Petenis putri dari Tunisia, Ons Jabeur, mendapat tiket perempat final Wimbledon setelah mengalahkan petenis Polandia, Iga Swiatek, di babak keempat. Jabeur telah menjadi inspirasi bagi anak-anak di Afrika.
Oleh
YULIA SAPTHIANI
·4 menit baca
AP PHOTO/ALBERTO PEZZALI
Petenis Tunisia, Ons Jabeur melakukan selebrasi setelah mengalahkan petenis Polandia, Iga Swiatek, dalam pertandingan babak keempat Wimbledon di Lapangan 2 All England Club, London, Senin (5/7/2021). Jabeur menang, 5-7, 6-1, 6-1.
LONDON, SENIN-Akhir pekan lalu, Ons Jabeur menilai, kemenangan atas Garbine Muguruza pada babak ketiga Wimbledon menjadi hari terbaiknya. Tiga hari setelah itu, Jabeur mendapatkan hari yang lebih baik dengan mendapatkan tiket ke perempat final pada Grand Slam paling bergengsi tersebut.
Momen itu terjadi ketika Jabeur mengalahkan Iga Swiatek pada babak keempat, Senin (5/7/2021). Bermain di Lapangan 2 All England Club, London, Jabeur menang, 5-7, 6-1, 6-1.
Kehilangan set pertama dalam pertemuan kedua dengan Swiatek, Jabeur mendominasi dua set berikutnya dengan pilihan pukulan yang lebih bervariasi dari lawannya. Berbeda dengan pertandingan melawan Muguruza, ketika Jabeur banyak mendapat poin dari dropshot, kali ini dia hanya sesekali melancarkan pukulan dengan laju pelan itu.
Jabeur menggunakan dropshot ketika Swiatek berada jauh di belakang baseline agar pukulannya sulit dijangkau. Kalaulah pukulannya bisa dikembalikan, dengan cerdik, Jabeur melambungkan bola ke arah baseline hingga Swiatek benar-benar tak bisa menjangkaunya.
ADRIAN DENNIS / AFP
Petenis Tunisia, Ons Jabeur bersiap melakukan servis saat melawan petenis Polandia, Iga Swiatek, dalam pertandingan babak keempat turnamen bergengsi Wimbledon di Lapangan 2 All England Club, London, Senin (5/7/2021). Jabeur menang, 5-7, 6-1, 6-1.
Selebihnya, petenis Tunisia itu menekan Swiatek melalui pukulan keras dengan sudut tajam. Servis yang berkecepatan hingga 173 kilometer per jam, juga, banyak menghasilkan poin, di antaranya sembilan poin dari as.
Melawan Iga, saya memang harus bermain agresif. Dan, di kala bergerak di lapangan rumput lebih sulit dibandingkan di tanah liat, memilih jenis pukulan yang tepat menjadi kunci.
“Melawan Iga, saya memang harus bermain agresif. Dan, di kala bergerak di lapangan rumput lebih sulit dibandingkan di tanah liat, memilih jenis pukulan yang tepat menjadi kunci,” kata Jabeur yang akan berhadapan dengan unggulan kedua, Aryna Sabalenka, pada perempat final. Dalam babak keempat, Sabalenka mengalahkan Elena Rybakina, 6-3, 4-6, 6-3.
Berdasarkan pengalaman saat mengalahkan Jabeur pada babak pertama WTA Washington 2019, Swiatek memang mewaspadai kecerdikan Jabeur dalam menggunakan pukulan yang variatif. “Dia bisa memanfaatkan pukulan slice, datar, atau topspin di lapangan rumput dengan baik,” ujar unggulan ketujuh itu.
Mantan petenis, Daniela Hantuchova, pun menilai, Jabeur memiliki kelebihan dalam pukulan variatif yang jarang dimiliki petenis putri. Semifinalis Australia Terbuka 2008 ini, bahkan, berpendapat, perjalanan Jabeur di Wimbledon tak akan terhenti jika bisa melewati Sabalenka pada perempat final.
AP PHOTO/ALBERTO PEZZALI
Petenis Tunisia, Ons Jabeur bertanding melawan petenis Polandia, Iga Swiatek, dalam pertandingan babak keempat Wimbledon di Lapangan 2 All England Club, London, Senin (5/7/2021). Jabeur menang, 5-7, 6-1, 6-1.
Sebelum lolos ke perempat final Wimbledon, Jabeur telah berkali-kali membuat sejarah bagi tenis Tunisia dan bangsa Arab. Dia menjadi petenis Arab pertama yang mencapai perempat final Grand Slam saat tampil di Australia Terbuka 2020. Jabeur pun menjadi petenis putri Arab pertama yang mendapat gelar dari turnamen WTA, yaitu pada salah satu turnamen pemanasan Wimbledon, WTA Birmingham.
Usai memastikan langkah ke babak keempat Wimbledon, pekan lalu, ucapan selamat berdatangan, termasuk dari para politisi di Tunisia. Pencapaiannya juga menjadi kabar baik di tengah gelombang ketiga pandemi Covid-19 di negara bagian utara Afrika tersebut.
Mantan Menteri Pariwisata Armak Karboul berterima kasih karena Jabeur telah menginsipirasi bangsa Tunisia. Fadhel Moussa, Walikota Ariana (kota di dekat Tunis), menyebut prestasi Jabeur sangat luar biasa. Petenis berusia 26 tahun itu pun menjadi figur terkenal meski tenis bukan olahraga populer di Tunisia.
Sumber Inspirasi
Berasal dari lingkungan sederhana di Sousse, kota tepi laut di Teluk Hammamet yang membentang ke Mediterania, Jabeur mulai bermain tenis pada usia tiga tahun. Dalam turnamen, dia bermain melawan petenis putra dan pada usia 12 tahun. Pada 2011, saat berusia 16 tahun, Jabeur menjuarai tunggal putri yunior Perancis Terbuka.
ADRIAN DENNIS / AFP
Petenis Polandia, Iga Swiatek, terjatuh setelah melepas pukulan dalam dalam pertandingan babak keempat Wimbledon melawan petenis Tunisia, Ons Jabeur, di Lapangan 2 All England Club, London, Senin (5/7/2021).
Meski pernah berlatih di Belgia dan Perancis pada usia tersebut, Jabeur kembali ke Tunisia. Saat ini, dia dilatih Issam Jalleli. Suaminya, yang merupakan mantan atlet panahan, Karim Kamoun, menjadi pelatih fisik.
“Ons membuat kami melupakan masalah yang ada di negara ini,” kata Borhan Ben Slimane, pelatih tenis asal Tunisia.
“Pesan lainnya adalah Tunisia bisa memiliki atlet juara cabang individu yang terlalu sering diabaikan. Di Irak, tempat saya bekerja saat ini, Ons sangat terkenal. Penggemar tenis mengikuti kiprahnya,” lanjut Slimane.
Mantan petenis Siprus, Marcos Baghdatis, dan Venus Williams, yang dikalahkan Jabeur pada babak kedua, juga, menilai, Jabeur telah menjadi inspirasi bagi anak-anak di Afrika, khususnya Afrika bagian utara, untuk bermain tenis. “Pada masa mendatang, Anda akan melihat banyak petenis putri dari Afrika Utara. Itu semua akan terjadi karena Ons,” kata Venus.
ADRIAN DENNIS / AFP
Petenis Polandia, Iga Swiatek, memukul bola dalam dalam pertandingan babak keempat Wimbledon melawan petenis Tunisia, Ons Jabeur, di Lapangan 2 All England Club, London, Senin (5/7/2021). Jabeur menang, 5-7, 6-1, 6-1.
Ketika Jabeur menjadi inspirasi bagi yang lain, dia terisnpirasi oleh mantan petenis Maroko, Hicham Arazi. Sosok yang saat ini berusia 47 tahun itu menjadi petenis Arab paling berprestasi dengan empat kali tampil pada perempat final Grand Slam, yaitu pada Australia Terbuka 2000 dan 2004, serta Perancis Terbuka 1997 dan 1998.
“Orang selalu membandingkan saya dengan Arazi. Dia sangat menginspirasi saya dan saya pun selalu berusaha menjadi inspirasi bagi orang lain,” kata Jabeur. (AFP/REUTERS)