“Suns” Terbit Lagi di Barat
Setelah tenggelam nyaris tiga dekade, Phoenix Suns mengejutkan dunia dengan lolos ke final NBA. Suns menggeberak dengan skuad solid yang dipimpin veteran, Chris Paul.
Sebuah keajaiban tercipta di panggung olahraga Amerika Serikat. Phoenix Suns, tim yang tidak masuk playoff selama 10 tahun terakhir, berhasil lolos ke final NBA tanpa seorang pun megabintang. Suns kembali menjuarai Wilayah Barat setelah terakhir kali pada 1993.
Suns lolos ke partai puncak seusai menang atas Los Angeles Clippers Clippers 130-103 dalam gim keenam final wilayah di Staples Center, pada Kamis (1/7/2021). Dengan hasil itu, Chris Paul dan rekan-rekan mengunci seri ini, 4-2.
“Suns mencapai final NBA adalah salah satu perisitiwa paling mustahil dalam sejarah olahraga ini. Mereka sudah satu dekade tidak lolos playoff. Termasuk musim lalu, ketika rekor musim reguler mereka sangat buruk,” kata pengamat NBA, Brian Windhorst.
Menurut ESPN, Suns hanya mencatatkan rekor kemenangan 30,2 persen selama lima tahun terakhir, sebelum musim ini dimulai. Catatan itu merupakan persetase kemenangan terendah bagi sebuah tim yang lolos ke final dalam seluruh liga olahraga besar AS, mulai dari NBA, MLB (bisbol), NHL (hoki), hinga NFL (american football).
Anehnya lagi, Suns melaju ke final tanpa megabintang berstatus peraih Most Valuable Player (MVP). Mereka hanya punya Paul, point guard 36 tahun, yang datang pada awal musim, serta pemain muda berbakat seperti Devin Booker (24) dan Deandre Ayton (22).
Paul adalah salah satu point guard terhebat abad ini. Tetapi, dia selalu diragukan karena tidak pernah mengantar timnya masuk final selama 16 tahun berkarier. Pemain dengan panggilan “CP3” ini juga dinilai terlalu tua untuk bisa menopang sebuah tim ke final.
Baca juga : Clippers Kalahkan Suns di Game Ketiga
Pengalaman tersebut jauh berbeda dibandingkan pada 1993. Ketika itu, Suns melaju ke final dipimpin seorang MVP yang berada dalam usia emas 29 tahun, Charles Barkley. Tidak ada yang meragukan Barkley dan rekan-rekan bisa mencapai partai puncak, meski akhirnya kalah dari Chicago Bulls di final.
Ucapan Paul setelah penyerahan trofi juara Wilayah Barat mungkin bisa menjawab enigma kejaiban Suns. Katanya, dia merasa sangat terhubung dengan semua pemain dan staf pelatih dalam tim.
“Mereka sangat terbuka ketika saya datang pertama kali. Saya tidak pernah merasakan begitu terhubung dengan satu tim seperti saat ini. Tim ini bukan hanya saya seorang, tetapi juga semua orang yang berada di ruang ganti. Kami sukses bersama-sama,” ucap Paul.
Paul mengaku, dia datang ke Suns untuk bermain dengan Booker. Dia menganggap Booker sebagai pemain yang bisa bersinar pada masa depan. Saat bersamaan, sang junior juga mengidolakan Paul sejak remaja.
Baca juga : Kehadiran Chris Paul Cerahkan Lembah Matahari
Hubungan harmonis ini juga terjadi antara Paul dan sang pelatih, Monty Williams. Keduanya pernah bekerja sama di New Orleans Hornets (2010-2011). Meski gagal berprestasi, mereka punya hubungan sangat dekat di luar lapangan. Ketika istri Williams meninggal pada 2016, Paul selalu mendampinginya.
Di sisi lain, semua anggota dalam ini sama-sama satu misi untuk mencari pembuktian diri. Paul dan Williams ingin membuktikan bisa berprestasi. Booker dan Ayton ingin membuktikan tidak hanya sebatas pemain potensial pada musim reguler. Begitu juga pemain cadangan seperti Cameron Payne yang ingin membuktikan dirinya pantas bermain di NBA, setelah sempat bermain di China musim lalu.
Booker mengatakan, kedatangan Paul memantik semangat mereka. Pemain semakin percaya kepada diri sendiri juga tim ini berkat pengalaman dan kepemimpinan Paul. “Ini adalah momen yang sudah lama kami nanti (ke final). Kami telah berada di dasar dari dasar selama bertahun-tahun. Sekarang saatnya kami mengambil momen ini,” jelasnya.
Kesatuan ini yang menjadi pembeda Suns dari tim-tim lain. Dengan rasa percaya dan hormat, mereka saling mendukung satu sama lain. Hal itu membuat “api” mereka tak pernah padam sepanjang musim.
Baca juga: Suns Menyengat, Nuggets Dipermalukan
Setiap roda dalam tim ini berjalan maksimal. Semua pemain punya kontribusi penting dalam tim. Mereka tidak mengandalkan satu individu. Buktinya, pahlawan kemenangan Suns selalu berbeda dalam seri sepanjang playoff.
Paul lewat 41 poin dan 8 asis menjadi pahlawan dalam gim terakhir lawan Clippers. Saat Paul tidak bisa tampil di dua laga awal seri tersebut, Payne menggantikannya. Payne sempat membuat Suns menang lewat sumbangan 29 poin dan 9 asis di gim kedua.
Begitu juga dengan Booker dan Ayton yang sangat konsisten selama playoff. Booker mencatat rata-rata 27,3 poin dan 6,8 rebound, sementara Ayton dengan 16,2 poin dan 11,4 rebound.
Berkat permainan tim, Suns juga bisa bertahan dari badai cedera yang menerpa banyak pemain selama playoff. Tidak seperti lawan-lawan mereka di playoff yang terdampak cedera. Clippers bermain tanpa Kawhi Leonard, Denver Nuggets tanpa Jamal Murray, dan Los Angeles Lakers tanpa Anthony Davis.
“Sangat mengejutkan ketika mereka bisa menang dua kali dalam seri ini (lawan Clippers) tanpa saya. Hal itu membuktikan betapa gilanya tim ini. Mereka selalu tampil hebat sebagai tim,” tambah Paul.
Skuad asuhan Williams pun bisa menghasilkan catatan impresif sepanjang playoff, 12 menang – 4 kalah. Mereka menumbangkan juara bertahan Lakers, Denver Nuggets dengan pemain MVP Nikola Jokic, dan terakhir Clippers.
Saya diberi anugerah untuk bekerja sama dengan orang-orang hebat, seperti Paul dan pemain muda lain. Mereka mau bekerja keras dan mewujudkan mimpinya. Ini adalah mimpi terliar saya.
Williams berkata, dirinya adalah pelatih paling beruntung. “Saya diberi anugerah untuk bekerja sama dengan orang-orang hebat, seperti Paul dan pemain muda lain. Mereka mau bekerja keras dan mewujudkan mimpinya. Ini adalah mimpi terliar saya (mencapai final),” ucapnya.
Kemenangan ini menandakan kembali terbitnya Suns sebagai tim paling bersinar di Barat. Setelah tenggelam sekian lama, mereka punya kesempatan bersinar lebih terang dari sebelumnya. Paul dan rekan-rekan berpeluang mengantarkan gelar juara NBA pertama ke Kota Phoenix. (AP/AFP)