Locatelli, Si Pengganti yang Menaklukkan Swiss
Manuel Locatelli bukan pilihan utama jelang Piala Eropa 2020. Namun, karena badai cedera pemain tengah Italia, dia naik kelas jadi pemain inti. Walau sempat diragukan, kini dia membuktikan pantas jadi pilihan utama.
ROMA, KAMIS — Jika Marco Verratti tidak menderita cedera lutu, gelandang Manuel Locatelli boleh jadi hanya jadi penghangat bangku cadangan skuad tim nasional sepak bola Italia di Piala Eropa 2020. Namun, perlahan tetapi pasti, gelandang Sassuolo itu bisa membuktikan kapasitasnya.
Dalam laga menghadapi Swiss di pekan kedua penyisihan Grup A, gelandang berusia 23 tahun itu menjadi aktor utama yang membenamkan Swiss, 3-0, dan memastikan tiket ke babak 16 besar untuk skuad ”Gli Azzurri”.
Pada laga yang berlangsung di Stadion Olimpico, Roma, Kamis (17/6/2021) dini hari WIB, Locatelli menyumbang dua gol dari tiga gol Italia ke gawang Swiss. Gol pertama pemain kelahiran Lecco, Italia, 8 Januari 1998, itu dibuat lewat sontekan pada menit ke-26 seusai menerima umpan tarik penyerang sayap, Domenico Berardi, yang berhasil menusuk pertahanan lawan.
Gol kedua Locatelli diciptakan dari tendangan keras dari luar kotak penalti pada menit ke-52 setelah menerima bola dari gelandang Nicolo Barella. Adapun gol ketiga dilesatkan penyerang Ciro Immobile dari tembakan keras dari luar kotak penalti di menit ke-89. Sehabis laga, Locatelli dinobatkan sebagai pemain terbaik laga tersebut.
”Saya sangat bangga atas penghargaan ini, tetapi saya ingin membaginya dengan tim. Saya pikir, kami luar biasa. Gol pertama untuk keluarga. Yang kedua untuk semua pendukung Italia karena kami bermain untuk membuat mereka bahagia lagi,” ujar mantan pemain AC Milan itu di laman resmi UEFA.
Baca juga : Jangan Pernah Meremehkan Italia
Locatelli mungkin ”kejatuhan durian runtuh” sebelum Piala Eropa berlangsung. Akibat badai cedera yang melanda pemain tengah Italia, antara lain cedera lutut Verratti dan cedera otot Lorenzo Pellegrini, mau tidak mau Pelatih Timnas Sepak Bola Italia Roberto Mancini mempromosikan Locatelli dari semula pemain pelapis menjadi pemain utama.
Tugas berat
Dengan usia terbilang muda dan pengalaman internasional yang minim, yaitu baru mencatat 10 laga dan satu gol bersama timnas sebelum Piala Eropa, Locatelli sempat diragukan apakah sanggup mengemban tugas berat yang ditinggalkan seniornya. Apalagi, keunggulan permainan Italia terletak pada dominasi di lini tengah.
Berbeda dengan rekan satu klubnya, Giacomo Raspadori, yang gencar membalas kritikan atas pemanggilannya ke timnas, Locatelli tak ambil pusing dengan keraguan terhadap dirinya. Dia tampaknya lebih suka menjawab dengan penampilan di lapangan. Seusai membantu Italia menang 3-0 atas Turki di laga pertama, peformanya dalam laga kontra Swiss menjadi bukti bahwa Locatelli layak menggantikan posisi Verratti untuk sementara, bahkan permanen.
”Perlu dicatat bahwa pencetak gol Italia, Locatelli, mungkin tidak akan menjadi pemain inti malam ini jika bukan karena absennya Verratti karena cedera. Pada tingkat ini (seusai laga melawan Swiss), gelandang Paris Saint-Germain itu (Verratti) mungkin akan kesulitan untuk merebut kembali tempatnya (sebagai pemain inti),” kata Nick Wright, pengamat sepak bola dari Sky Sports.
Minim kesalahan
Locatelli sejatinya bukan pemain yang menonjol. Pemain bertinggi 186 sentimeter ini lambat dan tidak memiliki teknik mengecoh bola segesit Cristiano Ronaldo atau Ronaldinho. Dia juga bukan penerus tradisi fantasista sepak bola ”Negeri Pizza” yang diwariskan temurun oleh Roberto Baggio, Alessandro Del Piero, Francesco Totti, hingga Andrea Pirlo.
Akan tetapi, The Guardian menggambarkan, Locatelli merupakan pemain elegan. Dia punya ketenangan untuk mengatur tempo permainan. Walau bukan di atas rata-rata, dirinya memiliki visi bermain yang sangat baik dengan keterampilan umpan, kontrol, menggiring, dan tembakan yang kuat serta akurat dari jarak jauh.
Locatelli menjadi pemain Italia ketiga yang mencetak dua gol dalam satu laga Piala Eropa setelah Mario Balotteli dan Pierluigi Casiraghi.
Locatelli mampu membaca permainan, berwawasan bertahan, dan punya kemampuan memenangi duel atau memotong bola yang optimal sebagai gelandang bertahan. Gaya bermainnya lebih condong disamakan dengan gelandang Argentina, Fernando Redondo. Pada 2015, dia sempat dinobatkan sebagai salah satu dari 50 pemain muda terbaik dunia yang lahir pada tahun 1998.
Interpretasi mengenai Locatelli itu tak meleset dalam laga kontra Swiss. Dia bermain tidak terlalu spesial. Dirinya cuma beberapa kali menyentuh bola dan lebih banyak melepas umpan ke rekan terdekat dibanding ke rekan yang berada lebih jauh. Fungsinya hanya sebagai pengalir atau pemantul bola. Dirinya pun hampir tidak pernah menggiring bola. Selebihnya, dia melakukan tekel atau memotong bola lawan.
Selain itu, bersama Barella, Locatelli lebih banyak melindungi Jorginho yang menjadi kreator serangan. Peran Locatelli layaknya Daniele De Rossi yang hadir untuk melindungi Pirlo yang menjadi inti serangan Italia ketika keduanya aktif bermain bersama di timnas.
Kendati tak terlalu menonjol, Locatelli memainkan perannya hampir tanpa kesalahan. Fotmob.com yang mencatat statistik Locatelli menunjukkan, alumnus Akademi Atalanta itu melakukan 46 kali passing dengan tingkat sukses 90 persen, dua kali memenangi duel, dua kali mencegat bola, dan satu tekel berhasil. Puncaknya, dia melakukan dua tembakan yang keduanya menjadi gol.
Opta mencatat, Locatelli menjadi pemain Italia ketiga yang mencetak dua gol dalam satu laga Piala Eropa setelah Mario Balotteli saat menghadapi Jerman di Piala Eropa Polandia-Ukraina 2012 dan Pierluigi Casiraghi ketika menghadapi Rusia di Piala Eropa Inggris 1996. Sebelumnya, di klub ataupun timnas, Locatelli belum pernah pula mencetak dua gol dalam satu pertandingan.
Tak berlebihan jika laga melawan Swiss menjadi salah satu laga terbaik yang pernah dimainkannya. ”Inilah yang harus dilakukan para pemain. Melakukan apa yang saya minta. Saya selalu percaya bahwa itu bisa menjadi kesempatan yang tepat (tidak menyia-nyiakan peluang), seperti yang dilakukan Locatelli,” tutur Mancini di laman UEFA.
Tak jemawa
Meski demikian, Mancini mengingatkan para pemain, terutama Locatelli, agar tidak jemawa. Memang, hasil laga itu berarti banyak. Kemenangan membuat Italia kokoh di urutan pertama Grup A dengan enam poin. Mereka sudah pasti lolos dari penyisihan grup. Di laga terakhir kontra Wales di Stadion Olimpico, Minggu (20/6/2021), mereka cuma butuh seri untuk memastikan status sebagai juara grup.
BBC melaporkan, kemenangan atas Swiss membuat Italia meraih 10 kemenangan beruntun sejak melumat Estonia 4-0 dalam laga uji coba, Kamis (12/11/2020). Kemenangan itu juga membuat mereka memperpanjang rekor tidak terkalahkan dalam 29 laga terakhir setelah kalah 0-1 dari Portugal di Liga Nasional UEFA pada 10 September 2018.
Kini, semua pemain Italia semakin ”lapar”. Tim pengoleksi trofi Piala Eropa Italia 1968 itu ingin mencatat rekor baru sebagai tim pertama sejak Jerman di Piala Eropa 2012 Polandia-Ukraina yang mencatat tiga kemenangan di penyisihan grup. Jika menang atau seri di laga terakhir fase grup, tim pengoleksi empat trofi Piala Dunia itu bisa menyamai rekor yang pernah dibuatnya antara November 1935 dan Juli 1939, yakni 30 laga tanpa kekalahan.
Baca juga : Mancini Bangkitkan Memori Emas Gli Azzurri
Dengan grafik menjanjikan itu, kubu Italia dinaungi keyakinan tinggi bisa mengulangi kesuksesan menjadi juara Eropa seperti 53 tahun silam. Namun, Mancini tidak ingin para pemain ataupun penggemar bermimpi terlalu dini. Tim berjersi biru itu harus tetap membumi.
”Di kejuaraan ini, ada juara dunia Perancis; juara bertahan Eropa, Portugal; dan tim peringkat satu dunia, Belgia. Mereka sudah dibangun selama beberapa tahun dan wajar saja mereka punya kualitas di atas kami. Para pemain (Italia) pantas mendapatkan pujian (saat ini), tetapi jalan masih panjang,” ujar Mancini, merendah.
Pelatih Timnas Sepak Bola Swiss Vladimir Petkovic menyampaikan, banyak hal yang tidak berjalan dari timnya dalam laga kali ini. Sebaliknya, Italia unggul di lini tengah dan mereka memainkan sepak bola yang hebat. ”Semua orang pantas kecewa malam ini. Namun, dalam latihan besok, saya bakal berbicara dengan tim dan memberi tahu mereka bahwa masih ada satu laga tersisa dan tiga poin bisa membawa kami ke babak berikutnya,” tegas pelatih asal Bosnia itu, dikutip Sky Sports.
Kekalahan dari Italia membuat Swiss tertahan di peringkat ketiga dengan 1 poin. Mereka berada di bawah Wales di urutan kedua dengan 4 poin dan berada di atas Turki sebagai juru kunci yang belum mendapat poin. Swiss harus menang di laga terakhir kontra Turki di Stadion Olimpiade Baku, Azerbaijan, Minggu (20/6/2021) guna menjaga asa lolos ke babak 16 besar setidaknya sebagai peringkat ketiga terbaik. (AFP/REUTERS)