Vinales Mencari Kesempatan Kedua
Rumor perpisahan Maverick Vinales dan Yamaha menjelang balapan di Assen, Belanda, langsung terkonfirmasi sehari kemudian. Vinales mengikuti kata hatinya untuk mencari tim baru yang bisa menghidupkan asa juara MotoGP.
GERNO DI LESMO, SENIN – Maverick Vinales terus masuk dalam radar tim-tim MotoGP sejak debutnya di Grand Prix 125cc pada 2011, saat dia menempati posisi ketiga di akhir musim. Dua musim kemudian dia menjuarai kelas Moto3, dan naik kelas ke Moto2 pada 2014. Dia berkembang pesat bersama Suzuki di MotoGP pada 2015 dan 2016, hingga direkrut oleh Yamaha. Namun, kerja sama dengan tim dari Iwata, Jepang itu akan berakhir di pengujung musim ini, dengan rasa getir.
Vinales mengajukan permintaan mengakhiri kontrak setahun lebih awal kepada Yamaha, menyusul hasil buruk di Sachsenring, Jerman, dua pekan lalu. Ini pertama kalinya pebalap berusia 26 tahun itu finis paling belakang.
“Di Sachsenring saya sudah ingin pulang sejak hari Jumat, karena itu akhir pekan yang sangat buruk. Saya menjelaskan semuanya, tetapi kami tidak bisa menjadi lebih baik,” jelas Vinales.
“Saya tidak pernah berada di posisi (terakhir) dalam hidup saya, bahkan ketika saya mengawali balapan. Hasil itu sangat menyakitkan. Ini pelecehan untuk diri saya sebagai pebalap. Sejujurnya, ini sulit untuk dilupakan. Ini membuat saya berpikir banyak,” tegas Vinales.
Baca juga: Assen Menyisakan Enigma Vinales
Pebalap asal Spanyol itu kemudian mengungkapkan perasaan terdalamnya, terkait dengan adaptasi dengan YZR-M1. Dia sudah tidak mau lagi menggunakan setelan rekan setimnya, Fabio Quartararo, untuk mengatasi masalah degradasi daya cengkeram ban belakang. Setelan motor Quartararo tidak berfungsi bagi Vinales, karena gaya membalap mereka berbeda.
“Tidak mungkin saya menggunakan setelan pesaing saya selama dua tahun. Setiap pebalap memiliki gaya (membalap) masing-masing, dan setiap hari mereka mengajari saya cara berkendara, mengerem, melepas rem. Membuka gas, menutup gas,” ujar Vinales seusai balapan seri Jerman dikutip Autosport, akhir pekan lalu.
“Saya harus bersabar. Saya tidak ingin menggunakan setelan Fabio karena saya tidak membalap seperti dia, dan setelan itu tidak cocok untuk saya. Saya ingin mereka membuat motor untuk saya. Saya tidak ingin menggunakan setelan orang lain setiap hari,” tegas Vinales.
“Saya di sini bukan untuk mengumpulkan data atau menjadi pebalap penguji. Ini mulai terlihat merendahkan,” ungkap pebalap asal Spanyol itu.
Saya harus bersabar. Saya tidak ingin menggunakan setelan Fabio karena saya tidak membalap seperti dia, dan setelan itu tidak cocok untuk saya. Saya ingin mereka membuat motor untuk saya. Saya tidak ingin menggunakan setelan orang lain setiap hari.
Momen itu menegaskan keretakan hubungan Vinales yang Yamaha, hingga dia dikaitkan dengan Aprilia untuk musim 2022. Teka-teki itu langsung benderang dengan pernyataan resmi Yamaha pada Senin (28/6/2021), bahwa Vinales akan meninggalkan Monster Energy Yamaha di akhir musim ini.
“Menindaklanjuti permintaan Maverick Vinales, Yamaha telah menyetujui untuk mengakhiri kontrak dua tahun mereka. Dalam musim kelima kebersamaan saat ini, kedua pihak sepakat memutuskan untuk berpisah setelah akhir tahun ini. Kedua pihak berkomitmen memberikan usaha terbaiknya di sisa musim MotoGP 2021 dan mengakhiri kerjasama dengan sebuah kesuksesan,” tulis pernyataan di laman yamahamotogp.
Ini akhir yang sangat jauh dari mimpi besar Yamaha dan Vinales pada 2017. Vinales direkrut menggantikan Jorge Lorenzo yang pindah ke Ducati. Pebalap muda bersinar itu diharapkan mengembalikan Yamaha ke puncak dengan meraih juara MotoGP yang terakhir diraih pada 2015. Vinales menujukan performa yang meyakinkan dengan finis ketiga di akhir musim 2017.
Quartararo jadi pembeda
Namun, dia tidak pernah bisa lebih baik dari peringkat ketiga di klasemen akhir. Yamaha terus mengalami kesulitan dengan setelan elektronik ECU Magneti Marelli. Pada pada tahun pertama penyeragaman ECU pada 2016, Yamaha masih mampu bersaing ketat dengan Honda dalam perburuan juara. Musim itu, Valentino Rossi bisa finis sebagai runner-up terpaut 49 poin dari pebalap Repsol Honda Marc Marquez yang juara.
Baca juga: Sinyal Kuat dari Valentino Rossi
Pada 2017, saat Vinales bergabung, sebenarnya Yamaha sudah mulai kesulitan menemukan kompromi antara mesin M1 dan ECU Magneti Marelli. Masalah terbesar mereka adalah laju keausan ban belakang yang terlalu cepat, sehingga para pemacu M1 kehilangan kecepatan yang signifikan. Rossi mengatakan, karakter M1 berubah dan tidak bisa mendukung kekuatan gaya membalapnya di tikungan. Rossi merindukan M1 yang lama, sebelum penyeragaman ECU, tetapi hingga pindah ke tim satelit Petronas SRT Yamaha pada 2021, juara dunia sembilan kali di semua kelas itu tak menemukan M1 yang sama.
Vinales pun tak jauh berbeda dengan Rossi. Performanya naik turun seperti roller coaster karena karena M1 bisa berubah drastis, bahkan dari sesi latihan ke sesi balapan. Vinales dan Rossi sering memberi respons masukan yang berbeda, dan tak jarang Yamaha menggunakan setelan Vinales sebagai arah pengembangan karena hasil balapannya lebih bagus dari Rossi.
Vinales menjadi simpul penting dalam pengembangan M1, hingga Quartararo diberi keistimewaan menggunakan M1 spesifikasi pabrikan saat masih membela tim satelit Petronas SRT Yamaha pada 2020. Quartararo mengawali musim dengan dua kemenangan di Jerez, tetapi kemudian merosot karena masalah pada mesin M1, bukan karena performa personalnya. Musim 2020 adalah bencana bagi Quartararo, karena peluangnya juara lenyap akibat motor yang tidak andal.
Quartararo semakin menguatkan posisinya sebagai penentu arah pengembangan M1 setelah menggantikan posisi Rossi di tim pabrikan Yamaha musim ini. Pebalap muda asal Perancis itu mampu menemukan kompromi antara gaya membalapnya dengan setelan M1 untuk mengatasi laju keausan ban belakang. Dalam balapan pertamanya bersama Monster Energy Yamaha di Losail, Qatar, Quartararo mengalami kesulitan yang sama dengan Vinales dan Rossi, yaitu daya cengkeram ban belakang turun drastis di lap-lap awal.
Namun, pebalap berjuluk “El Diablo” itu bisa segera menemukan formula jitu menjinakan M1 dan menjadi pebalap yang sangat kompetitif sejak memenangi seri kedua musim ini, di Qatar. Formula Quartararo itu teruji mujarab dengan podium tertinggi di Portimao. Sejak saat itu, podium menjadi langganannya. Quartararo hanya gagal finis di podium pada GP Spayol karena cedera arm pump saat memimpin balapan, serta di Catalunya karena hukuman penambahan waktu menyusul ritsleting kostum balapnya terbuka, hingga dia membuang pelindung dada, serta memotong tikungan 2.
Baca juga: Pertarungan Dua Matahari Yamaha
Yamaha telah memiliki “matahari” baru yang menyinari jalur menuju juara dunia MotoGP dengan M1, yang tidak mampu dieksploitasi oleh para pebalap lain. Quartararo menjadi pembeda, karena mampu menemukan celah menjinakan M1. Dia pun tampil konsisten, dan kini memuncaki klasemen pebalap dengan 156 poin, unggul 34 poin atas peringkat kedua, pebalap Pramac Ducati Johann Zarco. Adapun Vinales di posisi keenam dengan 95 poin.
Kesempatan kedua
Kegagalan Vinales memenangi balapan di Assen akhir pekan lalu, menambah kekecewaan, karena dia dominan sepanjang sesi latihan. Bahkan, Vinales meraih pole position dengan mencetak rekor baru waktu putaran. Gasil podium di Assen merupakan podium kedua Vinales musim ini setelah memenangi seri pembuka di Losail. Tujuh seri berikutnya, Vinales lebih sering kompetitif saat latihan tetapi selalu gagal meraih podium saat balapan.
Vinales sudah merasa tidak nyaman lagi di tim pabrikan Yamaha, dan mengikuti kata hatinya untuk mencari atmosfer baru, menghidupkan asa juara MotoGP. Langkah yang diambil Vinales ini tidak lazim di MotoGP, karena mengakhiri kontrak setahun lebih awal. Perpisahan sebelum kontrak berakhir ini sebelumnya dilakukan oleh Johann Zarco pada saat membela KTM pada 2019.
Zarco merasa frustasi dengan performa RC16 yang dia nilai sangat tidak kompetitif. Dia meninggalkan KTM saat musim menyisakan enam balapan. Zarco mendapat kesempatan kedua dari Ducati, dengan bergabung di tim independen Esponsorama Avintia pada 2020. Dia menemukan kembali kenikmatan balapan MotoGP, hingga menjadi pebalap tim satelit Ducati Pramac Racing pada musim 2021. Kini, Zarco menempatkan dirinya di level yang sangat berbeda, dari pebalap “pecundang” karena sering jatuh hingga menjadi pebalap yang konsisten bersaing meraih podium.
Musim ini, Zarco telah empat kali naik podium, semuanya di posisi kedua. Dia konsisten finis di lima besar, kecuali saat gagal finis di Portimao, dan di peringkat kedelapan di Jerez dan Sachsenring. Zarco menilai, apa yang dia lakukan saat di KTM berbeda dengan kondisi yang dialami oleh Vinales.
“Sulit untuk mengatakan (apakah Vinales benar untuk pergi). Tetapi ketika saya meninggalkan KTM, sata tidak meraih podium dan pole position. Jadi jelas dia tidak menyadari betapa beruntungnya dia,” ujar Zarco diiringi tawa untuk meredam dampak kontroversi dari pernyataanya, seperti dikutip Motorsport.
Vinales pun menolak dinilai mengikuti jejak Zarco. Dia meninggalkan Yamaha karena mengikuti kata hatinya. “Zarco melakukan itu, tetapi saya tidak ingin meniru siapa pun, hanya mengikuti perasaan saya,” ungkap pebalap berusia 26 tahun itu.
“Kerja sama ini sangat signifikan bagi saya dalam lima tahun terakhir, dan itu menegaskan keputusan sulit untuk berpisah. Dalam musim-musim kebersamaan itu, kami mengalami pencapaian hebat dan masa-masa sulit. Namun, rasa yang mendasari ini adalah saling menghormati dan menghargai. Saya berkomitmen penuh dan akan berusaha meraih hasil terbaik dalam sisa musim ini,” tegas Vinales.
“Dengan sedih kami akan mengucapkan selamat berpisah pada Maverick pada akhir tahun ini. Kami berada di tengah musim kelima kebersamaan kami dan dalam tahun-tahun itu kami telah meraih banyak hasil bagus tetapi juga banyak situasi sulit. Setelah seri Jerman, yang merupakan akhir pekan tersulit dalam kerja sama kami, kami melakukan diskusi penting di Assen dan berujung pada kesimpulan bahwa ini menjadi keinginan kedua pihak untuk berpisah. Yamaha akan mengerahkan usaha maksimal–seperti yang selalu kami lakukan–untuk mendukung penuh Maverick dan mengakhiri musim ini dengan sebaik mungkin,” ujar Managing Director Yamaha Lin Jarvis.
Dalam musim-musim kebersamaan itu, kami mengalami pencapaian hebat dan masa-masa sulit. Namun, rasa yang mendasari ini adalah saling menghormati dan menghargai.
Bursa pebalap
Vinales kini menjadi pebalap papan atas yang tersedia di bursa transfer. Dia sudah disebut sebagai target Aprilia yang belum mendapatkan pengganti Andrea Iannone. Tim pabrikan asal Italia itu, musim ini mempromosikan pebalap penguji Lorenzo Savadori sebagai duet Aleix Espargaro. Performa Savadori sangat jauh dari Espargaro yang musim ini konsisten finis di posisi sepuluh besar, yang sekaligus menegaskan potensi motor Aprilia RS-GP.
CEO Aprilia Massimo Rivola sebelumnya menyatakan sangat tertarik merrekrut Vinales, jika dia tersedia di bursa pebalap untuk musim depan. “Memiliki dia akan menjadi sesuatu yang luar biasa, tetapi saya tidak yakin apakah Maverick tersedia. Ada sejumlah ‘apakah’ untuk dipertimbangkan sebelum memiliki Maverick bersama kami. Jika dia tersedia, kami harus mempertimbangkan talenta seperti Vinales,” ujar Rivola kepada televisi DAZN.
Aleix Espargaro pun mengaku akan senang jika Vinales menjadi rekan setimnya musim depan, dan membuktikan bahwa RS-GP mampu bersaing di papan atas MotoGP. “Saya berharap rekan setim saya tahun depan adalah pebalap yang sangat kuat, karena kami layak mendapat itu. Kami bekerja sangat keras dan kami tidak jauh dari pabrikan-pabrikan top di dunia,” ujar dia.
Menjadi pebalap Aprilia akan sangat menantang bagi Vinales, karena ini satu-satunya tim dari enam pabrikan yang belum meraih podium. Opsi lain bagi Vinales adalah bergabung dengan VR46 Aramco Racing yang akan menjalani debut di MotoGP sebagai tim independen musim depan. Tim milik Valentino Rossi itu akan menggunakan motor Ducati, dengan pebalap yang sudah pasti Luca Marini. Satu posisi lagi masih terbuka, dan berpotensi ditempati Vinales.
Adapun pengganti Vinales di tim pabrikan Yamaha juga terbuka, dengan beberapa kandidat termasuk Franco Morbidelli yang kini membela Petronas SRT Yamaha. Pebalap Moto2 Raul Fernandez dan Marco Bezzecchi, yang kini di posisi kedua dan ketiga klasemen, juga berpotensi menjadi rekan setim Quartararo musim depan. Bezzecchi juga menjadi salah satu kandidat rekan setim Marini di VR46 Aramco Racing untuk MotoGP 2022.
Baca juga: VR46 Aramco Menggoda Valentino Rossi
Sedangkan bagi Valentino Rossi yang akan mempertimbangkan apakah melanjutkan karier balapnya atau pensiun dalam jeda musim panas, menilai perkembangan situasi ini tidak akan mempengaruhi keputusannya. “Sejujurnya, itu tidak akan mengubah keputusan saya, karena itu akan terkait dengan hasil (balapan). Apa yang terjadi di tim lain atau Yamaha yang lain tidak membuat perbedaan besar,” tegas Rossi, yang juga berpotensi bergabung dengan VR46 Aramco Racing musim depan.