Berharap Tuah "Sheva" di Italia
Nuansa Italia amat kental di tim Ukraina yang tampil di Piala Eropa 2020. Semangat juang menjadi bekal utama Ukraina untuk memberikan perlawanan kepada Inggris di Roma, Italia, Minggu dini hari WIB.
ROMA, JUMAT – Kembali ke tanah Italia adalah hal yang digemari oleh Pelatih Ukraina Andriy Shevchenko. Tak bisa dipungkiri, karier emas sosok yang akrab disapa “Sheva” itu ketika masih aktif bermain terukir saat membela AC Milan pada periode 1999 hingga 2006. Kini, Sheva akan kembali datang ke “Negeri Pizza” untuk menggoreskan sejarah baru bagi Ukraina, tanah kelahirannya.
Ketika penyerang pengganti, Artem Dovbyk, mencetak gol sundulan ke gawang Swedia pada menit 120+1, muncul raut wajah klasik khas Shevchenko. Senyum merekah dan tangan mengepal ke udara ditunjukkan Shevchenko di sisi lapangan. Penampilan itu serupa dengan perayaan Sheva ketika mencetak gol ke gawang lawan saat masih berseragam “Si Merah Hitam” di awal 2000-an.
Kebahagiaan itu tidak hanya berkaitan dengan sejarah baru yang dihasilkan Ukraina karena untuk pertama kali menembus babak perempat final Piala Eropa. Lebih dari itu, Shevchenko akhirnya memiliki kesempatan untuk membawa anak asuhannya tampil di Italia, rumah keduanya.
Shevchenko sadar timnya butuh keajaiban untuk bisa mengalahkan Inggris pada laga perempat final di Stadion Olimpico, Roma, Italia, Minggu (4/7/2021) pukul 02.00 WIB. Tim “Tiga Singa” tidak hanya belum terkalahkan, tetapi juga belum kemasukan gol di empat laga Piala Eropa 2020.
Dalam tujuh kali duel, Ukraina pun baru mencatatkan satu kemenangan dan dua kali menahan imbang Inggris. Sisanya laga dimenangkan Inggris, termasuk ketika bertemu di fase grup Piala Eropa 2012.
Catatan impresif Inggris itu memang menjadi isu yang akan coba dipecahkan oleh Shevchenko. Dengan pengalaman panjangnya sebagai penyerang terbaik di dunia, salah satunya meraih Ballon d’Or edisi 2004, “Sheva” tentu punya resep khusus untuk barisan penyerangnya yang dipimpin Andriy Yarmolenko. Apalagi Stadion Olimpico adalah salah satu lokasi gol favorit Shevchenko ketika berkarier di Italia. Ia mencetak 10 gol di stadion yang menjadi markas dua klub asal ibu kota Italia, AS Roma dan Lazio itu.
Mereka (Inggris) sangat sulit untuk dibobol, tetapi kekuatan mereka tidak menakutkan kami.
“Mereka (Inggris) sangat sulit untuk dibobol, tetapi kekuatan mereka tidak menakutkan kami. Torehan statistik mereka justru memotivasi kami karena segalanya mungkin di sepak bola,” ujar Shevchenko dilansir The Times.
Nuansa Italia
Bukan sekedar tuah “Sheva” di Italia yang menjadi bekal tim berjuluk “Zbirna” untuk menghadapi Inggris di Olimpico. Empat asisten Shevchenko di tim pelatih Ukraina juga berasal dari Italia. Alhasil, nuansa Italia amat kental di kubu Ukraina di Piala Eropa 2020.
Keempat nama itu pun bukan sosok sembarangan. Ada Marco Tossatti, yang direkrut Shevchenko sebagai asistennya. Tossatti adalah asisten pelatih Carlo Ancelotti yang mempersembahkan delapan trofi untuk Milan serta mendampingi Massimiliano Allegri yang membawa Milan meraih scudetto musim 2010-2011. Kemudian, ada pula Andrea Maldera yang menjabat pelatih teknis Ukraina. Ia juga pernah bekerja bersama Tossatti dan Allegri di Milan.
Selain dua nama yang pernah berkiprah bagi “Si Merah Hitam”, terdapat pula Andrea Azzalin. Pelatih fisik Ukraina itu adalah sosok yang bertanggung jawab bagi kebugaran dan kondisi fisik skuad Leicester City saat meraih trofi Liga Inggris musim 2015-2016. Terakhir, “Sheva” dibantu pula oleh Luigi Nocentini sebagai ahli analis video. Nocentini memang belum berpengalaman dalam membantu tim meraih trofi, tetapi ia pernah membantu Maurizio Sarri mewujudkan “Sarriball” ketika menangani Napoli pada periode 2016-2018.
Baca juga : Zinchenko Lanjutkan Keajaiban Ukraina
Tassotti, Maldera, dan Azzalin telah mendampingi Shevchenko dalam 51 laga melatih “Zbirna” sejak Juli 2016. Sementara itu, Shevchenko baru merekrut Nocentini pada Januari 2021 yang memang khusus untuk menghadapi ajang Piala Eropa dan kualifikasi Piala Dunia 2022.
Sebelum mengejutkan banyak pihak di putaran final Piala Eropa 2020, Ukraina tampil meyakinkan dengan menjadi juara grup B babak kualifikasi dengan mengungguli Portugal dan Serbia. Dalam babak kualifikasi itu, Ukraina pun tidak terkalahkan. Catatan tak terkalahkan itu pun tercipta dalam 12 laga pada durasi November 2018 hingga Maret 2020. Itu adalah rekor tak terkalahkan terpanjang “Zbirna” sejak lepas dari Uni Soviet, akhir 1991.
Kehadiran para pembantu yang lebih berpengalaman menjadi sosok di balik layar permainan sebuah tim sungguh membantu kerja Shevchenko. Melalui analisis dan pelajaran dari tiga laga di fase grup, “Sheva” pun mengubah formasi ketika memasuki babak 16 besar. Dari taktik 4-3-3 yang menghasilkan satu kemenangan dan dua kekalahan di babak penyisihan, Ukraina bermain 3-5-2 untuk meredam agresivitas Swedia.
“Inggris adalah tim luar biasa yang memiliki kedalaman skuad dan staf pelatih yang sangat bagus. Kami akan bermain dengan seluruh hati kami untuk memberikan sesuatu yang bisa dirayakan oleh fans kami,” kata Shevchenko yang memiliki 49 persen kemenangan dalam 51 laga melatih “Zbirna”.
Baca juga : Swedia dan Ukraina Kompak Mengejar Momentum Emas
Shevchenko dan skuad "Zbirna" akan didukung oleh sekitar 44 juta warga Ukraina. Seluruh media Ukraina pun optimis timnya bisa bersaing dengan Inggris.
"Kualitas pemain Inggris memang berada di atas Ukraina. Namun, dengan semangat juang dan keberuntungan, tim kami bisa menyamai jurang perbedaan kelas itu di atas lapangan," tulis tajuk utama media Ukraina, Vesti, edisi Jumat (2/7).
Menjaga momentum
Sementara itu, Inggris ingin menjaga momentum terbaik usai mengalahkan Jerman di turnamen mayor setelah menanti selama 55 tahun. Kemenangan atas Jerman pada babak 16 besar meningkatkan kepercayaan diri skuad “Tiga Singa” untuk berambisi menembus final pertama di turnamen antarnegara Eropa itu.
Pelatih Inggris Gareth Southgate ingin mengulangi prestasi Alf Ramsey, pelatih legendaris Inggris yang mempersembahkan Piala Dunia 1966. Tak hanya soal raihan trofi, Southgate berambisi pula menyamai rekor Ramsey yang membawa Inggris tak kebobolan hingga babak perempat final di turnamen mayor. Pada Piala Dunia 1966, gawang Inggris baru kemasukan gol di laga semifinal.
Baca juga : Ajang Seleksi Tim Kuda Hitam
Oleh karena itu, Southgate mengungkapkan, timnya telah sepenuhnya fokus menghadapi Ukraina. Menurut dia, euforia kemenangan atas Jerman harus dilupakan karena laga tersisa di Piala Eropa tidak akan berjalan mudah bagi timnya.
“Ketika sampai di ruang ganti usai mengalahkan Jerman, kami sudah membicarakan tentang laga selanjutnya di hari Sabtu. Kami berada di jalur yang tepat, sehingga harus memastikan dapat pulih secara fisik dan mental jelang pertandingan di babak perempat final,” ucap Southgate.
Selain kebutukan taktik, Inggris juga harus mampu melepaskan tekanan bermain di tempat netral. Pasalnya, “Tiga Singa” untuk pertama kali di Piala Eropa 2020 tampil di luar Stadion Wembley.
Menurut kiper Inggris, Jordan Pickford, timnya harus menghadirkan sendiri atmosfer yang dibutuhkan untuk menjaga konsistensi tampil dengan kemampuan terbaik. Inggris akan kembali tampil di Wembley apabila mampu lolos ke semifinal dan final. Pada dua babak puncak itu, Wembley bisa terisi hingga 60.000 pendukung dari total 90.000 kapasitas. Jumlah itu akan menjadi keterisian terbesar Wembley di masa pandemi Covid-19.
“Pendukung telah menghadirkan suasana yang menganggumkan dalam empat laga kami sebelumnya. Kami memiliki motivasi ekstra untuk memenuhi ambisi kami kembali ke Wembley untuk laga semifinal,” kata kiper Everton itu. (AFP/SAN)