Publik Inggris larut dalam euforia pesta kemenangan atas Jerman di babak 16 besar Piala Eropa 2020. Saat bersamaan, memori buruk dari fatamorgana kejayaan pada 21 tahun silam kembali merasuk.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
LONDON, KOMPAS — Lagu ”Sweet Caroline” bergemuruh di Stadion Wembley, London, seusai tuan rumah Inggris melangkah ke perempat final Piala Eropa 2020 dengan mengalahkan musuh abadinya, Jerman, Rabu (30/6/2021) dini hari WIB. Sejumlah 41.973 pendukung Inggris bernyanyi lantang dan penuh kegembiraan.
”Good times never seemed so good. So good… So good…,” nyanyi para suporter Inggris. Mereka tengah dalam euforia, seolah-olah sedang berpesta juara Piala Eropa, turnamen yang belum sekali pun pernah dimenangi tim ”Tiga Singa”.
Lagu legendaris dari penyanyi ternama Neil Diamond itu adalah cermin kebahagiaan suporter Inggris setelah tim kesayangannya menang atas Jerman, 2-0. Seperti lirik lagu itu, mereka ibarat orang paling bahagia di bumi karena akhirnya bertemu kekasih impiannya.
Wajar demikian. Kemenangan di Wembley itu mengakhiri penderitaan Inggris dari Jerman sejak babak perempat final Piala Dunia Meksiko 1970. Luka selalu kalah dalam pertemuan di babak gugur turnamen besar selama 51 tahun disembuhkan seketika oleh gol-gol Raheem Sterling dan Harry Kane.
Banyak di antara pendukung Inggris yang merasa peristiwa bersejarah itu seperti mimpi. Surat kabar Daily Express bahkan sampai harus meyakinkan warga Inggris lewat judul berita halaman utama mereka, ”Tidak, ini bukanlah mimpi. Kita telah mengalahkan Jerman”.
Rio Ferdinand, mantan bek Inggris, menegaskan, ”hantu” yang selalu mengusik tidur mereka sekarang sudah sirna. ”Tidak ada lagi (tim) yang harus ditakutkan Inggris. Semua lawan selanjutnya tidak mudah, tetapi Inggris akan sangat nyaman untuk mengalahkan mereka semua,” ungkapnya.
Pemain dan pelatih juga mabuk dalam atmosfer pesta kemenangan. Seusai peluit panjang berakhir, mereka merayakannya ibarat tim yang baru saja menjuarai Piala Eropa.
Padahal, Tiga Singa masih jauh dari gelar juara. Mereka sudah dinanti tim ”kuda hitam” Ukraina di perempat final. Tantangan lebih berat. Tidak seperti laga versus Jerman, mereka akan bertarung di tempat netral, Stadion Olimpico, Roma, pada Minggu dini hari WIB.
Southgate cemas
Southgate pun sedikit cemas, Seusai laga, ia berkata, perjuangan timnya masih jauh dari selesai dan tidak boleh berakhir antiklimaks. ”Laga ini (versus Jerman) telah menguras fisik dan mental kami. Tetapi, perlu disadari, kami belum mencapai tujuan sebenarnya. Saya berharap pemain akan kembali fokus untuk laga Sabtu nanti. Ini momen berbahaya,” ucapnya.
Beban terhadap Tiga Singa akan lebih berat seusai menaklukkan Jerman. Ekspektasi publik seketika meningkat dan berharap meraih kejayaan, hal terakhir kali dicapai pada Piala Dunia Inggris 1966 silam.
Mereka kini tidak punya pilihan lain selain juara. Jika tidak, tim asuhan Southgate bisa dianggap gagal. Ekspektasi tinggi itu bisa berakhir tragis, seperti pada Piala Eropa 2000 di Belgia dan Belanda.
Ketika itu, Inggris mengalahkan Jerman pada babak penyisihan grup lewat gol tunggal Alan Shearer. Mereka mencatatkan kemenangan pertama atas Jerman dalam 30 tahun pertemuan di turnamen besar.
Fatamorgana kejayaan tersebut berakhir petaka. Inggris kalah dalam laga grup selanjutnya dari Romania. Beckham dan kawan-kawan tidak lolos ke babak gugur karena hanya menempati peringkat ketiga klasemen.
Inggris, yang saat itu dilatih Kevin Keegan, juga membalaskan kekalahan pahit adu penalti di Wembley dalam Piala Eropa Inggris, empat tahun sebelumnya. Southgate, yang menjadi biang kekalahan karena gagal penalti dalam semifinal 1996, turut menjadi saksi pembalasan dendam atas Jerman di Belgia.
Skuad Inggris begitu percaya diri sekaligus agak arogan, saat itu. Kata Keegan, kemenangan timnya atas Jerman adalah sebuah pertanda juara. David Beckham, pemain bintang Inggris kala itu, bahkan sesumbar berkata, prestasi paling buruk timnya adalah lolos ke final.
Berakhir petaka
Fatamorgana kejayaan tersebut berakhir petaka. Inggris kalah dalam laga grup selanjutnya dari Romania. Beckham dan kawan-kawan tidak lolos ke babak gugur karena hanya menempati peringkat ketiga klasemen, di bawah Romania dan Portugal.
Kisah buruk itu tidak ingin diulangi generasi baru tim Inggris. Gelandang muda Inggris, Declan Rice, yakin timnya tidak akan terlena. Mereka justru semakin fokus setelah mengalahkan Jerman. ”Kami sudah siap untuk laga besar di Roma,” ucapnya.
Adapun Ukraina sudah menyiapkan kejutan di Roma. Bersama sang pelatih, Andriy Shevchenko, mereka telah menciptakan sejarah baru dengan lolos ke perempat final untuk pertama kali. Ukraina menang mengejutkan atas Swedia, 2-1, lewat babak tambahan waktu.
”Inggris tim yang hebat, punya kedalaman skuad yang sangat bagus, juga pelatih hebat. Pertahanan mereka sulit ditembus lawan. Kami sangat menyadari laga nanti akan sulit. Namun, hal itu tidak membuat kami takut. Tim ini justru semakin termotivasi untuk bermain sebaik mungkin dengan hati demi para pendukung,” kata Shevchenko.
Skuad Ukraina sangat percaya kepada Shevchenko. Sang pelatih sudah membuktikan berkali-kali sebagai pembawa keberuntungan bagi tim nasional negaranya. Sebelumnya, ketika masih menjadi pemain, Shevchenko pernah mengantar Ukraina lolos ke perempat final Piala Dunia 2006 di Jerman untuk pertama kali dalam sejarah.
”Kami telah membuktikan kepada seluruh Eropa bahwa kami bisa mencapai tujuan besar. Ini adalah pencapaian bersejarah yang jarang terjadi. Kami ingin terus melaju jauh di turnamen ini,” kata bek sayap Ukraina, Oleksandr Zinchenko.
Hadangan di Roma akan menjadi pembuka jalan bagi Inggris. Jika menang, mereka akan kembali bermain di depan publik sendiri, Stadion Wembley, pada semifinal dan final. Jerman bukanlah akhir, tetapi awal dari perjalanan Inggris mewujudkan nyanyian berisi harapan mereka, ”Football’s (gelar juara) is coming home”. (AP/AFP)