Pentas Pamungkas Generasi Emas "Red Devils"
Perjalanan waktu telah membawa penuaan yang tidak bisa dihindari generasi "emas" tim nasional Belgia. Maka, Piala Eropa 2020 akan menjadi pesta pamungkas pembuktian potensi terbaik skuad “Setan Merah”.
Brussels, ibukota Belgia, dipenuhi dengan warna hitam, kuning, dan merah. Warna yang menandakan bendera negara itu menghiasi mobil, balkon rumah, hingga kafe di sepanjang jalan kota. Nyaris seluruh warga terhubung dalam satu doa saat itu, berharap timnas menang pada semifinal Piala Dunia Rusia 2018.
Menyatukan warga Belgia, hampir sama sulitnya seperti menggabungkan air dan minyak. Negara berpenduduk 11,5 juta jiwa ini terpisah tiga wilayah. Ketiganya berbeda bahasa, ada yang menggunakan bahasa Perancis, Belanda, dan Jerman. Masing-masing juga berbeda etnik dan kultur.
“Belgia itu terbagi tiga. Semua terbagi karena dipisahkan wilayah, bahasa, struktur politik yang rumit. Namun, ketika “Setan Merah” (timnas Belgia) bersaing di turnamen besar. Semuanya bersatu. Timnas saat ini memberi harapan kepada mereka,” kata Peter Bossaert, CEO Asosiasi Sepak Bola Kerajaan Belgia (RBFA), dikutip Forbes.
Hari itu, 11 Juli 2018, seluruh warga Belgia bersatu mendukung perjuangan timnas melawan Perancis. Banyak di antaranya belum lahir ketika timnas mereka kandas di babak 4 besar pada Piala Dunia 1986. Namun, semuanya begitu yakin Eden Hazard dan rekan-rekan bisa melangkah lebih jauh.
Mirisnya, hasil akhir tidak sesuai harapan. Belgia takluk dari Perancis, 0-1, yang akhirnya keluar sebagai juara ajang empat tahunan tersebut. Rasa senang dan kecewa bercampur aduk di benak para pendukung.
Seorang presenter televisi nasional Belgia (RTBF) mengungkapkan rasa sedih, tetapi juga bangga kepada tim ini. “Penyesalan ini akan membekas selamanya. Ini bukan hari kejayaan kita. Namun, kami berterima kasih kepada timnas, untuk bisa menikmati momen seperti ini,” katanya, mewakili para pendukung.
Itulah ekspektasi dan antusiasme warga terhadap timnas. Mereka yang telah melewati puluhan tahun derita tanpa prestasi di sepak bola, sangat berharap pada generasi menjanjikan saat ini. Sejak 2013, pemain seperti Hazard, Kevin De Bruyne, dan Romelu Lukaku, dianggap akan mengguncang dunia suatu hari nanti, dan diberi julukan generasi emas.
Baca juga : Mancini Bangkitkan Memori Era Emas "Gli Azzurri"
Ekspektasi besar
Label itu membawa ekspektasi yang sangat besar. Walaupun Belgia bukanlah tim yang punya tradisi juara, seperti Jerman misalnya, semifinal tetaplah tidak cukup. Para fans butuh sesuatu yang pantas untuk penantian panjang mereka. Satu-satunya penghargaan itu adalah menjuarai trofi ajang besar.
Tiga tahun setelah Piala Dunia, kesempatan generasi emas ini datang lagi. Hazard dan rekan-rekan akan mencoba keberuntungannya pada ajang Piala Eropa 2020. Target mereka hanya satu, menjadi juara.
Gelar juara seakan sudah kewajiban bagi tim berperingkat pertama versi FIFA ini. Skuad generasi emas mereka sudah semakin menua. Banyak dari mereka sudah memasuki fase terakhir usia emas, bahkan lebih dekat ke masa pensiun.
Lihat saja De Bruyne. Saat Belgia disematkan gelar generasi emas, dia masih bocah 21 tahun. Sekarang, gelandang Manchester City ini sudah menginjak 29 tahun. Begitu juga rekan-rekannya, Hazard (30) dan Lukaku (28).
Pada gelaran Piala Eropa sebelumnya, “Setan Merah” diberi status tim termuda keempat dengan rata-rata usia 26 tahun. Saat ini skuad mereka berusia rata-rata 29,1 tahun atau salah satu yang tertua di ajang ini.
Tak ayal, skuad asuhan pelatih Roberto Martinez ini diburu waktu. Piala Eropa ini kemungkinan besar akan menjadi pesta terakhir mereka untuk membalas harapan masyarakat Belgia.
Lukaku berpikiran serupa, Piala Eropa merupakan jalan terakhir mereka. Jika gagal, mungkin generasi menjanjikan ini akan dirombak total pada ajang berikutnya.
Sekarang kami punya kesempatan bagus di Piala Eropa. Kami ingin membalas perasaan kecewa pada 2018.
“Sekarang kami punya kesempatan bagus di Piala Eropa. Kami ingin membalas perasaan kecewa pada 2018. Kami punya grup bagus dan sudah siap kali ini. Orang-orang punya ekspektasi besar terhadap kami. Tidak lagi melihat kami sebagai tim kecil, tetapi sebagai favorit,” kata striker Inter Milan itu.
Belgia amat serius dengan target tersebut. Mereka sudah menunjukkan taringnya dengan hasil sempurna di kualifikasi grup. Mereka menyapu bersih 10 kemenangan dengan mencetak 40 gol dan hanya kemasukan 3 gol.
Dominasi itu istimewa, tetapi terlihat wajar. Skuad Belgia punya pemain yang sedang berjaya di klub masing-masing. Lukaku, sang ujung tombak, baru saja mengantarkan Inter juara Liga Italia untuk pertama kali dalam 11 tahun terakhir.
Lukaku sekaligus meraih penghargaan Most Valuable Player 2021, mengalahkan megabintang Juventus Cristiano Ronaldo. Pemain bertubuh gempal ini semakin tajam dan dewasa di bawah asuhan pelatih bermental juara Antonio Conte.
De Bruyne, sang jenderal lapangan tengah Manchester City, baru saja menunaikan tugas tampil di final Liga Champions. Meski kalah, dia sudah membawa timnya ke partai puncak kompetisi klub paling bergengsi sedunia. Saat bersamaan, gawang mereka dijaga oleh salah satu kiper paling tangguh asal Real Madrid, Thibaut Courtois.
Di belakang layar, Martinez akan kembali memegang kendali dengan formasi favoritnya 3-4-2-1. Dia adalah sosok penting yang membawa tim ke semifinal Piala Dunia. Meski bukan keturunan Belgia, dia lebih banyak memberikan prestasi daripada pelatih lokal terdahulu, Marc Wilmots atau Georges Leekens.
Pelatih berkebangsaan Spanyol ini justru paling semangat memberikan kebahagiaan untuk Belgia. “Ada tanggung jawab sebagai pelatih untuk membawa tim ini menang. Di sana juga ada tanggung jawab untuk mewujudkan impian dan hasrat seluruh bangsa agar bersatu, dan merasa senang. Hanya ada satu tujuan yaitu membuat sejarah untuk Belgia,” tuturnya.
Tantangan besar
Tantangan Belgia sudah dimulai sebelum Piala Eropa. De Bruyne diragukan tampil jelang laga pertama Grup B menghadapi Rusia pada Minggu (13/6/2021) dini hari WIB. Dia mengalami patah tulang hidung akibat bertabrakan dengan bek Chelsea Antonio Rudiger pada final Liga Champions.
Hazard juga belum kembali ke performa terbaiknya bersama Madrid. Dia lebih sering menepi akibat cedera dibandingkan bermain pada dua musim terakhir. Keraguan terhadap sang kapten tim pun membesar.
Saat bersamaan, tim-tim medioker Grup B sudah menyiapkan kejutan. Lawan pertama mereka, Rusia, membawa skuad nyaris sama seperti Piala Dunia lalu, tim yang mengalahkan Spanyol pada 16 besar. Mereka kembali bertumpu pada duo kreator Aleksandr Golovin dan Denis Cheryshev.
Denmark juga menjadi ancaman berarti. Pemberian julukan “dinamit” kepada mereka bukan tanpa alasan. Sang kuda hitam sering kali mengejutkan dalam turnamen besar. Mereka punya potensi mengejutkan semua tim dengan hadirnya gelandang veteran Christian Eriksen dan kiper tangguh Kasper Schmeichel.
Terakhir adalah Finlandia, tim yang paling tidak diunggulkan. Namun, jangan sekali-sekali menyepelekan mereka. Tim yang pernah punya pemain berbakat seperti Jari Litmanen ini sudah menyiapkan kejutan. Mereka dipimpin penyerang Norwich City, Teemu Pukki, pemain yang sempat menghebohkan Liga Inggris musim lalu.
Di antara tantangan yang sudah siap menghadang, skuad "Setan Merah" bisa sedikit tersenyum. Beberapa pekan jelang laga pertama, Thierry Henry diumumkan kembali menduduki kursi asisten pelatih. Kedatangan Henry memberikan ketenangan untuk pemain lain. Sang striker legendaris ini bisa berbagi pengalaman menangani tekanan sebagai bagian dari generasi emas Perancis pada 1998. (AFP)