Pep Guardiola dan Thomas Tuchel adalah wajah dari taktik menyerang di sepak bola modern saat ini. Final Liga Champions musim 2020-2021 akan menjadi duel untuk menghadirkan sejarah baru bagi karier keduanya.
Oleh
MUHAMMAD IKHSAN MAHAR
·5 menit baca
PORTO, JUMAT — Keberhasilan Manchester City dan Chelsea menembus final Liga Champions edisi 2020-2021 tidak lepas dari kegeniusan sang manajer. Pep Guardiola di City serta Thomas Tuchel bersama Chelsea telah membuktikan bahwa permainan menyerang dan atraktif bisa melekat dengan kemenangan yang dibutuhkan untuk menguasai Eropa.
Meski begitu, keduanya butuh satu kemenangan lagi untuk menorehkan satu musim terbaik di karier kepelatihan mereka. Guardiola akan memimpin City untuk mengejar trofi Liga Champions pertama saat menghadapi Chelsea asuhan Tuchel dalam laga final, Minggu (30/5/2021) pukul 02.00 WIB, di Stadion do Dragao, Porto, Portugal. Guardiola selangkah lagi menyamai rekor milik Bob Paisley, Carlo Ancelotti, dan Zinedine Zidane yang merupakan manajer dengan koleksi tiga gelar Liga Champions.
Sementara itu, Tuchel berambisi meraih trofi ”Si Kuping Besar” pertamanya. Dengan membawa Chelsea mendapatkan gelar Liga Champions kedua, Tuchel akan menjadi manajer ke-66 yang mampu membawa timnya menjadi penguasa Eropa.
Sebelum bersama City, Guardiola dua kali mempersembahkan gelar Liga Champions untuk Barcelona pada 2008-2009 dan 2010-2011. Meskipun mendapat kepercayaan menjadi juru taktik dua tim dengan kualitas permain berkelas dunia dan dukungan finansial yang kuat, seperti Bayern Muenchen dan City, Guardiola butuh satu dekade untuk kembali menginjakkan kaki di partai puncak Liga Champions.
City adalah tim kedua yang dibawa Guardiola menembus final Liga Champions. Memang, ”The Citizens” tidak akan mampu mengulangi prestasi Barcelona era 2008-2009 yang meraih tiga gelar mayor dalam satu musim, tetapi City musim ini adalah tim dengan penampilan terbaik yang pernah ditangani Guardiola di Liga Champions.
Sebanyak 12 pertandingan yang dijalani City untuk melaju ke final dilalui tanpa terkalahkan. City meraih 11 kemenangan dan hanya satu kali bermain imbang saat menjalani laga tandang ke markas FC Porto, Stadion Do Dragao, awal Desember lalu.
Selain tidak terkalahkan, Guardiola menjelma City menjadi tim dengan pertahanan terkuat. ”The Citizens” hanya kebobolan empat gol dan menjalani delapan pertandingan tanpa kebobolan. Inilah catatan terbaik City di kompetisi antarklub Eropa.
Guardiola mengakui dirinya bangga dengan berbagai capaian yang telah ditorehkan City dalam lima musim keberadaannya di Stadion Etihad. Berbagai gelar juara di level domestik serta permainan menyerang yang berbeda dibandingkan dengan tim Inggris lainnya, menurut Guardiola, adalah dua capaian yang telah terwujud bersama City.
Meski begitu, Guardiola masih ingin menjawab satu tantangan terbesar ketika dirinya menerima pinangan City pada awal 2016 lalu, yaitu juara Liga Champions. Setelah di tiga musim sebelumnya selalu terhenti pada babak perempat final, ”The Citizens” akhirnya mampu menembus final yang menjadi sejarah baru bagi klub berusia 127 tahun itu.
”Saya tidak menganggap kami telah bermain jauh lebih baik musim ini dibandingkan dengan musim-musim sebelumnya. Namun, hasrat semua pemain untuk melaju ke final amat besar pada musim ini. Saya berharap kami bisa bermain baik di final dan saya bisa menikmati permainan tim dari sisi lapangan sebagai seorang penonton,” ujar Guardiola kepada UEFA.com.
Saya belajar banyak dari Thomas (Tuchel). Ia adalah manajer luar biasa sehingga tentu saya sangat berambisi mengalahkannya.
Namun, jalan untuk membawa pulang trofi ”Si Kuping Besar” tidak mudah. Dalam dua duel melawan Tuchel dan Chelsea pada musim ini, City selalu menelan kekalahan. Pertama, City tumbang 0-1 di semifinal Piala FA, kemudian Chelsea kembali unggul dengan skor 2-1 pada pekan ke-35 Liga Inggris. Tuchel, kata Guardiola, telah menghadirkan perubahan signifikan bagi permainan Chelsea pada paruh kedua musim ini.
”Saya belajar banyak dari Thomas (Tuchel) ketika menyaksikan timnya dan saat kami berbincang. Ia adalah manajer luar biasa sehingga tentu saya sangat berambisi mengalahkannya,” ucap Guardiola yang telah mengoleksi 31 trofi bersama tiga tim.
Ambisi serupa disampaikan gelandang muda City, Phil Foden. Bagi pemain didikan akademi City itu, ”Si Biru” adalah tim yang paling sulit dihadapi timnya pada musim ini.
”Mereka akan menghadirkan tantangan yang sangat sulit bagi kami di final. Namun, final hanya satu laga penentu, saya yakin segalanya mungkin terjadi,” kata Foden, yang berulang tahun ke-21 pada 28 Mei kemarin.
Mahakarya
Setelah menangani Mainz 05, Borussia Dortmund, dan Paris Saint-Germain, pengakuan kegeniusan Tuchel hadir setelah memimpin Chelsea. Meskipun baru memasuki bulan keempat menangani Chelsea, Tuchel telah menggoreskan mahakaryanya sebagai manajer.
Untuk pertama kali sebagai manajer, Tuchel menerapkan formasi tiga bek ketika menangani ”Si Biru”. Taktik itu pun membuat pertahanan sangat kokoh serta mampu efektif memanfaatkan ruang kosong di zona pertahanan lawan. Di Liga Champions musim ini, Chelsea serupa dengan City juga baru kemasukan empat gol dan menjalani delapan laga tak kebobolan.
Zinedine Zidane bersama Real Madrid telah merasakan kesulitan mengatasi Chelsea pada babak semifinal. Zidane pun sampai rela mengikuti Tuchel bermain dengan tiga bek, tetapi pendekatan taktik itu gagal meredam dominasi Chelsea atas Real.
Catatan Tuchel bersama Chelsea pun cukup impresif. ”Si Biru” mampu memenuhi target mengakhiri Liga Inggris di posisi empat besar. Kemudian, Chelsea juga mampu bermain di final Piala FA dan Liga Champions. Setelah tumbang 0-1 dari Leicester di final Piala FA, Liga Champions adalah harapan tersisa dari Tuchel untuk mempersembahkan gelar perdana bagi Chelsea.
Kegagalan membawa Paris Saint-Germain menjadi juara pada musim lalu membuat Tuchel amat berambisi membalas rasa kecewanya itu. Tuchel sudah mencatatkan sejarah baru di Liga Champions sebagai manajer pertama yang mampu membawa dua tim berbeda lolos ke final dalam dua musim beruntun.
Tuchel memastikan dirinya belajar banyak seusai kekalahan di final musim lalu sehingga telah menyiapkan timnya lebih baik untuk tampil pada partai puncak di Porto.
”Saya merasakan kekecewaan yang besar pada musim lalu. Saya merasa kami (Chelsea) sangat pantas berada di final berkat kerja keras dan perjuangan tak kenal lelah yang ditampilkan di setiap laga. Jika benar ada karma, inilah saatnya (saya juara),” kata Tuchel kepada Sky Sport.
Kemenangan atas City di final Liga Champions akan semakin memperbaiki rekor duel Tuchel dengan Guardiola. Dari tujuh pertemuan sebelumnya, Tuchel hanya menang dua kali, sekali kalah, dan merasakan kekalahan empat kali dari tim asuhan Guardiola. (AFP)