Carlos Sainz Junior mulai berada dalam frekuensi yang sama dengan Ferrari SF21 setelah memaksa dirinya menyesuaikan diri dengan karakter mobil barunya itu. Namun, podium di Monako barulah awal dari perjuangan panjangnya.
Oleh
AGUNG SETYAHADI
·5 menit baca
BAKU, KAMIS — Carlos Sainz Junior menegaskan dirinya bukanlah pebalap pelapis Charles Leclerc saat pindah ke Ferrari setelah dua musim membela McLaren. Dia pun berjuang keras menemukan harmoni dengan mobil dan tim barunya itu. Tantangan Sainz sangat berat karena awal musim ini hanya memiliki waktu 1,5 hari untuk menjalani tes dengan SF21 di Bahrain. Namun, usaha kerasnya mulai membuahkan hasil dengan meraih podium pertama di Monako, akhir pekan lalu.
Sainz mulai bisa mengeksploitasi potensi SF21 di Monte Carlo seiring proses adaptasinya dalam empat balapan sebelumnya. Dia menemukan perbedaan yang sangat besar dari sistem kerja Ferrari dibandingkan McLaren yang dia bela selama dua musim. Kondisi itu memaksa pebalap asal Spanyol itu mengubah gaya membalapnya, proses yang berat sekaligus menyenangkan.
”Gaya membalap saya dan cara saya berbelok, mengerem, menjaga kecepatan di tikungan di beberapa lokasi dan tikungan-tikungan yang berbeda jenisnya sangat berbeda dengan tahun lalu. Saya harus memaksa diri saya untuk membuka pikiran saya dan beradaptasi sebagai seorang pebalap. Saya sebenarnya menemukan sesuatu yang sangat menyenangkan,” ujar Sainz.
Namun, Sainz enggan mengungkap apa perbedaan antara mobil Ferrari dan McLaren yang menggunakan mesin Renault saat dia berada di tim Inggris itu. Perubahan karakter dan sistem mobil bukanlah hal baru bagi Sainz karena dia telah berganti empat tim dalam tujuh tahun terakhir. Dia mengawali F1 di tim Toro Rosso, kemudian membela Renault, McLaren, dan kini Ferrari.
”Itu sesuatu yang akan saya simpan untuk diri saya dan tim saya. Sudah pasti McLaren sedikit berubah dengan mesin Mercedes (musim ini). Khususnya tahun ini, mereka terlihat bagus di lintasan lurus dan mereka sangat, sangat kuat di area itu,” ungkap Sainz kepada Motorsport.
Menurut Sainz, dari sisi pengemudian dan keseimbangan, baik pada kecepatan rendah, menengah, maupun tinggi, keduanya merupakan mobil yang sangat berbeda. ”Saya harus melakukan perubahan cukup besar dan beradaptasi. Saya tahu perbedaannya, tetapi saya tidak akan memberi tahu sekarang,” tegas pebalap berusia 26 tahun itu.
Proses adaptasi itu berbuah podium di Monako dengan finis kedua di belakang Max Verstappen. Dia membalap tanpa kesalahan sehingga tidak terkejar oleh Lando Norris, mantan rekan setimnya di McLaren yang finis ketiga. Bahkan, Sainz sebenarnya memiliki peluang meraih posisi start terdepan saat kualifikasi jika tidak melakukan kesalahan. Sainz start dari posisi keempat di Monako. Sementara rekan setimnya, Charles Leclerc, meraih pole position, tetapi gagal start karena kerusakan pada kopel mobilnya akibat menabrak pembatas di akhir sesi kualifikasi ketiga.
Tantangan Baku
Kini, tantangan Sainz selanjutnya adalah menjaga momentum positif yang diraih di Monako untuk balapan di Baku, Azerbaijan, 4-6 Juni. Baku memiliki karakter yang berbeda dibandingkan Monte Carlo meskipun sama-sama sirkuit jalan raya. Baku jauh lebih cepat dan memiliki trek lurus sepanjang 2,2 kilometer di mana mobil F1 bisa mencapai kecepatan 370 kilometer per jam. Kecepatan di trek lurus masih menjadi masalah bagi Ferrari musim ini. Keunggulan mereka saat ini adalah di trek-trek dengan tikungan kecepatan rendah dan menengah seperti Monte Carlo.
Karakter sirkuit Baku itu diyakini akan memaksa Ferrari kembali di belakang Red Bull dan Mercedes, bahkan akan sulit untuk mengungguli McLaren dalam perebutan posisi start serta balapan. Dalam trek-trek cepat dengan trek lurus panjang, Ferrari biasanya masuk dalam persaingan papan tengah dengan Alpine, Aston Martin, dan AlphaTauri.
”Sekarang dimulai bagian dari musim yang akan rumit bagi kami. Di Spanyol, SF21 jelas ketiga terbaik di lintasan dan di Monako bahkan menunjukkan potensi untuk menang. Situasinya akan berbeda dalam balapan berikutnya, dimulai dengan Baku,” ungkap Direktur Balapan Ferrari Laurent Mekies di laman Formula 1.
Menurut Mekies, pihaknya sudah memperkirakan, akhir pekan ini di Baku, McLaren akan sangat kuat karena mobil mereka sangat sesuai dengan karakteristik sirkuit. ”Oleh karena itu, mereka akan menjadi pemimpin grup di belakang dua tim yang bersaing untuk kejuaraan dunia. Kami juga yakin Alpin, AlphaTauri, dan Aston Martin akan sangat kompetitif,” lanjut Mekies.
”Target utama kami adalah mengeluarkan seluruh potensi yang ada dan berusaha memaksimalkan semua peluang. Meminjam istilah dalam sepak bola, kami akan berusaha bertahan dengan baik dan melancarkan serangan balik,” ungkap Mekies.
Sainz pun meyakini bahwa di Baku mereka akan sangat sulit bersaing dengan Red Bull dan Mercedes. ”Mercedes dan Red Bull, saya yakin mereka tetap lebih unggul dibandingkan kami dan akan sangat sulit bagi kami bersaing meraih pole position maupun kemenangan,” tegas Sainz.
Potensi Ferrari berikutnya untuk bisa bersaing meraih posisi start terdepan serta kemenangan diperkirakan ada di Hongaria yang memiliki karakter sirkuit dengan tikungan-tikungan kecepatan rendah. Namun, Sainz menilai, Ferrari tidak bisa dipastikan bisa kompetitif pada balapan di Hongaroring pada 1 Agustus.
”Melihat karekteristik sirkuit Monako serta berusaha mencari mana yang paling mirip, Anda tidak akan menemukan banyak. Bahkan, di sirkuit-sirkuit yang saya yakin Anda pikirkan, sama dengan yang saya pikirkan, tidak berarti kami akan berada dalam persaingan posisi start terdepan atau bersaing meraih podium (di sana),” ungkap Sainz.
Kepala Tim Ferrari Mattia Binotto mengatakan, akan ada sirkuit-sirkuit dengan tikungan kecepatan rendah di mana tim Ferrari bisa kompetitif, tetapi itu bukan cuma-cuma. ”Sekarang, alih-alih memikirkan di sirkuit mana saja kami bisa kompetitif, kami sudah fokus ke Baku, pada balapan berikutnya,” kata Binotto.