Datang dengan pemain naturalisasi, Indonesia masih sangat lemah dalam pertarungan rebound. Kelemahan itu terlihat begitu jelas saat timnas dieksploitasi tim muda Filipina.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
PAMPANGA, JUMAT– Hadirnya center naturalisasi setinggi 2,07 meter, Lester Prosper, ternyata belum cukup menjawab problem klasik tim nasional bola basket Indonesia dalam rebound. Karena kalah telak dalam duel rebound, pertahanan timnas dieksploitasi oleh tim muda berbakat Filipina.
Indonesia kembali kalah jauh dari tuan rumah, 51-76, dalam pertemuan kedua kualifikasi Piala Asia FIBA 2021 di Angeles City Foundation Gym, Pampanga, Filipina, pada Jumat (18/6/2021) WIB. Filipina dengan pemain utama berusia rata-rata 23 tahun, bermain agresif sejak menit pertama dan unggul sepanjang pertandingan.
Faktor terbesar dalam kekalahan timnas adalah lemahnya rebound. Prosper dan rekan-rekan kalah telak dalam rebound yang merupakan salah satu aspek terpenting dalam permainan. Catatan rebound timnas hampir separuh dari milik Filipina, 31-58.
Meski punya Prosper yang tinggi dan besar, tim lawan lebih agresif dalam duel perebutan bola pantul. Filipina juga didukung mayoritas pemain lebih tinggi, termasuk duo center Kai Sotto (2,16 meter) dan Kakou Kouame (2,13 meter). Keunggulan agresivitas dan postur itu membuat timnas tidak berdaya di area pertahanan.
Filipina menghasilkan total 26 offensive rebound dari seluruh catatan itu. Artinya, mereka punya kesempatan kedua untuk mencetak poin lagi seusai tembakannya gagal. Peluang itu dimanfaatkan dengan baik. Mereka menghasilkan 23 poin dari kesempatan kedua percobaan lemparan.
Prosper seakan hanya bertarung sendirian dengan mengoleksi 8 rebound. Sisanya, hanya guard Agassi Goantara yang mampu menyumbang 5 rebound. Di sisi lawan, Filipina punya lima pemain yang minimal menghasilkan 5 rebound, salah satunya guard Dwight Ramos (12 rebound).
Pelatih Indonesia Rajko Toroman berkata, skuad asuhannya memang kalah kelas dari Filipina. Juga, mereka kurang persiapan menghadapi sang rival karena laga ini hanya berjarak sehari seusai berhadapan dengan Korea Selatan, Kamis kemarin.
“Tim ini belum berada di level yang sama dengan Filipina dan Korsel. Sulit bagi kami bisa bertarung dengan mereka tanpa persiapan yang baik. Kami hanya punya satu hari untuk mempersiapkan diri. Itu sama sekali tidak cukup,” kata Toro dalam konferensi pers seusai laga.
Tim ini belum berada di level yang sama dengan Filipina dan Korsel. Sulit bagi kami bisa bertarung dengan mereka tanpa persiapan yang baik.
Timnas tampak kurang persiapan menghadapi duo menara lawan, Sotto dan Kouame. Hal itu terlihat pada paruh kedua, ketika mereka dimainkan bersama-sama. Indonesia yang sebelumnya hanya tertinggal satu digit pada paruh babak, 22-30, mulai kehilangan momentum. Pada akhir kuarter ketiga timnas sudah tertinggal sangat jauh, 36-51.
Kehadiran Sotto (7 poin, 7 rebound) dan Kouame (11 poin, 5 rebound) mengganggu konsentrasi pertahanan timnas di area dalam. Dampaknya, area dalam timnas dieksploitasi dengan kemasukan 40 poin dari paint area.
Indonesia mencoba bangkit pada awal kuarter terakhir, saat Filipina mulai tampil dengan pemain pelapis. Namun, timnas hanya mengandalkan Prosper yang menyumbang 22 poin dan 8 rebound. Pemain lain, termasuk duo guard andalan Abraham Grahita dan Andakara Prastawa tidak mampu bersinar dengan catatan masing-masing hanya 8 poin.
Problem rebound ini menjadi catatan penting bagi Toro jelang Piala Asia mendatang. Di kualifikasi, Indonesia sudah dua kali bertemu masing-masing tim yang lebih kuat, Filipina dan Korsel. Pertemuan itu berujung kekalahan telak dan tertinggal jauh dalam rebound.
Misalnya saja, ketika Indonesia takluk dari Filipina, 70-100, di Jakarta, pada pertemuan pertama, Februari 2020. Timnas yang tampil tanpa Prosper juga kalah jauh dalam rebound, 33-55. Mirisnya, kehadiran Prosper ternyata belum cukup mengubah ketimpangan dalam rebound di pertemuan kedua.
Kata Toro, dia lebih optimistis menatap Piala Asia. Sebab, skuadnya akan kedatangan beberapa pemain penting lagi. Misalnya, forward berdarah campuran Indonesia-Amerika Serikat Brandon Jawato yang tidak bisa tampil di kualifikasi karena cedera dan pemain muda setinggi 2,03 meter Derrick Michael Xzavierro yang sedang mengikuti Akademi NBA, di Australian Institute of Sports, Canberra.
“Kami punya tim dengan banyak talenta. Ada beberapa pemain muda yang sempat ikut latihan bersama tim sebelum berangkat. Ada juga pemain yang belum bisa datang, seperti Brandon dan Derrick. Saya yakin kehadiran mereka bisa membuat perbedaan nantinya,” jelas Toro, yang juga pernah melatih Filipina.
Indonesia juga sedang berupaya mengurus pemain naturalisasi baru asal klub NBA Cleveland Calvaliers, Marques Bolden. Nantinya Toro akan memilih salah satu di antara Bolden atau Prosper untuk tampil di Piala Asia.
Pelatih Filipina Thomas Baldwin menilai, kunci kemenangan timnya terletak pada disiplin dan usaha ekstra di lapangan. Mereka bisa mendominasi, termasuk unggul dalam rebound, karena lebih agresif.
Saya kurang puas di paruh pertama karena kami kurang disiplin. Itulah yang saya minta diperbaiki pada paruh kedua.
“Saya kurang puas di paruh pertama karena kami kurang disiplin. Itulah yang saya minta diperbaiki pada paruh kedua. Disiplin sangat penting dalam budaya bermain kami. Tanpa itu, kami hanyalah tim biasa. Dan, kami tidak mau menjadi biasa. Tim muda ini akhirnya bangkit dengan sikap yang lebih baik,” ucap Baldwin.
Menurut Prastawa, tim muda Filipina sangat menjanjikan. Mereka belum berada di level para seniornya, tetapi punya keunggulan fisik dan kepintaran bermain di atas rata-rata. “Pastinya pemain senior mereka lebih berpengalaman dan lebih kuat dari yang datang sekarang. Namun, jarak mereka tidak terlalu jauh. Mereka akan menyamai seniornya dalam waktu dekat,” ucapnya yang sering bertanding melawan generasi senior Filipina di SEA Games.