Jelang berangkat ke Olimpiade Tokyo, atlet maupun pelatih Indonesia yang akan berpartisipasi dalam ajang itu mulai menjalani simulasi protokol kesehatan. Mereka berlatih terpisah dan tinggal di kamar sendirian.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH dan Agung Setyahadi
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Menjelang keberangkatan menuju Olimpiade Tokyo, atlet-atlet maupun pelatih Indonesia yang akan berpartisipasi dalam ajang itu mulai berlatih terpisah untuk meminimalisir kontak dengan orang luar. Selain mencegah tertular Covid-19, langkah itu juga menjadi simulasi protokol kesehatan yang bakal dijalani selama Olimpiade ke-32 tersebut berlangsung.
Perlakuan khusus itu antara lain dijalani dua atlet atletik binaan Pengurus Besar Persatuan Atletik Seluruh Indonesia (PB PASI) yang akan berangkat ke Olimpiade Tokyo, yakni pelari 100 meter Lalu Muhammad Zohri dan pelari 100 meter putri Alvin Tehupeiory. Manajer Pelatnas PB PASI Agustinus Ngamel saat ditemui, Selasa (6/7/2021), mengatakan, pihaknya menerapkan kebijakan itu kepada Zohri dan Alvin mulai akhir bulan lalu.
Sejauh ini, Zohri dan Alvin tidak lagi satu kamar dengan rekan-rekannya. Kedua atlet mendapatkan kamar khusus dan sendirian. Latihannya tidak lagi bergabung dengan rekan-rekannya, melainkan berlatih sendiri dengan pelatih masing-masing di lintasan maupun ruangan beban.
”Jadi, kalau Zohri atau Alvin latihan, semua teman-temannya harus menyingkir dahulu. Kalau mereka selesai latihan, yang lain baru bisa latihan. Bahkan, di ruang beban, semua peralatan yang bakal dipakai oleh Zohri atau Alvin mesti disemprot desinfektan lebih dahulu,” ujarnya.
Selain itu, Agustinus menuturkan, Zohri dan Alvin tidak lagi mengambil makan di tempat makan yang tersedia di hotel. Kini, makanan untuk mereka diantar langsung ke depan kamar masing-masing. ”Kami sengaja buat mereka tidak nyaman dari sekarang. Situasi ini tidak jauh beda dengan di Jepang nanti,” katanya.
Agustinus mengutarakan, semua kondisi itu diterapkan agar Zohri dan Alvin terhindar dari infeksi virus korona baru, apalagi mereka sudah mulai menjalani protokol kesehatan yang harus dipenuhi sebelum bertolak ke Tokyo, Jepang. Persiapan menjalani protokol itu antara lain mengunduh aplikasi kontrol kesehatan yang dibuat Jepang, yakni Ocha atau Cocoa.
Dalam aplikasi itu, Zohri dan Alvin wajib melaporkan kondisi kesehatan dan kegiatan yang dilakukan minimal dua pekan sebelum berangkat ke Tokyo yang direncanakan pada 24 Juli mendatang.
”Salah satu permintaan dari panitia, calon peserta Olimpiade tidak boleh lagi ke mana-mana (meminimalisir interaksi). Untuk itu, aktivitas mereka hanya dari penginapan ke tempat latihan dan sebaliknya, serta tidak berlatih dengan banyak orang,” tuturnya.
Hal yang sama terjadi di tempat latihan lifter Eko Yuli Irawan dan Deni di Empire Fit Club, Kompleks Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta. Selama PPKM Darurat pada 3-20 Juli, pelatih Lukman menyampaikan, aktivitas latihan Eko dan Deni tertutup dari orang luar pelatnas. Lagi pula, sesuai jadwal tim angkat besi, Eko dan Deni bertolak ke Tokyo pada 17 Juli nanti.
Setelah dua pekan berlatih bersama Harry Marra, menurut Eni, teknik pelari bertinggi 170 sentimeter itu jauh membalik.
Latihan tidak terganggu
Walau menjalani perlakuan khusus, latihan Zohri maupun Alvin tidak terganggu. Zohri misalnya, dia berlatih dengan didampingi pelatihnya, Eni Nuraini; pelatih asal Amerika Serikat, Harry Marra; dan penerjemah, Nurul Imaniar, di lintasan Stadion Madya Senayan, Jakarta. Kemarin, 21 tahun itu menjalani latihan daya tahan kecepatan di lintasan 120 meter sebanyak tiga kali.
Sehabis latihan, Eni sambil menjaga jarak dengan wartawan, menjelaskan, latihan itu bertujuan untuk meningkatkan daya tahan kecepatan dan kebugaran Zohri agar siap untuk berlomba dua hingga tiga kali dalam sehari yang mungkin terjadi di Olimpiade. Berkaca dari kejuaraan uji coba Olimpiade di Tokyo pada 9 Mei lalu, fisik pelari asal Lombok Utara itu masih kedodoran ketika berlomba dua kali dalam sehari.
Waktu itu, Zohri menjalani babak penyisihan di heat dua pada pagi hari dan finis keempat dengan waktu 10,34 detik. Namun, di babak final pada petang hari, posisinya melorot menjadi finis ketujuh dengan waktu 10,45 detik.
Di sisi lain, teknik berlari Zohri tetap diperhatikan. Setelah dua pekan berlatih bersama Harry Marra, menurut Eni, teknik pelari bertinggi 170 sentimeter itu jauh membalik. Saat balok start, posisi tubuhnya sudah bisa miring sempurna 45 derajat dari ujung kepala sampai ujung kaki. Pandangan mata Zohri tidak lagi menunduk ke bawah, melainkan otomatis melihat ke depan setelah langkah ketiga atau keempat.
Dari langkah pertama sampai keempat, langkah kaki Zohri lebih bertenaga sehingga bisa keluar dari start jauh lebih cepat. Teknik mengangkat pahanya jauh lebih sempurna, yakni tapak kaki sejajar pinggang sehingga punya daya dorong lebih besar.
”Saat ini, posisi tangannya yang masih perlu perbaikan karena masih agak tinggi sehabis start. Terus, langkah kakinya coba dipangkas dari biasanya 44 langkah dari start hingga finis menjadi 41 langkah agar catatan waktunya jauh lebih baik,” terang Eni yang menilai Zohri punya potensi menembus waktu di bawah 10 detik pada Olimpiade mendatang.