Hukuman berat mengancam tiga klub besar akibat keterlibatan mereka dalam Liga Super Eropa. Perselisihan ini perlu diselesaikan sesuai dengan hukum yang berlaku.
Oleh
REDAKSI
·3 menit baca
Hendak menangguk ikan, tertangguk batang. Peribahasa itu cukup tepat dengan kondisi yang dihadapi tiga klub pendiri Liga Super Eropa, Real Madrid, Juventus, dan Barcelona. Keinginan mendapat pemasukan cukup besar, alasan kuat yang dibaca publik di balik pendirian Liga Super Eropa, bisa berakhir dengan kerugian tak kalah besarnya saat hukuman dari Asosiasi Sepak Bola Eropa atau UEFA dijatuhkan.
Induk organisasi sepak bola Eropa itu memulai investigasi untuk menentukan tingkat keterlibatan ketiga klub pada kompetisi yang diluncurkan pada 18 April lalu. Saat itu, Liga Super Eropa didukung 12 klub pendiri dari Spanyol, Italia, dan Inggris. Tak sampai 72 jam kemudian, enam klub Inggris, yakni Manchester United, Liverpool, Arsenal, Tottenham Hotspur, Chelsea, dan Manchester City, menarik diri. Langkah itu lalu diikuti oleh Inter Milan, AC Milan, dan Atletico Madrid.
Meski telah mengaku bersalah dan melepas ikatan dengan Liga Super Eropa, sembilan klub itu diwajibkan menyetor kompensasi 15 juta euro, menerima pemotongan pendapatan dari kompetisi UEFA sebesar 5 persen pada 2023-2024, serta ancaman sanksi 100 juta euro (Rp 175 triliun) jika kembali bergabung dengan liga tandingan tersebut.
Ancaman hukuman lebih berat dari UEFA menanti Real, Juve, dan Barca jika investigasi selama dua pekan bisa membuktikan mereka sebagai dalang lahirnya Liga Super Eropa. Sanksi itu berupa larangan tampil di Liga Champions Eropa selama dua musim yang langsung berlaku pada musim 2021-2022 serta denda 100 juta dollar AS.
Hukuman tersebut, jika benar dijatuhkan, akan menjadi pukulan besar bagi ketiga klub, di tengah kerugian yang mereka hadapi pada masa pandemi Covid-19 ini. Barca bahkan harus mencari pinjaman untuk sekadar membayar sebagian gaji pemain yang tertunggak sejak awal tahun. Adapun jika Liga Super Eropa berhasil dijalankan, setiap klub pendiri akan langsung mendapat 200 juta euro (Rp 350 triliun). Dana itu diperoleh dari institusi keuangan dunia JP Morgan, yang menjadi pendukung finansial kompetisi tandingan itu.
Dugaan adanya lampu hijau dari Federasi Sepak Bola Internasional FIFA pada pendirian Liga Super Eropa, seperti dokumen yang diungkap harian The New York Times, memperumit situasi. Meskipun Presiden FIFA Gianni Infantino secara tidak langsung membantah hal tersebut dengan berulang kali menegaskan dukungannya pada posisi UEFA.
Pertentangan ini belum akan segera berakhir. Real, Juve, dan Barca berkeras tidak akan tunduk pada tekanan UEFA dan menganggap UEFA tak menghormati hukum karena kasus ini telah dibawa ke meja hijau. Pengadilan Madrid mengajukan kasus ke Mahkamah Agung Eropa dengan tuduhan UEFA dan FIFA melanggar UU Persaingan Uni Eropa dengan melarang mereka membentuk Liga Super Eropa.
Pendirian Liga Super Eropa ini memang dinilai sangat eksklusif dan hanya menguntungkan klub-klub besar Eropa yang menjadi pendiri. Di sisi lain, UEFA perlu memperhatikan tuntutan perubahan yang disuarakan klub-klub besar terhadap kompetisi yang berlangsung di Eropa saat ini. Hanya dengan niat baik untuk berkompromi, pertentangan ini bisa diakhiri tanpa merugikan klub, UEFA, serta yang paling penting para pendukung dan penikmat sepak bola di seluruh dunia.