Perancis ibarat terjatuh dari puncak Pegunungan Alpen ketika disingkirkan Swiss lewat adu penalti, Selasa (29/6/2021) dini hari WIB. Mereka tampil buruk, individual, dan tak terlihat sebagai favorit juara pada laga itu.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·6 menit baca
BUCHAREST, KOMPAS — Perancis jatuh dari puncak mimpi tertinggi hingga ke dasar bumi seusai tersingkir di 16 besar Piala Eropa 2020. Bermain menghadapi tim nonunggulan Swiss di Stadion Nasional Bucharest, Romania, Selasa (29/6/2021), Perancis diprediksi bisa melaluinya dengan mulus. Nyatanya, tim Pegunungan Alpen, Swiss, memberikan perlawanan alot yang menampar semua prediksi.
Tim ”Ayam Jantan” pun kalah adu penalti 4-5 setelah laga seri 3-3 selama waktu normal dan tambahan. ”Kami melakukan apa yang kami perlukan utuk unggul 3-1. Namun, kami menunjukkan kelemahan (yang membuat laga imbang 3-3). Itu sesuatu yang tidak biasa bagi kami. Kalah dalam adu penalti, hal yang selalu kejam bagi sebuah tim,” ujar Pelatih Perancis Didier Deschamps di laman UEFA.
Sebelum menjalani laga 16 besar, Perancis hanya kalah sekali dari 17 laga terakhir mereka di berbagai kompetisi. Kekalahan itu, yaitu 0-1, diderita dari Portugal di final Piala Eropa 2016 di Perancis. Penampilan impresif itu membuat banyak pakar sepak bola memprediksi Perancis akan memenangi Piala Eropa kali ini.
Tak hanya itu, Perancis memiliki skuad mewah dari lini belakang, tengah, sampai depan. Bahkan, deretan penyerangnya dianggap yang terbaik di dunia saat ini, yakni dari Kylian Mbappe, Antoine Griezmann, Karim Benzema, dan Olivier Giroud.
Namun, laga melawan Swiss menjadi bencana kolektif yang sulit dilupakan oleh semua anggota tim Perancis dan pendukungnya. Perancis sempat bangkit dari awal yang buruk tertinggal 0-1 oleh gol penyerang Swiss, Haris Seferovic, pada menit ke-15 dan diganjar penalti yang gagal dikonversi menjadi gol oleh bek Swiss, Ricardo Rodriguez, pada menit ke-55.
Perancis berbalik unggul 3-1 melalui gol Benzema pada menit ke-57 dan ke-59, serta gol gelandang Paul Pogba pada menit ke-75. Akan tetapi, sewaktu laga tampaknya bakal berakhir untuk kemenangan Perancis, Swiss menolak untuk menyerah. Secara dramatis, Swiss bisa menyamakan di pengujung laga lewat gol Seferovic pada menit ke-81 dan penyerang Mario Gavranovic pada menit ke-90.
Karena imbang 3-3, laga dilanjutkan ke babak tambahan dua kali 15 menit. Namun, kubu Perancis jauh lebih tertekan sehabis gagal mengakhiri laga lebih cepat. Kecemasan membuat ”Les Bleus” tidak bisa menambah gol selama babak tambahan meskipun mendominasi permainan.
Pertandingan pun dilanjutkan ke adu penalti. Musibah terjadi kala memasuki tendangan kelima seusai empat penendang Perancis dan Swiss sama-sama berhasil melakukan tugasnya dengan baik. Mbappe, yang menjadi penendang terakhir ”Les Bleus” mengambil langkah meyakinkan dalam adu penalti itu. Akan tetapi, sepakan kerasnya ke kiri gawang bisa ditepis penjaga gawang Swiss, Yann Sommer.
Kegagalan Mbappe mengeksekusi penalti itu membuat Perancis tersingkir karena sebelumnya penendang kelima Swiss, penyerang Admir Mehmedi, berhasil menunaikan tugas dengan sempurna. Kekalahan itu membuat Perancis gagal mencapai babak perempat final turnamen besar pertama kali sejak Piala Dunia 2010 di Afrika Selatan.
Mantan gelandang Perancis, Patrick Vieira, menilai, Perancis kali ini bermain sangat buruk. Mereka tidak memiliki kebersamaan atau kekompakan dan tidak punya semangat juang untuk bertarung. ”Tim terbaik pantas untuk pergi ke babak berikutnya dan malam ini adalah Swiss. Sementara kami (Perancis) tidak bermain sebagai tim sehingga kami tidak pantas untuk pergi ke babak berikutnya,” ujar Vieira dikutip BBC.
Mimpi buruk Mbappe
Khusus bagi Mbappe, penampilannya di Piala Eropa 2020 bertolak belakang dengan performa hebatnya di klub, Paris Saint-Germain, sepanjang musim lalu dengan raihan 42 gol dari 47 laga di semua kompetisi. Namun, di Piala Eropa ini, dia gagal mencetak satu gol pun dari tiga laga penyisihan grup dan laga babak 16 besar.
Dalam laga kontrak Swiss, pemain berusia 22 tahun itu gagal mengoptimalkan sejumlah peluang menjadi gol sepanjang laga. Puncaknya, dirinya gagal mengeksekusi tendangan penalti saat menjadi penendang kelima dalam adu penalti.
”Sangat sulit untuk membalik halaman ini (melupakan momen ini). Saya minta maaf atas kegagalan ini. Saya ingin membantu tim, tetapi saya gagal. Sulit untuk tidur karena momen ini. Ya, inilah risiko olahraga yang sangat saya sukai,” tulis Mbappe di Twitter.
Mantan pesepak bola asal Inggris, Gary Neville, mengatakan, Mbappe telah mengalami masa-masa sulit di turnamen ini. ”Namun, jauh lebih sulit baginya untuk menanggung rasa tanggung jawab atas kegagalan Perancis kali ini,” kata mantan pemain Manchester United tersebut.
Deschamps pun mencoba membela Mbappe. Pelatih berusia 52 tahun itu mengungkapkan, Mbappe sangat terpukul seusai laga tersebut. Namun, orang-orang tidak bisa menghukumnya begitu saja karena dia sudah sangat berani mengambil tanggung jawab untuk menjadi penendang kelima yang punya beban psikologis sangat berat.
Kunci keberhasilan Swiss menyingkirkan Perancis merupakan kesiapan fisik yang jauh lebih baik. Para pemain Swiss memang disiapkan untuk bermain selama 120 menit.
Bagi Deschamps, orang yang paling bertanggung jawab atas kegagalan ini justru dirinya sendiri. ”Ketika Perancis menang, prestasi selalu disematkan kepada para pemain. Namun, saat hal-hal kurang baik terjadi, itu merupakan tanggung jawab saya (pelatih). Begitulah olahraga. Anda harus menerimanya, bahkan jika itu menyakitkan,” ucapnya.
Rekan-rekan Mbappe juga mencoba menghibur. Bagi mereka, kekalahan ini adalah kekalahan bersama, bukan karena satu atau dua orang. ”Kami menang bersama, kalah bersama. Kami semua memikul tanggung jawab tersingkir dari kompetisi ini. Tidak ada jari yang boleh menunjuk (menyalahkan orang lain),” kata kapten tim Perancis, Hugo Lloris, dikutip The Guardian.
Tinta emas Swiss
Sebaliknya, kubu Swiss bersukacita dengan hasil tersebut. Mereka menorehkan tinta emas maju ke perempat final Piala Eropa untuk pertama kali dan prestasi tertinggi sejak Piala Dunia Swiss 1954. Mereka pun berhasil menang untuk pertama kali atas Perancis pada laga kompetitif.
”Saya selalu mengatakan bahwa tim ini pantas mendapatkan lebih pada kejuaraan ini. Ada banyak diskusi yang mengatakan bahwa kami sombong. Namun, saya bisa menjamin satu hal, yaitu kami telah menuliskan sejarah malam ini. Semua orang Swiss tidak peduli siapa mereka atau di mana mereka tinggal, mereka hanya tahu kami sudah mencapai sesuatu. Tidak mungkin digambarkan dengan kata-kata. Kami membuat sejarah dan sangat bangga,” ujar kapten Swiss, Granit Xhaka.
Pelatih Swiss Vladimir Petkovic mengatakan, kunci keberhasilan Swiss menyingkirkan Perancis merupakan kesiapan fisik yang jauh lebih baik. Para pemain Swiss memang disiapkan untuk bermain selama 120 menit. ”Kami berhasil memaksakan permainan sesuai dengan harapan kami. Kami memiliki cukup bahan bakar di tangki dan mungkin lebih dari Perancis. Itu yang kami tunjukkan selama 120 menit,” kata pelatih berusia 57 tahun itu.
Kendati demikian, Petkovic meminta pemain tidak larut dalam eurofia berlebihan jika ingin melangkah lebih jauh dalam turnamen kali ini. Apalagi, Swiss akan berjumpa dengan salah satu tim unggulan, Spanyol, dalam perempat final di Stadion Krestovsky, Saint Petersburg, Rusia, Jumat (2/7). ”Kami patut lebih kuat seiring waktu yang terus berjalan,” ucapnya.