Tembus Final, Voli Pantai Indonesia Gagal ke Olimpiade
Tim voli pantai putra Indonesia harus kembali mengubur ambisi tampil di Olimpiade seusai dikandaskan Australia di partai final kualifikasi. Pengalaman bertanding dan kondisi fisik menjadi hal yang masih harus dibenahi.
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tim voli pantai putra Indonesia membuat kejutan dengan menembus babak final AVC Beach Volleyball Continental Cup di Nakhon Pathom, Thailand, 25-27 Juni 2021. Namun, kesempatan Indonesia untuk tampil kembali di Olimpiade setelah 25 tahun lamanya harus sirna seusai dikalahkan Australia di partai puncak. Tim pelatih menyoroti kondisi fisik pevoli dan minimnya pengalaman bertanding.
AVC Beach Volleyball Continental Cup diikuti delapan negara. Tim voli pantai putra Indonesia bersaing dengan Thailand, Australia, China, Qatar, Selandia Baru, Iran, dan Oman untuk merebut satu tiket menuju Olimpiade Tokyo 2020. Indonesia datang ke kejuaraan ini dengan status tidak diunggulkan lantaran memiliki poin dunia terendah di antara tujuh negara lainnya, yaitu 1.160 poin.
Minimnya poin dunia yang dikumpulkan tim voli pantai Indonesia disebabkan tiadanya kejuaraan yang mereka ikuti sepanjang 2020 karena terhalang pandemi Covid-19. Konsekuensinya, di partai pertama Indonesia harus menghadapi China yang memiliki poin terbanyak di antara delapan negara peserta kualifikasi, yaitu 5.420 poin.
Pelatih tim voli pantai Indonesia, Agus Abdul Karim, Minggu (27/6/2021), menyampaikan, sebelum menghadapi China pada laga pertama, tim voli pantai putra Indonesia bersemangat untuk melaju ke babak berikutnya. ”Pada saat akan menghadapi China, anak-anak yakin akan dapat mengatasinya. Walau dengan perjuangan yang ekstra,” ujar Agus, dihubungi dari Jakarta melalui pesan singkat.
Di luar dugaan, tim voli pantai putra Indonesia mampu memecundangi China. Kemenangan Indonesia disumbang tim Indonesia A yang terdiri dari Mohammad Ashfiya dan Ade Candra. Di gim pertama, mereka mengalahkan pevoli China, Gao Peng dan Yang Li, dengan skor 2-1 (18-21, 21-14, 17-15).
Di gim kedua, tim Indonesia B yang diperkuat Gilang Ramadhan dan Danangsyah Pribadi takluk dari pasangan China, Ha Likejiang dan Wu Jiaxi, dengan skor 0-2 (19-21, 14-21). Indonesia akhirnya menentukan kemenangan lewat pasangan Ashfiya dan Ade Candra yang mengalahkan Gao Peng dan Yang Li dengan skor 2-0 (23-21, 23-21).
Menurut Agus, kunci kemenangan atas China adalah kepiawaian mengatur tempo permainan dan taktis dalam menempatkan bola di area lawan. Kemenangan atas China meningkatkan rasa percaya diri tim voli pantai putra Indonesia. Di babak semifinal, Indonesia mampu mengatasi perlawanan Selandia Baru dengan skor total 2-1. Australia yang menjadi unggulan kedua di kejuaraan ini menjadi lawan Indonesia di babak final.
Namun, pevoli putra Indonesia harus mengakui keunggulan Australia dengan skor total 2-0. Pasangan Ashfiya dan Ade Candra menyerah dua set langsung dari pasangan Australia, Christopher Mchugh dan Damien Schumann, dengan skor 18-21 dan 12-21. Pada pertandingan lain, pasangan Indonesia, Gilang Ramadhan dan Danangsyah, juga takluk dua set langsung dari pasangan Australia, Maximilian Guehrer dan Zachery Schubert (13-21, 11-21).
Kekalahan itu memupus harapan tim voli pantai Indonesia untuk berlaga kembali di Olimpiade. Tim voli pantai Indonesia terakhir kali berlaga di Olimpiade 25 tahun lalu, saat Olimpiade 1996 di Atlanta, Amerika Serikat.
Lama absen
Agus menjelaskan, para pevoli pantai Indonesia sempat dilanda demam panggung dan kurang cepat beradaptasi dengan atmosfer pertandingan. Hal itu disebabkan para pevoli pantai Indonesia lama absen mengikuti pertandingan internasional akibat terhalang pandemi. Namun, itu semua lambat laun mulai dapat diatasi ketika menghadapi China.
Selain itu, kesulitan yang dirasakan pevoli Indonesia ketika menghadapi China, Selandia Baru, dan Australia adalah mengatasi tinggi badan pevoli tiga negara tersebut. ”Konsekuensinya, ya, anak-anak harus mengeluarkan seluruh kemampuan mereka dengan ekstra maksimal,” ucap Agus.
Oleh sebab itu, stamina pevoli pantai Indonesia terkuras di laga final menghadapi Australia. Itu karena di dua pertandingan awal, mereka harus bermain hingga tiga babak (golden match) untuk memastikan kemenangan. Kondisi tersebut dinilai Agus sangat menguras energi. Berbanding terbalik dengan pevoli Australia yang staminanya di partai final masih relatif bugar karena di dua laga sebelumnya mengalahkan lawan-lawan mereka dengan dua babak langsung.
Kami sudah lama tidak ikut kejuaraan di luar negeri, makanya jadi tertinggal jauh.
Dihubungi secara terpisah, pevoli Indonesia, Ade Candra, menilai kemampuan teknik, keterampilan, dan strategi pevoli Indonesia hampir sama dengan pevoli China, Australia, dan Selandia Baru. Hanya saja, mereka diuntungkan karena masih bisa mengikuti sejumlah kejuaraan internasional.
Kurangnya jam terbang mengikuti kejuaraan internasional juga menyebabkan tim voli putri Indonesia harus tersingkir di pertandingan pertama menghadapi Thailand. Kondisi itu memperlihatkan betapa pengalaman bertanding menjadi hal yang harus dibenahi, juga ditingkatkan ke depannya.
”Kami sudah lama tidak ikut kejuaraan di luar negeri, makanya jadi tertinggal jauh,” ujar Ade.
Terkait itu, Agus mengakui pengalaman bertanding menjadi pekerjaan rumah ke depan yang akan ia benahi. Selain itu, Agus akan memoles lagi stamina dan kondisi fisik pevoli Indonesia. Sekembalinya ke Indonesia, mereka tetap menjalani pemusatan latihan nasional di Sentul, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, untuk persiapan mengikuti Sea Games 2021 di Vietnam akhir tahun nanti.
Selain itu, perhelatan Pekan Olahraga Nasional (PON) di Papua pada Oktober 2021 akan coba dimanfaatkan Persatuan Bola Voli Seluruh Indonesia (PBVSI) untuk melihat kemungkinan adanya talenta-talenta voli potensial yang bisa direkrut untuk memperkuat Indonesia di SEA Games 2021.