Publik Inggris sangat merindukan trofi simbol kejayaan sepak bola negara itu. Kehadiran turnamen Piala Eropa di rumah sendiri, pada tahun ini, menjadi kans emas mereka mengakhiri 55 tahun masa penuh luka dan kekecewaan.
Oleh
Adjie Masdyka Sudaryanto dari London, Inggris
·4 menit baca
LONDON, KOMPAS - Tim nasional sepak bola Inggris memiliki peluang langka untuk memenuhi ekspektasi warga setempat, yaitu menjuarai trofi Piala Eropa 2020. Sebelum menggapai trofi Piala Eropa untuk kali pertama, Inggris harus lebih dulu melewati hadangan tim yang pernah mengubur mimpi mereka, Kroasia, Minggu (13/6/2021) di Stadion Wembley, London.
Suasana di London, kemarin, mulai semarak menyambut laga penyisihan Grup D Piala Eropa 2020 itu. Seperti dilaporkan kontributor Harian Kompas di London, Adjie Masdyka Sudaryanto, ratusan warga dan pendukung timnas Inggris berkumpul di Potter Fields, taman di tepi Sungai Thames, untuk merasakan hangatnya cuaca sekaligus atmosfer Piala Eropa.
Potter Fields adalah satu dari dua zona fans di London yang disiapkan untuk menyemarakkan Piala Eropa 2020. Seperti kali terakhir Piala Eropa digelar di London, 1996 silam, mereka yakin dan penuh harap bahwa Inggris akhirnya bisa menjadi juara.
Tidak pelak, lagu ”Football\'s Coming Home” yang dipopulerkan band rock The Lightning Seeds pada 1996 silam, kerap dinyanyikan para fans tim ”Tiga Singa” di London, akhir-akhir ini. Lagu itu merupakan bentuk ekspresi harapan dan kerinduan kembalinya trofi juara, seperti Piala Dunia London 1966 silam, ke negara kiblat industri sepak bola modern itu. Trofi itu adalah satu-satunya piala bergengsi yang dimiliki Inggris.
”Tidak lagi diragukan, kami akan menjuarai Piala Eropa tahun ini. Kami lebih percaya diri kali ini karena Inggris memiliki sejumlah pemain muda seperti (Phil) Foden dan Mason (Mount) yang akan bersinar,” ujar Adam, pendukung Inggris yang ditemui di Potter Fields.
Sering dikecewakan
Namun, tidaklah semua pendukung Inggris punya keyakinan tinggi seperti Adam. Steve, suporter Inggris lainnya, enggan berharap tinggi. Ia merasa terlalu sering dikecewakan tim Tiga Singa dalam hidupnya.
”Terakhir kali saya bertaruh untuk Inggris, kami kalah dari Eslandia (di babak 16 besar Piala Eropa Perancis 2016). Saya lahir di tahun 1967. Sejak terakhir kali jadi juara dunia 1966, kami tidak lagi pernah memenangkan apapun. Jadi, Anda bisa bayangkan perasaan saya,” ujarnya di London.
Kami punya pemain yang bisa menguasai dan menahan bola, menciptakan peluang, serta menghadirkan ancaman di zona pertahanan lawan. (Mason Mount)
Berangkat dari realitas pahit yang lama dipendam warga Inggris itu, tim Tiga Singa asuhan pelatih Gareth Southgate bertekad tampil sebaik mungkin di Piala Eropa 2020. Timnas Inggris telah berbenah dalam empat tahun terakhir, yaitu mayoritas diperkuat pemain muda kaya talenta dan lapar gelar.
Perubahan itu mulai terasa di Piala Dunia 2018 lalu. Di Rusia pada saat itu, mereka sempat bermimpi menggapai final. Namun, mimpi itu direnggut Kroasia, tim yang akan mereka hadapi malam nanti di London.
Misi ganda
Maka, Tiga Singa membawa misi ganda pada laga nanti. Selain menghibur warga di Inggris yang kerap dikecewakan selama ini, mereka juga ingin menuntaskan revans atas Kroasia. Balas dendam itu pernah dituntaskan saat mengalahkan Kroasia, 2-1, pada laga Liga Nasional Eropa di Wembley, November 2018 lalu. Namun, Inggris belum puas.
”Kami jelas masih menyimpan kekecewaan akibat kekalahan di Moskwa. Kroasia adalah tim yang sangat berpengalaman, bermaterikan pemain luar biasa, bermental tangguh, serta mampu memainkan berbagai taktik. Tetapi, kami akan kembali tunjukkan cara mengalahkan mereka,” kata Southgate kepada ITV.
Mount, perwakilan generasi baru pemain Inggris, juga yakin timnya bisa tampil lebih baik ketimbang duel di Rusia, tiga tahun silam. Inggris memang berisi sejumlah pemain muda. Akan tetapi, ia yakin, kualitas mereka saat ini bisa mengungguli para bintang Kroasia, seperti Luka Modric.
”Jika melihat sejumlah talenta di tim Inggris saat ini, kualitas lini tengah jadi kekuatan utama kami. Kami punya pemain yang bisa menguasai dan menahan bola, menciptakan peluang, serta menghadirkan ancaman di zona pertahanan lawan,” kata Mount seperti dilansir laman resmi UEFA.
Pemain kreatif, seperti Mount, Jack Grealish, Declan Rice, hingga Phil Foden, adalah modal utama Inggris bersaing dengan 23 kontestan lainnya di Piala Eropa 2020. Rata-rata usia skuad Inggris di Piala Eropa 2020 adalah 25,2 tahun. Mereka hanya kalah muda dari timnas Turki yang berusia rata-rata 24,9 tahun.
Selain pemain muda bertalenta, bermain di Wembley akan menambah kepercayaan diri Inggris. Southgate ingin menebus kegagalannya dirinya saat menjadi pemain pada Piala Eropa 1996. Tampil pertama kalinya di Wembley pada ajang Piala Eropa, ketika itu, mereka kalah dari Jerman lewat adu penalti di semifinal.
”Piala Eropa 2020 sejatinya adalah turnaman kandang untuk Inggris. Saya yang ikut menyaksikan Piala Eropa 1996 merasakan antusiasme fans di Wembley. Jika hal itu bisa diulangi tahun ini, tidak diragukan, peluang Inggris jadi juara akan meningkat,” kata mantan kiper timnas Inggris, David James.
Di lain pihak, Kroasia tidak gentar datang ke Wembley. Modric, pemain veteran tim itu, berkata, timnya memiliki barisan pemain yang berpengalaman menghadapi berbagai situasi dan tekanan di turnamen besar, seperti Piala Dunia maupun Piala Eropa.
”Inggris tentu akan masuk lapangan dengan misi revans atas hasil di Rusia. Itu justru hal baik karena kami sangat suka memainkan laga yang penuh semangat dan ketat,” ujar Modric. (AFP)