper Hjulmand pun marah dengan hukuman penalti yang diterima skuadnya. Menurut Hjulmand, keputusan penalti itu amat kejam bagi para pemainnya dan seluruh pendukung Denmark.
”Saya telah membaca media internasional, mereka menulis bahwa penalti tidak seharusnya diberikan. Kami sangat kecewa dengan keputusan wasit,” ujar Hjulmand.
Mantan kiper Inggris, Peter Shilton, menyatakan, penalti yang diberikan untuk Inggris memang bisa diperdebatkan. ”Denmark adalah tim yang bagus, Schmeichel menciptakan banyak penyelamatan krusial yang pantas menjadi gol bagi Inggris. Penalti itu menjadi keputusan wasit sebab untuk melaju final Anda butuh sedikit keberuntungan kecil yang bisa mengubah jalannya laga,” ujar Shilton.
Pool/AFP/Laurence Griffiths
Antusiasme pendukung tim tuan rumah saat pertandingan babak semifinal Piala Eropa 2021 antara Inggris melawan Denmark, Kamis (8/7/2021) dini hari WIB. WHO menyebut bahwa penonton laga Piala Eropa 2020 telah membuat angka penularan Covid-19 naik cukup signifikan. Kerumunan orang di stadion sepak bola, pub, dan bar di kota tuan rumah mendorong peningkatan infeksi virus.
Dukungan ”fans”
Tidak hanya soal penampilan dan keberuntungan, bagi Southgate, dukungan sekitar 55.000 pendukung Inggris di Wembley pada laga semifinal adalah faktor penentu lain kemenangan timnya. Ia menekankan, seluruh skuad Tiga Singa sangat ingin memberikan persembahan agung bagi para fans di stadion kebanggaan mereka.
Pada laga final, Inggris akan berjumpa dengan Italia di Wembley, Senin (12/7/2021) pukul 02.00 WIB. Pendukung Inggris mendapat jatah tiket sekitar 50.000 orang dari total 60.000 kapasitas Wembley yang diizinkan untuk laga final nanti.
”Hal yang paling menggembirakan bagi kami ialah memberikan seluruh pendukung dan negara ini sebuah malam yang akan selalu dikenang. Perjalanan kami sudah mendekati akhir dan kami akan berjuang untuk menghadirkan kebahagiaan dalam empat hari mendatang,” kata Southgate.
Kane menambahkan, ”Kami tahu Italia akan menjadi lawan yang sangat tangguh. Namun, kami telah menjalani turnamen yang luar biasa dan hanya butuh satu kemenangan di Wembley untuk memulangkan sepak bola ke ’rumah’,” ujar Kane yang menyumbangkan empat gol di Piala Eropa 2020.
AFP/POOL/JUSTIN TALLIS
Pemain belakang Denmark, Simon Kjaer (kiri), membuat gol bunuh diri setelah salah mengantisipasi bola yang ditujukan bagi pemain Inggris, Raheem Sterling (tengah), pada semifinal Piala Eropa 2020 di Stadion Wembley, London, Kamis (8/7/2021) dini hari WIB.
Bagi ribuan pendukung Inggris yang akan memadati Wembley di partai puncak nanti, mereka memiliki dua tekad hadir di tribune. Pertama, menyaksikan Inggris menang dan mengangkat trofi ”Henri Delaunay”. Kedua, menyanyikan secara bersama-sama anthem kemenangan, yakni sebuah hit milik Neil Diamond yang dirilis 1969 lalu berjudul ”Sweet Caroline”.
”Sweet Caroline/Good times never seemed so good/I’ve been inclined/To believe they never would...”. Itulah penggalan lirik yang menjadi harapan pendukung Inggris agar nasib baik kembali berpihak pada Tiga Singa di laga final, seperti pada 1966. Hasil manis pada partai puncak ibarat buah ceri dari kue indah yang telah disusun Inggris selama Piala Eropa 2020. (AFP)