Atlet panjat tebing Veddriq Leonardo melewati jalan berliku untuk menjadi juara dunia.
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·5 menit baca
Memecahkan rekor dunia panjat tebing tidak diraih Veddriq Leonardo secara mudah. Batasan demi batasan terus hadir dalam setiap jengkal perjalanan kariernya. Ia gigih menjejaki hidup sebagai atlet panjat tebing kendati memulainya tanpa banyak dukungan.
Tepuk tangan dan gemuruh membahana di arena panjat tebing luar ruangan Industry Salt Lake City, Utah, Amerika Serikat, setelah dua atlet panjat tebing asal Indonesia menuntaskan partai final nomor kecepatan pada Piala Dunia Panjat Tebing IFSC 2021, Sabtu (29/5/2021). Berakhirnya partai final antara Kiromal Katibin dan Veddriq Leonardo tersebut sekaligus menandai hadirnya rekor baru dunia panjat tebing pada nomor kecepatan.
Veddriq mencatatkan waktu tercepat 5,208 detik sekaligus merengkuh gelar juara Piala Dunia mengalahkan kompatriotnya itu. Ia berteriak meluapkan kegembiraan, tangannya mengepal ke udara sembari masih bergantung pada tali pengaman. Beberapa detik kemudian, ia mencoba kembali menaklukkan rintangan panjat tebing meskipun pertandingan telah usai.
Capaian itu menahbiskan dirinya sebagai atlet panjat tebing tercepat di dunia. Untuk sampai di titik ini, Veddriq telah melewati berbagai macam nestapa dan keterbatasan di awal kariernya sebagai atlet panjat tebing. Menghabiskan masa kecil hingga remaja di Pontianak, Kalimantan Barat, Veddriq mulai mengenal olahraga panjat tebing ketika duduk di bangku SMA.
Saat itu, ia mengikuti kegiatan siswa pencinta alam di SMA Negeri 6 Pontianak. Pertama kali menyaksikan olahraga panjat tebing, Veddriq langsung tertarik mencobanya. Ia memandang olahraga tersebut sangat menantang kendati berisiko.
Faktor tingginya risiko itulah yang menyebabkan sang ibu, Rosita, pada awalnya tak memberikan dukungan bagi Veddriq untuk menekuni panjat tebing. Terlebih, keluarga Veddriq tidak memiliki latar belakang yang erat dengan olahraga panjat tebing.
”Bapak mendukung-mendukung saja. Hanya saja ibu khawatir karena ini olahraga ekstrem. Ada risiko jatuh dan cedera. Tetapi, saya telanjur suka dengan olahraga ini. Saya buktikan kepada ibu bahwa saya bisa berprestasi,” ujarnya, Kamis (3/6/2021).
Veddriq membuktikan kata-katanya. Sederet penghargaan dan gelar juara panjat tebing ia persembahkan ketika SMA. Melihat keseriusan dan potensi Veddriq, sang ibu lambat laun mulai mengizinkannya menekuni panjat tebing. Sebuah kepercayaan yang di kemudian hari dijawab Veddriq dengan tampil sebagai juara Piala Dunia nomor kecepatan di Amerika Serikat.
Kendala fasilitas
Tidak hanya minim dukungan pada awalnya, Veddriq dan rekan-rekannya sesama atlet panjat tebing di Kalimantan Barat juga terkendala dengan fasilitas latihan yang seadanya. Ia dan atlet panjat tebing lainnya kerap berlatih secara mandiri setiap sore hari sepulang sekolah di Gelanggang Olahraga (GOR) Sultan Syarif Abdurahman, Pontianak.
Tiap kali sesi latihan tidak pernah dihadiri banyak atlet panjat tebing. Meski begitu, mereka menjalani latihan dengan kompak, saling menjaga dan mendukung. Saat Veddriq memanjat, rekannya bertindak sebagai pengaman, demikian sebaliknya.
Veddriq dan rekan-rekan mencoba mengatasi keterbatasan itu. Mereka pernah membuat poin-poin pegangan di dinding panjat tebing karena beberapa bagiannya sudah rusak. Baut-baut dinding panjat tebing juga banyak yang terlepas dan retak. Bagian-bagian dinding panjat tebing yang rusak pelan-pelan mereka poles dan perbaiki dengan dana pribadi.
”Itu masa-masa paling sulit bagi saya sebagai atlet. Saya harus menyisihkan uang saku dan kerja sambilan kecil-kecilan supaya bisa dapat peralatan panjat tebing,” katanya.
Sempat ingin berhenti
Di tengah perjalanan menekuni panjat tebing, Veddriq pernah berniat untuk mengubur angan-angannya menjadi atlet panjat tebing profesional. Penyebabnya adalah kegagalannya berangkat memperkuat Kalimantan Barat di Kejuaraan Nasional Yunior Panjat Tebing di Yogyakarta pada 2015. Veddriq, yang telah berlatih keras, terpaksa tidak jadi berangkat karena ketiadaan dana dan minimnya dukungan dari pengurus.
Kenyataan itu membuat Veddriq terpukul. Semangatnya hancur. Ia berhenti berlatih karena menganggap tak ada lagi masa depan di panjat tebing. Sempat terlintas di benaknya untuk meninggalkan dunia panjat tebing. Namun, rekan-rekannya menyemangati dan memberi harapan kepada Veddriq untuk tetap berlatih. Dukungan motivasi dari teman-temannya itu membuat Veddriq lantas kembali ke gelanggang.
”Saat saya vakum enam bulan, teman-teman saya masih aktif dan semangat memanjat. Pada masa itu, cuma ada beberapa atlet panjat tebing di Kalbar. Kalau kurang satu, misalnya saya berhenti memanjat, ya kasihan teman-teman saya,” kata Veddriq seraya terbata-bata.
Keputusan Veddriq untuk kembali berlatih ternyata tepat. Pada 2017, ia berkesempatan mengikuti Kejuaraan Nasional Panjat Tebing di Yogyakarta. Saat itu, kontingen Kalimantan Barat tidak diperhitungkan. Namun, Veddriq menjadi satu-satunya wakil dari Kalimantan Barat yang naik podium dengan meraih perunggu.
Bakat alaminya tercium oleh pelatih tim nasional panjat tebing Indonesia, Hendra Basyir. Hendra kala itu tengah memantau calon atlet panjat tebing untuk dipilih bergabung dalam pemusatan latihan nasional persiapan menghadapi Asian Games 2018 di Jakarta dan Palembang.
Pertemuan dengan Hendra Basyir di arena Kejuaraan Nasional Yogyakarta 2017 menjadi momen paling bersejarah dalam hidup Veddriq. Untuk pertama kalinya, ia menyandang predikat sebagai atlet panjat tebing nasional. Dari sana, kariernya terus berkembang dengan mengikuti sejumlah kejuaraan panjat tebing internasional. Veddriq menjawab kepercayaan Hendra yang menariknya ke timnas dengan mempersembahkan medali perak pada nomor speed relay di Asian Games 2018.
Kini, Veddriq dan atlet panjat tebing di pelatnas sedang fokus bersiap mengikuti seri kedua Piala Dunia Panjat Tebing nomor speed di Villars, Swiss, pada awal Juli 2021. Ia bertekad meningkatkan kemampuannya agar bisa terus berprestasi.
Andai saja Veddriq benar-benar memutuskan berhenti berlatih saat berada di titik terendah hidupnya, boleh jadi rekor dunia panjat tebing saat ini tak akan pernah ada.
Maka, melalui capaian rekor dunia tersebut, Veddriq seolah ingin menunjukkan, keberhasilan sering kali dicapai dari situasi sulit, bahkan titik nadir. Veddriq telah bertahan dari segala keterbatasannya. Ia pun kini mencapai puncak tertinggi arena panjat tebing.
Veddriq Leonardo
Lahir: Pontianak, 11 Maret 1997
Ayah: Sumaryanto
Ibu: Rosita
Pendidikan:
- SD Islamiyah Pontianak
- SMPN 21 Pontianak
- SMAN 6 Pontianak
Prestasi:
- Medali Perak Speed WR Relay Asian Games 2018 di Jakarta-Palembang
- Medali Perunggu Speed WR Piala Dunia IFSC 2018 di Moskwa, Rusia
- Medali Perak Speed WR Kejuaraan Asia 2018 di Kurayoshi, Jepang
- Medali Emas Speed WR Kejuaraan Asia IFSC 2019 di Bogor, Indonesia
- Medali Emas Speed Piala Dunia IFSC 2021 di Salt Lake City, Utah, Amerika Serikat