Wajah Inggris yang kaku kembali menghiasi Stadion Wembley. ”Tiga Singa” kehilangan taring menghadapi Skotlandia yang bertaruh nyawa.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
LONDON, SABTU — Dianugerahi gelandang kreatif dan ujung tombak tajam ternyata tidak banyak membantu Inggris. ”Tiga Singa” ala Pelatih Gareth Southgate masih dihantui problem sama, terlalu kaku dan tidak bertaring. Inggris sama sekali belum menunjukkan cakar tajam sebagai unggulan juara Piala Eropa ketika ditahan imbang Skotlandia.
Kebuntuan Harry Kane dan rekan-rekan kembali terekspos dalam laga imbang tanpa gol melawan Skotlandia, 0-0, di Stadion Wembley, Sabtu (19/6/2021) dini hari WIB. Inggris dengan formasi menyerang 4-2-3-1 tertahan benteng tim tamu yang bermain lebih pragmatis lewat 3-5-2.
Inggris tampil dengan skuad mewah di depan riuh 22.500 penonton. Kane, topscorer dan asis Liga Inggris, memimpin lini serang. Sang kapten ditopang dua gelandang kreatif yang sama-sama tampil di final Liga Champions musim lalu, Mason Mount dan Phil Foden.
Namun, hanya terlihat kemiskinan ide dalam permainan skuad asuhan Southgate. Mereka tidak mampu melahirkan banyak peluang berarti dalam duel pertama dengan Skotlandia di turnamen besar sejak Piala Eropa 1996 tersebut. Serangan Inggris monoton dengan fokus ke tusukan sayap.
”Kami tahu, kami tidak tampil dalam level untuk bisa memenangi laga. Skotlandia bertahan dengan sangat brilian juga efektif ketika memegang bola. Ini adalah malam yang sulit untuk kami,” kata Southgate, yang pernah turut membawa Inggris menang atas Skotlandia, 2-0, sebagai pemain pada 1996.
Hanya peluang bek John Stones lewat sundulan, satu-satunya momen yang membuat penonton tuan rumah terbangun dari kursinya. Sayangnya, sundulan dari umpan tendangan sudut Mount itu membentur tiang gawang.
Dipimpin kapten asal Liverpool, Andrew Robertson, Skotlandia justru lebih mengancam di depan gawang. Mereka nyaris mencuri keunggulan lewat percobaan Stephen O’Donnell dan Lyndon Dykes. Inggris selamat dari malapetaka berkat penyelamatan kiper Jordan Pickford juga sapuan di garis gawang dari bek Reece James.
”Ketika Anda bermain melawan tim yang bertahan sejak awal seperti Skotlandia, Anda harus membuat lebih banyak peluang. Banyak pemain muda hari ini, mereka akan segera belajar. Ini adalah tantangan untuk kami saat ini. Kami harus bisa menyelesaikan problem ini segera,” kata Southgate.
Ide pergantian pemain Southgate juga dikritisi. Melihat timnya kekurangan ide di lapangan, sang pelatih hanya memasukkan dua pemain, Jack Grealish dan Marcus Rashford. Mereka menggantikan Foden dan Kane. Termasuk tidak mengubah formasi yang tampil dengan dua pivot bergaya defensif, Declan Rice dan Kalvin Phillips.
Kane, ujung tombak tertajam liga domestik, tidak bermain dalam kondisi terbaik. Striker jangkung dengan 23 gol dan 14 asis di liga tersebut tampak lambat dan kurang energi, tidak memberi teror seperti biasanya.
Ini laga yang sulit karena Skotlandia bisa bertahan dan membuat blok yang tepat. Tidak mudah karena mereka sedang bertarung untuk tetap hidup di kejuaraan ini.
Hal itu yang membuat sang kapten akhirnya diganti Rashford. ”Itu adalah bagian dari permainan (diganti). Pelatih merasa itu adalah keputusan yang tepat sehinga saya bisa menerimanya. Ini laga yang sulit karena Skotlandia bisa bertahan dan membuat blok yang tepat. Tidak mudah karena mereka sedang bertarung untuk tetap hidup di kejuaraan ini,” ujar Kane.
”Mandulnya” Kane menjadi alarm keras bagi Inggris. Pemain yang paling diharapkan sebagai tumpuan lini depan ini belum menghasilkan satu gol pun dalam dua laga awal babak grup. Saat bersamaan, Inggris sebagai unggulan juara baru mencetak satu gol dalam turnamen ini ketika menang atas Kroasia.
Skuad Tiga Singa lagi-lagi mengalami problem yang sama seperti sejak awal dipegang Southgate, kesulitan mencetak gol dari permainan terbuka. Masalah ini juga sudah terekspos sebelumnya di Piala Dunia Rusia 2018. Ketika itu, mereka melaju ke semifinal dengan separuh lebih gol berasal dari bola mati. Kekuatan tersebut mulai dibaca lawan pada turnamen teranyar.
Jack Wilshere, mantan gelandang kreatif timnas Inggris menilai, Tiga Singa perlu segera menemukan solusi masalah tersebut. Mereka butuh momentum untuk bisa melaju jauh di turnamen ini. Momentum, salah satunya dengan aliran gol yang lancar, itu belum terlihat dalam dua laga awal.
Kembali hidup
Di sisi lain, Skotlandia kembali menjaga asa lolos ke 16 besar lewat raihan satu poin. Robertson dan rekan-rekan masih menempati posisi juru kunci Grup D, tetapi bisa merangkak naik jika menang atas Kroasia dalam laga berikutnya. Adapun Skotlandia kalah pada laga membuka dari Ceko. 0-2.
”Sejujurnya saya berpikir kami tim yang lebih baik hari ini. Tentunya pendukung kami akan puas dengan hasil imbang ini. Namun, malam berikutnya kami harus menang. Saya berpikir semua sependapat untuk target itu,” ujar Robertson.
Pelatih Skotlandia Steve Clarke memercayai gelandang 20 tahun asal Chelsea, Billy Gilmour, untuk tampil sejak menit pertama. Kepercayaan itu dibayar tuntas oleh sang pemain. Gilmour bermain konsisten selama 76 menit menjadi orkestrator lini tengah tim tamu.
”Kami sudah tahu sebelum memberinya kesempatan (penampilan apik Gilmour). Kami hanya menunggu waktu yang tepat. Hari ini dia mengambil momen besar itu. Tidak ada yang terkejut dengan performanya, terutama dari tim kami,” tutur Clarke.
Inggris untuk sementara menempati peringkat kedua Grup D. Mereka mengoleksi 4 poin, sama dengan pemuncak klasemen, Ceko. Hanya saja anak asuh Southgate tertinggal dalam selisih gol. (AFP/REUTERS)