Kesempurnaan ”Gli Azzurri”
Italia sempurna di fase grup Piala Eropa 2020. Mereka menyapu tiga laga dengan kemenangan dan tidak pernah kebobolan. Ini merupakan salah satu hasil terbaik sepanjang sejarah kejuaraan terbesar di Benua Biru tersebut.
ROMA, MINGGU — Italia mencapai kesempurnaan seusai menang 1-0 atas Wales dalam laga terakhir penyisihan Grup A Piala Eropa 2020 di Stadion Olimpico, Roma, Italia, Senin (21/6/2021). Hasil ini menahbiskan ”Gli Azzurri” sebagai satu-satunya tim yang pernah menjadi juara grup dengan rekor tiga kemenangan tanpa pernah kebobolan.
”Kami tidak bisa berbuat lebih baik dari ini (skor 1-0). Mungkin, kami bisa mencetak lebih banyak gol, tetapi cuaca sangat panas dan permainan sangat mengandalkan fisik. Jadi, hasil ini sudah sangat baik. Yang paling penting, identitas tim tetap sama meskipun kami mengganti tiga atau empat pemain. Mereka semua tahu apa yang harus dilakukan dan produk akhirnya tidak berubah,” ujar pelatih Italia Roberto Mancini, di laman UEFA.
Kemenangan itu membuat Italia mengumpulkan 9 poin dengan rekor tujuh gol tanpa pernah kebobolan. Mereka mengungguli Wales di urutan kedua dengan 4 poin, Swiss di peringkat ketiga dengan 4 poin, dan Turki sebagai juru kunci tanpa meraih poin.
Peforma Italia di penyisihan grup kali ini tidak mungkin bisa disaingi oleh para pesaingnya di lima grup yang lain. Hanya Belgia di Grup B dan Belanda di Grup C yang punya peluang meraih poin sempurna, tetapi mereka sudah pernah kebobolan.
Rekor baru
Secara keseluruhan, sepanjang sejarah Piala Eropa sejak pertama kali berlangsung di Perancis 1960, Italia menjadi tim pertama yang menjadi juara grup dengan poin sempurna dan tanpa kemasukan gol. Tim Negeri Pizza ini mengulangi sukses menjadi juara grup dengan poin sempurna, seperti di Piala Eropa 2000 Belgia-Belanda. Hanya, saat itu, mereka sempat kebobolan 2 gol.
Sampai saat ini, kecuali Piala Eropa 1960-1976 yang masih berbentuk turnamen tanpa penyisihan grup, cuma 10 negara yang pernah meraih tiga kemenangan di fase grup. Selain Italia pada Piala Eropa tahun ini dan tahun 2000; ada Jerman di edisi 2012; Kroasia, Belanda, dan Spanyol di 2008; Republik Ceko pada 2004; Portugal dan Belanda pada 2000; serta Perancis pada 1984.
Baca juga: Italia Lolos ke Babak 16 Besar dengan Sempurna
Grafik 7 gol dan tanpa kebobolan Italia kali ini menjadi salah satu yang terbaik sepanjang sejarah. Mereka hanya kalah dari Belanda dengan selisih 8 gol, dari memasukan 9 gol dan kemasukan 1 gol di Piala Eropa 2008 Swiss-Austria. Namun, mereka menyamai prestasi Perancis dengan selisih 7 gol, dari memasukkan 9 gol dan kemasukan 2 gol pada Piala Eropa 1984 Perancis.
Secara khusus, tiga poin atas Wales membuat Italia meraih 11 kemenangan beruntun sejak melumat Estonia 4-0 dalam laga uji coba, Kamis (12/11/2020). Kemenangan itu juga membuat mereka memperpanjang rekor tidak terkalahkan menjadi 30 laga terakhir setelah kalah 0-1 dari Portugal di Liga Nasional UEFA pada 10 September 2018. Tim pengoleksi trofi Piala Eropa 1968 Italia itu menyamai rekor yang dibuatnya antara November 1935-Juli 1939, yakni 30 laga tanpa kekalahan.
Hasil itu juga membuat Italia menjaga keangkeran Kota Roma. Setiap kali berlaga di Ibu Kota Italia itu dalam kejuaraan besar, seperti Piala Eropa atau Piala Dunia, mereka tidak pernah kalah. Dengan kemenangan itu, rekornya menjadi 11 menang dan dua imbang.
Sebelumnya, Italia sudah memecahkan rekor untuk pertama kalinya bisa mencetak gol dengan margin lebih dari dua gol dalam laga Piala Eropa. Di dua laga awal, tim pengoleksi empat trofi Piala Dunia itu menang 3-0 atas Turki pada Sabtu (12/6) dan 3-0 atas Swiss pada Kamis (17/6).
Pozzo (Vittorio Pozzo ialah pelatih yang membawa Italia mencapai 30 laga tanpa kalah di era 1930-an) juga memenangi banyak trofi penting. Jadi, kami masih jauh di belakang levelnya.
Dengan grafik menjanjikan itu, kubu Italia dinaungi keyakinan tinggi bisa mengulangi kesuksesan menjadi juara Piala Eropa seperti 53 tahun silam. Namun, kendati meraih rekor demi rekor, Mancini enggan besar kepala. Dia tetap berusaha membumi dan mengajak semua tim untuk tetap fokus selangkah demi selangkah.
Apalagi Italia belum memenangi apa pun. Yang utama tetap bukti berupa trofi di akhir kompetisi. ”Pozzo (Vittorio Pozzo ialah pelatih yang membawa Italia mencapai 30 laga tanpa kalah di era 1930-an) juga memenangi banyak trofi penting. Jadi, kami masih jauh di belakang levelnya. Setiap tim di 16 besar dapat memenangkan Piala Eropa. Tentu saja, kami tidak boleh berpikir bisa menang di setiap laga atau pasrah begitu saja,” kata Mancini merendah ketika disamakan dengan Pozzo.
Jalannya laga
Italia melakukan sejumlah rotasi pemain dalam laga kali ini. Hanya kiper Gianluigi Donnarumma, bek sekaligus kapten Leonardo Bonucci, dan gelandang Jorginho pemain inti dalam dua laga sebelumnya yang tetap bermain sebagai pemain mula kali ini.
Hingga 15 menit sejak pluit laga dimulai, Italia cukup kesulitan mencari bentuk permainan. Namun, setelah terjadi pergantian posisi antara penyerang sayap Federico Bernardeschi di kanan dan Chiesa di kiri, permainan Italia mulai lebih hidup.
Baca juga: Shaqiri dan Zuber menjaga Nyawa Tipis Swiss
Chiesa lebih menonjol saat bermain di sisi kanan. Pemain Juventus itu menjadi lebih sering menusuk pertahanan lawan dengan lari kejut nan cepatnya. Dari 23 peluang yang dibuat Italia, lima peluang lahir dari kreasi langsung pemain berusia 23 tahun tersebut.
Pada menit ke-29, Chiesa nyaris mencetak gol andai sepakan kerasnya dari dalam kotak penalti tidak membentur tubuh gelandang Wales Ethan Ampadu. Pada menit ke-65, anak dari legenda sepak bola Italia Enrico Chiesa itu melakukan tusukan ke jantung pertahanan Wales dan melepas umpan tarik ke striker Andrea Belotti. Sayangnya, sontekan penyerang Torino itu masih bisa ditepis oleh kiper Wales Danny Ward.
Lewat permainan apiknya, Chiesa dinobatkan sebagai pemain terbaik laga tersebut. ”Laga tadi amat emosional. Kami membuktikan bahwa setiap pemain yang dipilih pelatih dapat tampil baik. Saya nyaris mencetak gol, sayangnya bek Wales entah bagaimana berhasil menghalau bola. Ada banyak antusiasme, tetapi kami sepenuhnya menyadari bahwa sekarang situasi berbeda karena sudah memasuki sistem gugur,” tuturnya.
Selain Chiesa, gelandang Marco Verratti juga bermain tak kalah baiknya. Setelah absen pada dua laga sebelumnya karena masih pemulihan cedera lutut, pemain Paris Saint-Germain itu akhirnya dimainkan pada kejuaraan kali ini.
Baca juga: Italia Menikmati Tuah Immobile di Stadion Olimpico
Hingga seperempat jam laga berjalan, Verratti belum terlalu terlihat perannya. Setelah itu, pelan-pelan dia kembali menemukan jati dirinya. Pemain berusia 28 tahun itu tampak tidak sedikit pun trauma dengan cederanya.
Verratti bisa bermain lepas, tenang, dan efektif sehingga menjadi motor permainan tim. Pemain mungil untuk ukuran Eropa, dengan tinggi 165 sentimeter, itu berkontribusi besar membuat Italia menguasai permainan sepanjang laga dengan persentase 70 persen berbanding 30 persen.
Salah satu peran vitalnya adalah memberikan umpan terukur melalui tendangan bebas dari sisi kanan kepada gelandang Matteo Pessina, yang mencetak gol di menit ke-39. Umpan rendah itu berhasil diteruskan dengan akurat oleh pemain Atalanta itu ke pojok kiri gawang lawan tanpa bisa dihalau Ward.
Baca juga: Jangan Pernah Meremehkan Italia
”Saya sangat senang dengan pencapaian ini. Bagi saya, laga ini sangat sulit. Apalagi pada awalnya, saya sempat tidak yakin apakah bisa bermain di turnamen ini setelah cedera yang dialami. Saya khawatir mimpi buruk absen dari Piala Eropa 2016 (Perancis) karena cedera terulang lagi. Saya berterima kasih kepada staf medis dan pelatih yang terus menunggu saya. Ini adalah hari yang spesial dan saya sangat senang,” ungkap Verratti di laman UEFA.
Kebanggaan Wales
Sementara itu, Wales nyaris tidak berkutik dalam laga ini. Skuad berjuluk ”The Dragons” itu hanya membuat tiga peluang dengan satu tepat sasaran ke gawang. Situasi kian sulit setelah kartu merah yang diterima Ampadu pada menit ke-55 karena menginjak kaki Bernardeschi. Terlepas dari itu, mereka bangga hanya kalah tipis 0-1 dari Italia yang bermain di kandang sendiri dan unggul jumlah pemain hampir separuh pertandingan.
Dengan kekalahan tipis itu, Wales bisa menjaga selisih memasukkan dan kemasukan lebih baik daripada pesaing terdekatnya, Swiss. Walau sama-sama meraih 4 poin, Wales memiliki selisih 1 gol dari memasukkan 3 gol dan kemasukan 2 gol. Swiss punya selisih minus 1 dari memasukkan 4 gol dan kemasukan 5 gol.
Oleh karena itu, Wales berhak duduk di peringkat kedua dan bisa mendampingi Italia ke 16 besar. Sebaliknya, Swiss harus menanti keajaiban untuk lolos sebagai salah satu dari empat tim yang menempati peringkat ketiga terbaik yang berhak ke fase gugur.
Kami mencoba mendapatkan hasil lebih baik (imbang), tetapi apa bedanya karena kami bakal tetap finis kedua.
Secara keseluruhan, itu menjadi prestasi beruntun Wales lolos dari fase grup Piala Eropa setelah Piala Eropa 2016 yang mencapai semifinal. Adapun tim berjersei merah itu pertama kali berpartisipasi di Piala Eropa lima tahun lalu.
”Kami tahu ini akan menjadi laga yang sangat sulit (berjumpa Italia). Saya bangga dengan para pemain atas hasil ini. Jelas, kami mencoba mendapatkan hasil lebih baik (imbang), tetapi apa bedanya karena kami bakal tetap finis kedua. Sekarang, kami perlu segera memulihkan diri dan berbenah untuk laga berikutnya,” ujar penyerang sekaligus kapten Wales Gareth Bale kepada ITV Sport.