Proses 16 tahun telah menjadikan Chris Paul sebagai sosok sempurna. Buah matang itu terlihat dalam debutnya di final NBA.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
Sebelum final NBA, Chris Paul sempat kebingungan. Point guard veteran Phoenix Suns ini tidak tahu harus melakukan kegiatan apa untuk membunuh waktu jelang gim pertama partai puncak. Dia masih sangat awam dengan pengalaman baru ini.
Selama 16 tahun berkarier, dia hanya menjadi penonton setia ketika final liga bola basket terbesar di dunia tersebut. Sekarang, pemain 36 tahun tersebut menjalani sendiri peran sebagai aktor utama di seri pamungkas NBA.
Dengan rasa bingung campur gugup jelang pertandingan, dia memilih untuk menonton pertandingan olahraga lain. ”Saya menonton sepak bola juga pertandingan es hoki. Saya menghabiskan waktu berpikir bagaimana cara mereka melakukan gerakan-gerakan itu (melewati lawan),” katanya seperti dikutip ESPN.
Keawaman Paul hilang seketika saat masuk ke lapangan. Dalam debut di final, dia bermain bagaikan seorang yang telah juara berkali-kali. Paul memimpin Suns menang atas Milwaukee Bucks, 118-105, dalam gim pertama final NBA di Arena Phoenix Suns, Phoenix, Rabu (7/7/2021).
Pemain berjuluk ”Point God” ini bermain fenomenal lewat sumbangan 32 poin dan 9 asis. Saking istimewa, debut ini sampai memecahkan catatan yang sudah bertahan tiga dekade. Menurut ESPN, pemain yang terakhir kali menghasilkan minimal 30 poin dan 8 asis dalam debut di final adalah legenda hidup NBA, Michael Jordan (1991).
”Saya sangat bahagia dengan kesempatan ini. Kuncinya hanya fokus pada laga ini. Saya hanya ingin berada dan hidup dalam momen ini,” kata Paul yang sudah melalui 1.213 gim sebelum akhirnya bisa merasakan atmosfer final tersebut.
Paul tidak hanya mengalahkan rasa gugup dirinya sendiri. Dia juga menghidupkan ”api” dari pasukan muda Suns. Berkatnya, pemain seperti shooting guard Devin Booker (27 poin) dan center Deandre Ayton (22 poin) bisa tampil percaya diri dan turut bersinar.
”Dia mendorong tim ini. Dia juga memimpin tim ini sehari-hari. Paul telah membuat kami semua berada di level yang berbeda. Dampaknya terasa dari ruang ganti sampai ke lapangan,” ujar Booker.
Sosok berbeda
Padahal, kepemimpinan itu penuh intrik. Kepemimpinan sesungguhnya adalah ketika orang mengikuti Anda. Jika tidak, Anda hanya akan berjalan sendirian.
Pelatih Phoenix Suns Monty Williams sangat kagum dengan kepemimpinan Paul. Sosok Paul sangat dihormati oleh seluruh pemain hingga staf pelatih. ”Padahal, kepemimpinan itu penuh intrik. Kepemimpinan sesungguhnya adalah ketika orang mengikuti Anda. Jika tidak, Anda hanya akan berjalan sendirian,” ujarnya.
Williams pernah bekerja sama dengan Paul di New Orleans Hornets pada 2011. Kata Williams, anak asuhnya tersebut sudah berubah drastis dibandingkan sekarang. Paul telah menjadi sosok yang minim ego. Peraih Rookie of The Year 2005-2006 ini melakukan segalanya demi kepentingan tim.
Berkatnya, beban Williams sebagai pelatih berkurang sebagian. Paul dengan intuisi seorang pemimpin dan pengalaman segudang sudah tahu apa yang harus dilakukan tim di lapangan. ”Sekarang saya lebih sering membiarkan dia memutuskan apa yang akan dimainkan,” ujar sang pelatih.
Paul mengambil tanggung jawab lebih dalam dua laga terakhir sekaligus terpenting Suns. Dia yang sebelumnya lebih berperan sebagai pengatur serangan, sekarang juga menjadi mesin skor utama tim.
Dalam gim terakhir final wilayah versus Los Angeles Clippers, Paul menjadi pahlawan kemenangan tim dengan sumbangan 41 poin. Jumlah poin itu merupakan yang tertinggi sepanjang kariernya di playoff.
Lalu, peraih dua emas Olimpiade ini juga kembali menjadi pencetak poin terbanyak dalam gim pertama final versus Bucks. Total, dia menghasilkan 73 poin dan 17 asis dalam dua gim terakhir.
Paul tampaknya menyadari harus mengambil tanggung jawab lebih agar tim muda ini bisa terangkat. Dia ingin menjadi orang yang dicontoh Booker dan rekan-rekan. Bukan hanya pemimpin yang banyak menuntut.
”Beberapa tahun lalu, saya mungkin akan melompat dari bangku dan meneriaki pemain lain dari bangku cadangan. Sekarang saya lebih memilih tenang di garis lapangan. Anda harus tahu cara memimpin yang benar karena karakter setiap pemain berbeda,” kata Paul.
Sosok pemimpin hebat juga tecermin dengan perjuangannya melawan cedera. Pemain setinggi 1,83 meter ini nekat bermain dengan kondisi cedera bahu saat melawan LA Lakers di babak pertama playoff. Dia juga memilih langsung tampil setelah sempat absen dua laga di final wilayah akibat positif Covid-19.
Termasuk di laga tadi, tangan kiri Paul sempat diperban seusai laga. Reporter lapangan ESPN, Malika Andrews, menanyakan kondisi tangannya. Namun, Paul justru merasa tidak ada cedera apa pun. ”Saya tidak tahu yang Anda bicarakan,” katanya sambil menyeringai.
Bagi Paul, hal terpenting saat ini adalah menjuarai NBA. Suns tinggal butuh tiga kemenangan lagi untuk juara. ”Kami tidak boleh cepat puas. Ini baru satu kemenangan. Kami harus tetap berada dalam fokus yang sama,” ujarnya.
Penantian Paul sangatlah panjang untuk menuju final. Dia butuh ribuan malam sampai ke titik ini. Namun, semua itu tampaknya sepadan. Paul sekarang berada di partai puncak sebagai sosok yang sempurna untuk membawa pulang cincin juara. (AP/AFP)