Menghadapi Turki di laga kedua Piala Eropa 2020, pemain Wales seperti bertarung menghadapi dua negara. Namun, teror pendukung fanatik Turki dan Azerbaijan nyatanya tak membuat gentar Gareth Bale dan kawan-kawan.
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·4 menit baca
BAKU, KAMIS — Tim nasional Wales membuka lebar peluang melaju ke babak 16 besar Piala Eropa 2020 usai menjungkalkan Turki 0-2, Kamis (17/6/2021) dini hari. Bertanding di Stadion Olimpiade, Baku, Azerbaijan, pemain Wales diteror ribuan pendukung Turki. Kegemilangan Gareth Bale mampu membawa Wales keluar dari situasi sulit tersebut.
Berlaga di Azerbaijan menguntungkan kesebelasan Turki yang ditopang kehadiran ribuan pendukung fanatik mereka. Kendati tidak berlaga di negara sendiri, tetapi Azerbaijan seolah adalah rumah kedua bagi Turki. Kedua negara juga memiliki ikatan sejarah yang kuat. Turki merupakan salah satu negara pertama yang mengakui kemerdekaan Azerbaijan.
Jarak Azerbaijan yang berdekatan memungkinkan pendukung Turki hadir di sana. Selain itu, Azerbaijan sudah seperti saudara bagi Turki. Hubungan kedua negara sedemikian kuat sehingga semboyan ”Satu Bangsa, Dua Negara” diajarkan di sekolah-sekolah di seluruh Azerbaijan.
Warga Azerbaijan merasakan senasib sepenanggungan dan tergerak membantu Turki melewati ujian keduanya. Beberapa hari sebelum laga, mereka menyatakan akan sekuat tenaga mendukung Turki agar bisa menumbangkan Wales.
Kehadiran ribuan pendukung fanatik amat berarti bagi skuad Turki yang membutuhkan kemenangan untuk melapangkan jalan ke babak 16 besar. Di pertandingan pertama Grup A, Turki dilibas Italia dengan skor 3-0.
Kapten Turki, Burak Yilmaz, mengungkapkan, ia dan rekan-rekannya kesulitan melupakan kekalahan menyakitkan atas Italia di partai pembuka Piala Eropa 2020 itu. Kehadiran pendukung, kata Burak, akan sangat membantu Turki menghadapi Wales.
Selama dua hari setelah pertandingan kami sangat rapuh, kami hancur. Kami benar-benar lelah.
”Selama dua hari setelah pertandingan kami sangat rapuh, kami hancur. Kami benar-benar lelah. Namun, kami senang akan bermain di ’rumah’,” katanya.
Pendukung Turki ”memenuhi janjinya”. Kehadiran mereka mendominasi seisi stadion. Berbanding terbalik dibandingkan segelintir pendukung Wales. Di awal laga, setiap kali pemain Wales mengoper bola, sekitar 30.000 pendukung Turki menyoraki dan meneror mereka. Seisi stadion bising oleh siulan pendukung Turki.
Pengalaman serupa
Tidak mudah bermain di hadapan pendukung yang begitu intimidatif. Pengalaman itu pernah dirasakan pelatih legendaris Manchester United, Sir Alex Ferguson, pada 3 November 1993. Saat itu, Manchester United bertandang ke kandang Galatasaray, Turki, dalam laga kedua fase gugur Liga Champions.
Teror dari pendukung Galatasaray kepada pemain Manchester United bahkan sudah dimulai sebelum laga berlangsung. Ferguson dan anak asuhnya menerima perlakuan tidak menyenangkan dari warga Turki sejak mereka tiba di Bandara Istanbul Ataturk. Pendukung Galatasaray ”menyambut” pasukan Manchester United.
Sorakan dan ejekan menghantui kedatangan Manchester United. Pendukung Galatasaray tidak segan-segan melemparkan kalimat-kalimat intimidatif. Mereka juga membentangkan spanduk bertuliskan ”RIP Manchester” dan ”Selamat Datang di Neraka”. Sorakan dan ejekan kian menggema ketika laga dimulai.
Pada akhirnya, Manchester United tersingkir dari Liga Champions. Meski mampu mengimbangi Galatasaray 0-0, Manchester United kalah karena aturan gol tandang. Di pertemuan pertama di Manchester, kedua tim bermain imbang 3-3.
Mentalitas berbeda ditunjukkan skuad Wales. Sejak sebelum laga, pemain sayap Wales, Gareth Bale, menyadari akan mendapat teror ketika bersua Turki. ”Akan sulit menghadapi Turki di kandang mereka. Namun, dukungan suporter Turki justru akan menambah motivasi kami,” kata Bale.
Bale membuktikan kata-katanya, teriakan pendukung Turki tidak memengaruhi mental pemain Wales. Mereka mengawali laga secara apik dengan beberapa kali menciptakan peluang berbahaya. Kedua tim saling menekan, tapi Wales mampu unggul lebih dulu lewat kaki Aaron Ramsey.
Ramsey lolos dari perangkap offside. Menerima umpan dari Bale, dengan satu kali kontrol bola menggunakan dada, Ramsey mengoyak jala Turki. Gol Ramsey membuat pendukung Turki terdiam.
Memasuki babak kedua, kedua tim tidak mengendurkan serangan. Pada menit ke-61, Wales berpeluang menggandakan keunggulan setelah Bale dijatuhkan di kotak penalti. Namun, eksekusi Bale melambung di atas mistar kiper Ugurcan Cakir.
Menjelang laga berakhir, Bale kembali menunjukkan kelasnya dengan mengarsiteki gol kedua Wales. Pemain Tottenham Hotspurs itu menggiring bola di jantung pertahanan Turki. Dengan sekali sentuhan, ia memberikan operan kepada Connor Roberts yang langsung menyontek bola. Hingga laga usai, Wales mengunci kemenangan 0-2.
Pelatih Turki Senol Gunes menyesalkan timnya yang tidak bisa menyamakan kedudukan setelah tertinggal. Padahal, Turki mampu mendominasi laga. Statistik akhir laga mencatat pasukan Turki juga mampu unggul atas penguasaan bola, yaitu 63 persen dibandingkan 37 persen milik Wales.
Meski kalah dan terancam tersingkir secara dini dari Piala Eropa, Gunes melempar pujian bagi pemain Wales. ”Kami memiliki banyak peluang tetapi tidak bisa menyamakan kedudukan. Wales memainkan pertandingan dengan baik. Mereka efektif dengan striker pivot dan dua pemain sayap,” katanya.
Kemenangan atas Turki membuat Wales kian dekat ke babak 16 besar. Mereka berpeluang mengulang kembali capaian fenomenal menjadi semifinalis di Piala Eropa 2016. Bale mengatakan, Wales pantas menang. Ia mengaku bertanggung jawab karena gagal mengeksekusi penalti.
”Kegagalan penalti adalah kesalahan saya. Namun, saya terus berjuang dan menciptakan asis kedua untuk mematikan permainan,” kata Bale.
Setelah melewati teror di Azerbaijan, Wales kini ditunggu Italia di pertandingan berikutnya. Pemenang laga tersebut akan menentukan siapa juara Grup A. Italia untuk sementara memimpin klasemen usai membekap Swiss 3-0.