Performa Italia di Piala Eropa 2020 sejauh ini dinilai sempurna dan indah seperti pertunjukan orkestra. Keindaha itu ingin terus dipertahankan ”Gli Azzurri”, tetapi Gareth Bale dan kawan-kawan sudah siap merusaknya.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·5 menit baca
ROMA, SABTU - Penampilan penyanyi opera, Andrea Bocelli, di Stadion Olimpico, Roma, pada pembukaan Piala Eropa 2020, pekan lalu, bagaikan pengantar ”orkestra” tim nasional sepak bola Italia. Olimpico lalu memanggungkan acara utama, yaitu keindahan penampilan ”Gli Azzuri” yang bak pertunjukan musik klasik menawan dengan dipimpin sang ”konduktor”, Roberto Mancini.
Pertunjukan yang sempurna. Demikian penilaian pelatih segudang pengalaman asal Italia, Claudio Ranieri, tentang penampilan Gli Azzurri dalam dua laga penyisihan Grup A sejauh ini. Ranieri memuji tinggi Mancini dan timnya yang tampil jauh di atas ekspektasinya.
Kesempurnaan Italia tercermin ketika menang tiga gol tanpa balas, yaitu masing-masing atas Turki dan Swiss. Untuk kali pertama dalam sejarah, Italia memulai turnamen besar dengan dua kemenangan beruntun, mencetak minimal enam gol, dan tidak kebobolan.
”Dribel, menekan, berlari. Semua dilakukan terus-menerus dalam intensitas tinggi. Sejauh ini, mereka bermain seperti orkestra sempurna, membuat enam gol tanpa kebobolan. Itu dominasi yang sempurna terhadap para lawannya,” ucap Ranieri, pelatih yang pernah membawa Leicester City juara Liga Inggris, seperti dikutip La Gazzetta dello Sport.
Kata Ranieri, Mancini datang dengan hal baru, sesuatu yang tidak pernah dilihatnya dari timnas Italia sejak ia lahir pada 1951. Bak seorang konduktor orkestra, Mancini mengatur tempo dan intensitas permainan Gli Azzurri hanya dengan berteriak dan menggayunkan tangannya dari tepi lapangan. Italia, yang dulu identik dengan pakem sepak bola pragmatis, ternyata juga bisa eksplosif menyerang di tangan Mancini.
Karakter ofensif
Karakter ofensif itu terlihat dari jumlah 39 percobaan tendangan yang dibuat Italia hanya dalam dua laga penyisihan grup Piala Eropa 2020. Artinya, tim ”Negeri Pizza” menciptakan satu peluang gol setiap lima menit laga. Pada saat bersamaan, mereka hanya membiarkan tim lawan menendang 9 kali selama 180 menit laga yang telah mereka jalani sejauh ini.
Ranieri, yang mewakili masyarakat Italia, meyakini, Mancini adalah pria tepat yang dinantikan sekian lama. ”Mancini telah membuka jalan baru. Kita harus meneruskan dan mengikutinya,” ucap pelatih yang malang meintang di Liga Italia dan Liga Inggris itu
Penampilan menawan akan kembali dipertahankan Gli Azzurri pada laga terakhir penyisihan Grup A, yaitu versus tim kuda hitam, Wales, di Stadion Olimpico, Italia, Minggu (20/6) malam. Meskipun sudah pasti lolos ke babak 16 besar, Italia ingin menjaga momentum tren 10 kemenangan beruntun tanpa kebobolan yang telah berjalan sejak sebelum Piala Eropa.
Kemenangan akan membuat mereka meraih tiket ke babak gugur Piala Eropa 2020 sebagai juara grup serta terhindar dari tim-tim raksasa pemuncak grup lainnya. Tidak kalah pentingnya, hasil positif atas Wales akan membuat Mancini mampu menyamai rekor Vittorio Pozzo yang sulit ditandingi.
Pelatih legendaris AC Milan itu membawa Gli Azzurri tidak terkalahkan di 30 laga beruntun pada kurun 1935-1939. Ia juga membawa Gli Azzurri menyabet dua trofi Piala Dunia, yaitu pada 1934 dan 1938. Adapun di bawah asuhan Mancini, Italia tidaklah terkalahkan di 29 laga sejak September 2018 silam.
Jadi, Ciro Immobile dan rekan-rekannya hanya perlu terhindar dari kekalahan atas Wales guna menyamai rekor lama itu. Giorgio Chiellini, kapten tim Italia, menegaskan, timnya bertekad menjaga kesempurnaan orkestra mereka di Roma.
Meskipun tidak akan bermain karena masalah otot paha, Chiellini ingin semua pemain di timnya punya tujuan menang di kepala mereka. Kemenangan memberikan energi positif untuk tim.
”Tim ini (Italia) terus tumbuh dari laga ke laga. Ada antusiasme yang membuat kami bisa melakukannya dengan usaha minim. Semua datang spontan dan natural. Hal itu karena energi positif (dari kemenangan) merasuk ke tubuh semua pemain,” ucap bek tengah berusia 36 tahun tersebut.
Akibat cedera, posisi Chiellini kemungkinan akan ditempati Francesco Acerbi. Bek tengah Lazio itu telah bermain, menggantikan Chiellini, ketika Italia menghadapi Swiss.
Mancini membawa antusiasme ke dalam tim. Kami merasakan hal yang sama dengan para pendukung. (Federico Chiesa)
Mancini juga kemungkinan akan mengistirahatkan sejumlah pemain lainnya demi menghindari cedera jelang babak gugur. Gelandang Marco Verratti, yang sudah pulih dari cedera, kemungkinan diturunkan sejak menit pertama saat menghadapi Wales. Laga itu menjadi kesempatan terbaiknya untuk mengembalikan kondisinya sekaligus memimpin lini tengah Italia dalam formasi 4-3-3.
Federico Chiesa, penyerang sayap Italia yang membela Juventus, menilai semua pemain yang akan tampil tidak akan mengubah banyak hal. Dengan kata lain, kualitas pemain inti dan cadangan tidaklah jauh berbeda. Mancini pun sudah menekankan seluruh pemainnya agar siap tampil kapan saja.
”Pelatih mengatakan, kami semua pemain utama. Jadi, harus siap kapan pun diturunkan. Semua orang di tim ini punya peran krusial dan bisa saling membantu untuk mencapai target. Mancini membawa antusiasme ke dalam tim. Kami merasakan hal yang sama dengan para pendukung,” ucap Chiesa yang selalu masuk dalam daftar pemain cadangan Italia pada dua laga terakhir.
Namun, Italia tidak bisa duduk tenang. Wales datang dengan ancaman besar setelah meraup empat poin dalam dua laga. Permainan mereka sangat efesien dengan kombinasi peran duo bintangnya, yaitu Aaron Ramsey dan Gareth Bale.
Wales tidak butuh mendominasi jalannya laga untuk menang. Mereka selalu kalah dalam penguasaan bola dan jumlah tendangan ketika menghadapi Turki dan Swiss. Namun, Wales enggan membuang peluang sekecil apa pun. Mereka mencetak satu gol setiap tiga kali tendangan ke gawang.
Di sisi lain, Wales memiliki Ramsey yang membela klub Juventus dan mengenal gaya bermain para pemain Italia. Pengalamannya bermain di Liga Italia bisa menjadi modal timnya untuk mempelajari karakter Gli Azzurri. Tak pelak, kombinasi efisiensi serangan Wales dan pengetahuan Ramsey dapat merusak orkestrasi Gli Azzurri di Olimpico.
Joe Allen, gelandang Wales, berkata, kepercayaaan diri timnya tengah melambung seusai menang atas Turki, 2-0. Pikiran mereka sekarang sedang bernostalgia ke Piala Eropa Perancis 2016, yaitu ketika mampu menembus babak semifinal pada penampilan debutnya di turnamen itu.
”Saya pikir, hasil baik ini perlu dirayakan. Kami harus selalu memastikan berbuat sebaik mungkin demi pendukung yang sudah datang jauh-jauh. Mereka selalu kalah jumlah, tetapi suaranya selalu bisa kami dengar. Semoga kami bisa memberikan mereka sesuatu lagi untuk dikenang,” ucap Allen yang menjadi jangkar dalam permainan 4-1-4-1 ala Rob Page, pelatih interim timnas Wales.