Palagan di Gelandang Italia dan Spanyol
Pertarungan semifinal Italia versus Spanyol akan ditentukan dari lini tengah. Pemenangnya adalah tim yang bisa menguasai jantung permainan.
LONDON, SENIN – Xabi Alonso, mantan gelandang tim nasional Spanyol, pernah berkata, lini tengah adalah jantung dari permainan. Jika mampu menguasai lini tengah, tim bisa mengontrol pertandingan, yang membuat kesempatan menang lebih besar.
Ucapan tersebut bukanlah omong kosong. Alonso adalah bagian dari pasukan Spanyol ketika menjuarai Piala Eropa 2012. Alonso bersama gelandang legendaris Xavi Hernandez dan Andres Iniesta, mengajarkan Italia cara bermain yang benar lewat kemenangan telak di final (4-0).
Perkataan Alonso kembali relevan saat ini, jelang laga semifinal Piala Eropa 2020 antara Italia versus Spanyol di Stadion Wembley, London, pada Rabu (7/7/2021) dini hari WIB. Kedua tim bisa bertahan sejauh ini karena lini tengah yang sangat dominan.
Dengan formasi modern 4-3-3, Italia dan Spanyol adalah dua dari tiga tim dengan penguasaan bola tertinggi, selain Jerman. Dominasi itu diikuti dengan agresivitas menyerang. Mereka memiliki jumlah tendangan dan gol terbanyak di antara seluruh tim.
Italia banyak belajar setelah dipermalukan 9 tahun lalu. Di bawah pelatih berfilosofi menyerang, Roberto Mancini, “Gli Azzurri” membentuk kekuatan di lini tengah dengan trio Jorginho, Marco Verratti, dan Nicolo Barella. Trio ini menjadi penjaga irama orkestra Italia.
Spanyol juga berupaya bangkit dengan era baru ala pelatih Luis Enrique. “La Furia Roja” mencampur pemain veteran dan muda, Pedri, Sergio Busquets, dan Koke. Gaya eksplosif sekaligus anggun dari permainan mereka bisa berjalan serentak bagai pertujukan matador.
Baca juga : Momen Kebangkitan Italia dan Spanyol
Di antara deretan kekuatan lini tengah, dua nama paling bersinar adalah Jorginho (29) dan Pedri (18). Kedua pemain terpaut selisih usia 11 tahun itu merupakan jantung untuk masing-masing tim.
Verrati mengatakan, Jorginho lebih mirip seorang pesulap. Dia bisa membuat sesuatu yang terlihat rumit jadi sangat mudah. Ketika bola di kakinya, Italia pasti bisa keluar dari tekanan lawan, lalu memulai serangan.
Bagi Barella, Jorginho seperti tahu harus mengumpan ke arah dan pemain mana. Buktinya, pemain Chelsea itu mencatat akurasi umpan hingga 99 persen ketika perempat final versus Belgia. “Bersamanya (Jorginho), adalah pengalaman lini tengah terbaik yang pernah saya rasakan. Saya bisa fokus menyerang,” katanya.
Jorginho membuat serangan tim mengalir. Menurut The Athletic, dia merupakan pemain Italia dengan umpan terbanyak (68 kali) yang membuat tim lepas dari tekanan lawan. Saat bersamaan, dia juga menghantui tim lawan dari sisi pertahanan dengan total 2,6 kali intersepsi per laga, paling banyak dalam skuad.
Baca juga : Tangis Spinazzola, Spirit Renaisans Italia
“Saya hanya mengikuti instruksinya (Mancini). Dia ingin kami bermain dengan filosofi sendiri, dengan memegang bola sebanyak mungkin, mencari ruang kosong, lalu maju ke depan. Siapa pun di lapangan akan bermain untuk filosofi itu,” kata Jorginho, yang baru juara Liga Champions bersama Chelsea itu.
Gelandang keturunan Italia-Brasil ini seperti gabungan dua pemain dalam satu tubuh. Dia punya teknik di atas rata-rata dalam mengatur serangan, juga memiliki kegigihan saat bertahan. “Saya berteknik karena keturunan Brasil, tetapi punya mental orang Italia yang bekerja keras dan tidak mau kalah,” tambahnya.
Kemampuan fisik itu ditambah dengan intelejensi tinggi yang datang dari pengalaman segudangnya. Dia pernah menimba ilmu dari banyak pelatih dunia. Mulai gaya Spanyol dari Rafael Benitez (Napoli), prinsip gegenpressing Jerman dari Thomas Tuchel (Jerman), serta filosofi Italia dari Mancini.
Pedri “penjelajah”
Pedri tidak punya pengalaman sebanyak Jorginho. Dia bahkan baru menjalani debut bersama Spanyol pada awal tahun 2021. Tetapi, sang remaja bermain tanpa batasan. Gelandang Barcelona ini punya imajinasi dan energi seluas lautan. Banyak yang menganggap dirinya sebagai versi baru Iniesta.
Baca Juga: Tawa Squadra Azzurra
“Dia (Pedri) bermain seperti pria berpengalaman usia 40 tahun. Sangat sulit berada di timnas dengan tekanan yang ada, tetapi dia bisa mengatasi itu. Tidak diragukan lagi, dia akan menjadi pemain terbaik dalam sejarah Spanyol pada masa depan,” ucap striker Spanyol, Alvaro Morata.
Daya jelajahnya mengagumkan. Tidak ada pemain yang lebih jauh berlari sepanjang turnamen dibandingkan Pedri, 61,5 kilometer. Pergerakan tanpa lelah itu membuat “La Furia Roja” selalu bisa menemukan ruang lebih dalam serangan.
Tak Ayal, Pedri juga menjadi pemain dengan umpan terbanyak di sepertiga lapangan lawan, 156 kali. Dia menjadi jembatan utama dari lini tengah ke lini depan skuad asuhan Enrique.
“Pedri punya segalanya untuk bermain di gelandang. Caranya mencari posisi sangat spektakuler. Saya menyukai keseimbangan yang dibawanya dalam bertahan dan menyerang,” puji Enrique.
Pedri punya segalanya untuk bermain di gelandang. Caranya mencari posisi sangat spektakuler. Saya menyukai keseimbangan yang dibawanya dalam bertahan dan menyerang
Pedri sangat nyaman karena bermain dengan seniornya di Barca, Busquets, yang bermain lebih bertahan. Duet ini dipadukan dengan Koke, gelandang serba bisa dengan energi dan fisik kuat.
Pertarungan di jantung Italia dan Spanyol ini akan menentukan tim yang lolos ke final. Di atas kertas, gelandang Spanyol bisa lebih mendominasi dengan rata-rata penguasaan selama ini, 67,2 persen, jauh di atas Italia, 55,8 persen.
Namun, Italia bisa mengatasi itu karena punya trio yang lebih efektif. Mereka lebih mementingkan kualitas serangan dibandingkan penguasaan bola. Selain Jorginho, kualitasi itu bisa diberikan Verratti dengan rata-rata 4 umpan kunci per lag dan Barrela yang punya daya juang tinggi saat menekan pertahanan lawan.
Baca juga : Orkestra Indah Gli Azzuri Pulangkan Belgia
Laga ini sangat seimbang. Lini depan Spanyol yang dipimpin Morata tidak setajam Italia. Namun, Italia juga tidak bisa terlalu percaya diri karena kehilangan bek sayap andalan Leonardo Spinazzola akibat cedera. Spinazzola sebagai pemain tercepat di kompetisi, sangat krusial dalam serangan “Gli Azzurri”.
Jangan heran jika kedua tim ini bisa mematikan permainan masing-masing. Mereka memiliki “mata-mata”. Spanyol punya Cesar Azplicueta yang merupakan rekan setim Jorginho. Italia punya asisten pelatih Daniel De Rossi yang pernah menjadi anak asuh Enerique di AS Roma.
Enrique percaya, kekuatan lini tengah akan kembali membawa Spanyol menuju kejayaan. “Cukup klise ketika orang mengatakan permainan ditentukan dari lini tengah. Tetapi untuk tim seperti kami, tanpa lini tengah kami bukanlah apa-apa. Sebagian besar masalah tim ini bisa diselesaikan dari sana,” ucapnya.
Baca Juga: Italia Bertekad Jaga Kesempurnaan Orkestra
Barrela sangat memahami krusialnya lini tengah. Dia, termasuk banyak rekan-rekannya, adalah pengagum Xavi dan Iniesta. “Mereka menginspirasi kami. Sekarang Spanyol punya permain berkualitas juga di lini tengah. Karena itu, jika ingin menang, kami harus mengalahkan lini tengah Spanyol,” pungkasnya. (AP/AFP)