Stadion Mattoangin, Ironi di Kota Pencetak Pemain Bola
Rehabiltasi Stadion Mattoangin kini jadi harapan warga, terutama pencinta sepak bola di Makassar. Sebagai kota pemilik klub sepak bola tertua dan melahirkan banyak pemain andal, stadion yang layak adalah harapan bersama.
Stadion Mattoangin di Makassar, Sulawesi Selatan, adalah ironi di kota yang memiliki klub sepak bola yang tahun ini berusia 106 tahun dan banyak melahirkan pemain sepak bola ternama. Seusai dibongkar dan rencana akan direnovasi, berbagai kendala kini membayangi, dari soal anggaran hingga Andalalin. Stadion bersejarah ini kini tinggal puing dan kubangan.
Minggu (23/5/2021), warga Makassar dikejutkan kabar meninggalnya dua remaja. Keduanya tenggelam di kubangan galian Stadion Mattoangin. Kedalaman kubangan diperkirakan mencapai 5 meter.
Kabar ini menyebar dengan cepat. Dugaan adanya aktivitas ilegal penambangan tanah di bekas reruntuhan Stadion Mattoangin ramai jadi perbincangan. Namun, pembahasan penambangan ilegal ini tak berlangsung lama dan kembali ke soal nasib rehabilitasi stadion yang hingga kini tak jelas.
Beberapa bulan terakhir, stadion bersejarah ini memang ramai diperbincangkan. Bermula saat Nurdin Abdullah (Gubernur Sulsel nonaktif) ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Saat itu banyak yang mulai mempertanyakan kelanjutan rehabilitasi stadion ini.
Stadion di tengah kota kurang cocok. Saat ini, lalu lintas sudah macet dan jika ada pertandingan, akan makin macet. Ini juga kurang sesuai dengan Rancangan Tata Ruang Wilayah Kota Makassar.
Nurdin memang telah memerintahkan stadion ini dirobohkan untuk direhabilitasi. Jelang akhir Oktober 2021, stadion yang pertama kali digunakan untuk perhelatan PON Ke-4 pda 1957 ini pun dirobohkan.
Sebelumnya, proses menuju pembongkaran memakan waktu cukup lama akibat terjadi perdebatan yang alot soal kepemilikan stadion. Pihak Yayasan Olahraga Sulawesi Selatan (YOSS) mengklaim stadion ini milik YOSS, sementara Pemerintah Provinsi (Pemprov) sulsel menegaskan lahan stadion adalah milik mereka. Akan tetapi, Pemprov Sulsel akhirnya memenangi sengketa itu.
Sebelum memutuskan meruntuhkan stadion ini, Nurdin sudah mempunyai rancangan stadion baru. Stadion ini bahkan disebut bertaraf internasional dengan luas 60.000 meter persegi. Kopasitasnya mencapai 40.000 kursi. Pembangunan stadion bahkan jadi salah satu program prioritas dan ditargetkan selesai tahun 2022.
Anggaran sebesar Rp 1,3 triliun kemudian dialokasikan melalui pinjaman dana PEN (Pemulihan Ekonomi Nasional). Namun, belum lagi pembangunan jalan, Nurdin keburu ditangkap.
Baca juga : Ketangguhan Mental PSM Teruji
Hanya beberapa hari pasca-penangkapan Nurdin, Wali Kota Makassar M Ramdhan Pomanto mengeluarkan pernyataan bahwa pembangunan stadion tak bisa dilanjutkan karena tak memiliki analisis dampak lalu lintas (andalalin).
”Stadion di tengah kota kurang cocok. Saat ini, lalu lintas sudah macet dan jika ada pertandingan, akan makin macet. Ini juga kurang sesuai dengan Rancangan Tata Ruang Wilayah Kota Makassar. Bekas stadion itu bagusnya dijadikan ruang terbuka hijau. Stadion sebaiknya dibangun di Barombong atau lahan milik pemkot di Untia,” katanya, awal Maret lalu.
Pernyataan Ramdhan ini kian menimbulkan polemik. Kelompok-kelompok ataupun perorangan yang juga pendukung PSM angkat bicara. Sebagian besar tetap menginginkan stadion baru dibangun di bekas stadion Mattoangin. Dengan kata lain mereka mendukung rehabilitasi dilanjutkan.
”Sebelum bicara rehabilitasi, sudah ada stadion dan sudah lama. Ini, kan, hanya merehabilitasi. Lahannya tetap dan tidak bertambah. Kalau dianggap menganggu lalu lintas, pertandingan juga tidak tiap hari digelar,” kata Ocha Alim Bacri, Presiden The Macz Man, Jumat (4/6/2021). The Macz Man adalah kelompok pendukung PSM yang terbesar di Makassar.
Rehabilitasi Mattoangin kian menimbulkan polemik saat Pelaksana Tugas Gubernur Sulsel Andi Sudirman Sulaiman mengeluarkan pernyataan bahwa stadion tak bisa dibangun dengan dana utang. Alasannya, keuangan pemerintah defisit. Selain itu refocusing anggaran selama pandemi membuat pemerintah harus memilah program prioritas.
”Kalau lanjut, kita lanjutkan saja secara bertahap. Untuk kondisi pembangunan, tentu ada tahapan sesuai kondisi kemampuan keuangan. Kalau tahun ini dikerjakan atau tidak, kita lihat kondisi keuangan dan desain yang diinginkan,” katanya, pertengahan April lalu.
Baca juga : Hujan Badai Gol di Stadion Andi Mattalatta
Sudirman mengatakan, kelanjutan rehabilitasi stadion harus benar-benar dipertimbangkan dengan melibatkan organisasi perangkat daerah (OPD) dan tim anggaran pemerintah daerah (TAPD).
”Nanti OPD yang akan melihat pertimbangan-pertimbangan teknis. Selain itu, TAPD yang mengetahui tentang pertimbangan pembiayaan konstruksi, sektor prioritas, dan pelayanan dasar yang mutlak harus dilakukan,” katanya.
Sudirman mengatakan, rehabilitasi stadion akan dilanjutkan, tetapi dengan cara bertahap dan anggaran akan dialokasikan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Selain itu desain akan diubah dari rancangan awal. Jika awalnya dirancang untuk kapasitas 40.000 kursi, desainnya akan diubah menjadi 20.000 kursi. Ini juga mempertimbangkan soal anggaran.
Namun, anggota DPRD Sulsel, Selle KS Dalle, mengatakan, mengalihkan alokasi anggaran rehabilitasi Stadion Mattoangin dari dana PEN ke APBD akan membuat pembangunan jadi lama. Terlebih jika rehabilitasi stadion baru akan disusulkan untuk dimasukkan dalam APBD 2022.
”Skema pinjaman tidak ada salahnya. Utang tidak selamanya negatif, ambil sisi positifnya. Jika utang itu kita ambil dan dikelola dengan baik dan dimanfaatkan, pemerintah bisa fokus menggali potensi yang dimiliki lalu bisa melunasi utang secara tepat waktu, kata Ketua Komisi A DPRD Sulsel ini.
Stadion bersejarah
Stadion Mattoangin dibangun jelang pelaksanaan PON ke-4 pada 1957. Semula lokasi stadion adalah perkebunan pada masa pemerintahan Hindia Belanda. Insiatif pembangunan stadion datang dari Andi Mattalatta yang saat itu menjabat Panglima Kodam XIV Hasanuddin. Lokasi stadion yang ditempati warga berhasil dibebaskan atas andil Mattalatta.
Dalam perkembangannya, seusai digunakan sebagai lokasi perhelatan PON ke-4, stadion ini menjadi markas PSM Makassar, salah satu klub sepak bola tertua di Indonesia. Selanjutnya stadion ini dikelola YOSS, tetapi tetap menjadi markas PSM.
Stadion ini juga menjadi saksi sejarah pemain-pemain PSM yang kemudian diambil klub-klub sepak bola yang ada di Indonesia hingga ada yang masuk tim nasional. PSM dan Stadion Mattoangin adalah tempat melahirkan banyak pemain andal.
Di stadion ini pula pertandingan sepak bola Liga Indonesia digelar setiap tahun. Stadion ini pernah pula jadi lokasi pertandingan Asia Football Club. Kapasitas stadion adalah 15.000 orang. Namun, dalam pertandingan besar, penonton bisa mencapai 20.000 orang dengan catatan sebagian penonton berdiri berdesakan. Untuk mengenang jasa Andi Mattalatta, stadion ini kemudian berganti nama menjadi Stadion Andi Mattalatta.
Kondisi bangunan stadion yang kian tua mendorong pemprov berinisiatif untuk merehabilitasi. Selain soal keamanan dan kenyamanan penonton, rehabilitasi juga dimaksudkan agar pertandingan bertaraf internasional bisa digelar.
”Saya berharap apa pun alasannya, rehabilitasi stadion dilanjutkan. Pak Nurdin ditangkap KPK atau tidak, semestinya rehabilitasi tetap dilanjutkan karena sudah disetujui pemerintah dan DPRD. Kalaupun ada pertimbangan anggaran atau hal lain yang lebih teknis, tak mengapa desainnya diubah menjadi berkapasitas 20.000 penonton. Intinya pembangunan dilanjutkan dan sebisa mungkin tetap menggunakan dana PEN agar bisa lebih cepat. Kami khawatir, jika bertahap dan menggunakan APBD, bisa jadi nasibnya akan seperti Stadion Barombong,” tutur Ocha Alim.
Baca juga : PSM Juara Piala Indonesia 2019
Memang ada satu stadion di wilayah Barombong, Makassar, yang sejak dibangun saat pemerintahan Gubernur Syahrul Yasin Limpo tak tuntas hingga kini. Keterbatasan anggaran dan persoalan lahan yang sebagian belum tuntas membuat Nurdin Abdullah akhirnya memilih opsi merehabilitasi Stadion Mattoangin.
Warga, khususnya pencinta sepak bola, tentu berharap Mattoangin tak bernasib sama dengan Stadion Barombong. Sebagai kota yang memiliki klub sepak bola berusia 106 tahun dan sudah banyak melahirkan pemain andal, sudah selayaknya Makassar memiliki stadion yang layak.