Harry Marra Merombak Teknik Zohri
Pelatih asal Amerika Serikat Harry Marra kembali menangani pelari Lalu Muhammad Zohri untuk ke Olimpiade Tokyo 2020. Marra memperbaiki teknik start block dan lari 30 meter pertama Zohri agar bisa melaju lebih kencang.
JAKARTA, KOMPAS – Pelatih atletik terbaik dunia 2016 asal Amerika Serikat Harry Marra kembali menangani pelari andalan Indonesia, Lalu Muhammad Zohri untuk persiapan Olimpiade Tokyo 2020. Sejak mulai melatih di Stadion Madya Senayan, Jakarta, Minggu (20/6/2021), pelatih asal New York itu langsung merombak teknik Zohri.
Pelatih berusia 74 tahun itu berharap Zohri bisa tampil optimal di Olimpiade dan menembus waktu di bawah 10 detik. ”Fantastis Zohri, untuk Olimpiade, 9,95 detik,” ujar Marra saat melihat Zohri bisa melakukan gerakan balok start dengan benar dalam latihan di Stadion Madya Senayan, Selasa (22/6/2021).
Dalam latihan kali ini, Marra dan para pelatih nasional, seperti Eni Nuraini, Erwin Maspaitela, dan Farrel Oktavian sudah siap sedia di lapangan sejak pukul 07.00. Tak lama, para pelari pelatnas diminta untuk melakukan pemanasan memutari lintasan beberapa putaran, melakukan gerakan dasar lari, dan melempar bola-bola karet.
Baca juga : Sapwaturrahman Ditargetkan Susul Zohri, Lolos Olimpiade Tokyo
Kemudian, latihan dilanjutkan ke menu utama, yakni pembenahan teknik balok start dan lari 80 meter. Di sinilah, Marra mulai mengamati secara detail gerakan tiap gerakan para pelari pelatnas, terutama Zohri dari ujung kaki hingga ujung kepala.
Setelah Zohri melakukan satu kali balok start, Marra langsung meminta pelari berusia 20 tahun itu balik ke titik start. Pelatih kelahiran 1947 itu memanggil pelatih dan pelari yang lain untuk mendekat. Dia pun menjelaskan apa yang masih perlu diperbaiki dari setiap gerakan Zohri.
Menurut Marra, hal paling mendasar yang perlu dibenahi dari Zohri adalah tumpuan kaki saat balok start. Selama ini, tumpuan kaki kanan atau kaki belakang pelari asal Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat itu tidak menyentuh lintasan. Itu membuat daya dorong kaki kurang maksimal karena hanya mengandalkan otot besar.
Baca juga : Zohri dan Sapwan Keteteran di Uji Coba Olimpiade
Harusnya Zohri menggunakan juga otot kecilnya di ujung tapak kaki. Itu akan membantu daya dorong menjadi lebih cepat. Ini ibaratkan Elton John sedang memainkan piano. Dia mengandalkan otot kecil di jemari yang membuat gerakannya cepat.
”Harusnya Zohri menggunakan juga otot kecilnya di ujung tapak kaki. Itu akan membantu daya dorong menjadi lebih cepat. Ini ibaratkan Elton John sedang memainkan piano. Dia mengandalkan otot kecil di jemari yang membuat gerakannya cepat,” ujar pelatih atlet dasalomba Amerika Serikat, Ashton Eaton yang meraih emas di Olimpiade Rio de Janeiro 2016 dan London 2012 tersebut.
Terburu-buru
Marra pun meminta Zohri memperbaiki ayunan tangan agar tidak terlalu memanjang melainkan cukup bagian depan sejajar wajah dan bagian belakang sejajar punggung. Tangan yang terlalu memanjang menunjukkan pelari terlalu memaksa atau terburu-buru dalam balok start.
Padahal, semakin rileks justru membuat gerakan semakin gesit. ”Ayo Zohri, kamu terlalu eksplosif. Kamu seperti mau terbang ketika balok start. Padahal, kamu cukup untuk mendorong tubuh saja dengan baik. Jadilah lebih natural,” terangnya.
Baca juga : PB PASI Siapkan Strategi Tambah Kuota Atlet
Hal lain yang kurang baik dari Zohri ialah kemiringan tubuh selepas balok start. Tubuh pelari bertinggi 172 sentimeter itu terlalu condong ke bawah dan tidak sejajar dengan pinggul hingga kaki. Ini akibat pandangan matanya yang selalu di bawah sampai tiga-empat langkah sesudah start.
Harusnya, pandangan mata menghadap ke depan pasca start. Dengan ini, kemiringan tubuh menjadi ideal, sejajar dari kepala, punggung, pinggul, sampai kaki. ”Kalau terlalu ke bawah, tubuh mu tidak seimbang. Kalau orang tua yang melakukannya, mereka pasti terjatuh,” katanya.
Bukan mengejar
Marra juga memberikan paradigma baru untuk para pelari pelatnas, khususnya Zohri agar tidak mengejar jarak tapi biarkan jarak itu yang mendekati. Maksudnya, selama ini, kebanyakan pelari Indonesia berlari habis-habisan untuk memangkas jarak dan mencapai finis. Akibatnya, mereka mengabaikan teknik. Itu membuat kecepatan tidak optimal dan energi yang dilepas menjadi sia-sia.
Baca juga: Menanti Rekan Zohri ke Olimpiade 2020
Seharusnya, atlet berlari dengan rileks dan melangkahkan kaki dengan teknik yang benar. Dengan demikian, gerakan yang dilakukan menjadi lebih efektif dan energi yang digunakan lebih efisien sehingga seolah tubuh yang didekati lintasan.
Teknik itu kuncinya ada di gerakan mengangkat paha. Yang dilakukan oleh Zohri dan kawan-kawan ketika mengangkat paha, ujung kaki terlalu terbuka melebihi atau sejajar dengan lutut. Yang benar, ujung kaki itu harus ke dalam atau berada sejajar dengan pinggang. ”Ini membuat daya dorongmu saat melangkah jadi lebih bertenaga,” tutur Marra.
Berlari tanpa suara
Di akhir sesi latihan, Marra sempat menegur para pelari pelatnas untuk berhenti melakukan kebiasaan berlari dengan suara tapak kaki. Semakin nyaring suara tapak kaki kala berlari, justru semakin buruk kualitas lari tersebut dan sebaliknya. ”Ayo hilangkan suara-suara itu,” jeritnya kepada para atlet.
Baca juga: Hantu Cedera Tidak Halangi Mimpi Zohri
Apa yang dijelaskan Marra seperti gambaran kala penampilan pelari legendaris asal Jamaika Usain Bolt. Pemegang rekor dunia lari 100 meter dengan waktu 9,58 detik itu tampak sangat santai saat balok start. Namun, lepas dari 30 meter, langkahnya terus stabil, seolah melayang, dan pelan-pelan meninggalkan semua pesaing jelang finis.
Secara keseluruhan, Marra mengatakan, para pelari Indonesia sejatinya punya potensi besar, terutama lari selepas 30 meter hingga finis. Akan tetapi, mereka perlu perbaikan saat balok start dan lari sampai 30 meter pertama. Itu butuh penyesuaian teknik yang benar.
”Ini sangat mirip dengan menggelindingkan bola dari bukit. Jika bola menggelinding menuruni bukit dengan benar di awal, bola akan terus menambah kecepatan. Jika menabrak gundukan saat pertama kali menggelinding menuruni bukit, maka itu menyebabkan goyangan, dan goyangan itu tidak membaik, itu tidak akan menjadi lebih baik. Ini hanya akan menjadi lebih buruk. Jadi, kami ingin memperbaiki goyangan tersebut,” jelasnya.
Baca juga : Harapan Pelatih dan Atlet kepada Luhut
Dalam satu bulan jelang Olimpiade Tokyo ini, pelatih yang membantu pelatnas hingga SEA Games 2021 Vietnam itu yakin bisa membuat teknik Zohri jauh lebih baik. Kalau semuanya membaik, dia optimistis Zohri bisa berlari lebih cepat dari rekor pribadinya 10,03 detik yang dicapai kala meraih perunggu di Seiko Golden Grandprix 2019 di Osaka, Jepang.
”Kalau bisa membereskan teknik balok start dan lari sampai 30 meter pertama itu, Zohri bisa mencapai waktu lebih baik dari 10,03 detik. Demikian Alvin (Tehupeiory, pelari 100 meter putri yang mendapatkan wildcard ke Olimpiade), dia bisa lebih cepat dari rekornya, 11,64 detik tersebut. Saya coba memberikan pemahaman secara ilmiah dan masuk akal agar atlet bisa memahami secara baik,” ujar Marra yang turut dipercaya membenahi Alvin.
Sangat membantu
Eni menuturkan, kehadiran Marra sangat membantu karena dia punya pengalaman dunia. Setidaknya, jelang Asian Games 2018 Jakarta-Palembang, bantuan Marra sangat terasa. Dengan sentuhannya yang hanya beberapa bulan, Zohri bisa berkembang dengan mencatat waktu 10,18 detik ketika meraih emas Kejuaraan Dunia Yunior 2018 di Tampere, Finlandia dan turut menyumbangkan perak bagi tim estafet 4x100 meter di Asian Game 2018.
Baca juga : Luhut Utamakan Pembinaan Berbasis Data
”Marra sangat teliti dalam mengoreksi gerakan atlet. Selama ini, masalah utama Zohri ada di teknik balok start dan lari 30 meter pertama. Semoga dengan bantuannya, teknik Zohri bisa membaik dan mencapai waktu di bawah 10 detik di Olimpiade nanti,” harap pelatih terbaik Asia 2019 tersebut.
Zohri turut bersyukur bisa dilatih Marra lagi. Dirinya mengakui masih lemah di teknik balok start dan lari 30 meter pertama. Kondisi diperparah dengan jarangnya ada perlombaan internasional yang membuatnya tidak ada kesempatan mengevaluasi hasil latihan. ”Dengan ada Marra, saya yakin bisa jauh lebih baik. Penjelasan dia sangat mudah dipahami dan langsung terasa efeknya dalam latihan,” pungkas atlet kelahiran 1 Juli 2000 tersebut.