Deklarator Liga Super Eropa Menanti Sanksi Tegas UEFA
Real Madrid, Barcelona, dan Juventus di ambang tak berlaga di Liga Champions selama dua musim mendatang. Itu adalah salah satu hukuman yang disiapkan UEFA bagi para penggagas Liga Super Eropa.
Oleh
MUHAMMAD IKHSAN MAHAR
·5 menit baca
NYON, RABU — Asosiasi Sepak Bola Uni Eropa atau UEFA telah memulai proses investigasi untuk menentukan keterlibatan tiga klub utama, yaitu Real Madrid, Barcelona, dan Juventus, dalam gagasan Liga Super Eropa yang sempat diumumkan pertengahan April lalu.
Sanksi larangan tampil di Liga Champions hingga dua musim serta denda ratusan juta euro akan membayangi ketiga klub raksasa Eropa itu apabila terbukti menjadi dalang lahirnya kompetisi tandingan tersebut.
Proses investigasi itu akan berlangsung sekitar dua pekan. Setelah hukuman ditetapkan, UEFA memastikan ketiga klub itu akan langsung menjalani hukuman di musim 2021-2022, kecuali Real Madrid, Barcelona, dan Juventus bersedia menggugurkan proyek Liga Super itu sekaligus meminta maaf secara resmi dan tertulis kepada UEFA sebagai penanggung jawab tunggal pelaksanaan kompetisi antarklub di Eropa.
”Penyelidikan pengawas etik dan disiplin UEFA terkait dugaan proses pelanggaran disiplin, yang dilakukan Real Madrid, Barcelona, dan Juventus, dalam proyek ’Liga Super’ telah dibuka seiring adanya pelanggaran kerangka hukum UEFA. Informasi lebih lanjut akan dikeluarkan dalam waktu dekat,” tulis pernyataan resmi UEFA, Selasa (26/5/2021).
Sementara itu, sejumlah media di Spanyol, seperti AS, Marca, dan Cadena COPE, menyebut penyelidikan UEFA itu akan berujung kepada hukuman dua tahun larangan tampil di Liga Champions. Kemudian, UEFA juga akan memberlakukan denda sebesar 100 juta euro atau sekitar Rp 1,75 triliun kepada tiga klub tersebut karena tetap terlibat pada kompetisi ilegal itu.
”Jika mereka mengatakan bahwa mereka adalah peserta Liga Super, maka mereka tentu tidak bermain di Liga Champions,” ujar Presiden UEFA Aleksander Ceferin dalam keterangan resminya.
Langkah hukum yang diambil UEFA menjadi upaya terakhir yang dilakukan untuk mengakhiri spekulasi terkait hadirnya Liga Super Eropa. Setelah diumumkan pada 18 April lalu, sebanyak sembilan tim dari 12 tim penggagas telah undur diri dari rencana itu. Hal itu didasari adanya protes keras dari para pendukung yang tidak ingin tim kesayangannya keluar dari sistem kompetisi tradisional.
Sembilan tim itu ialah Manchester United, Liverpool, Arsenal, Tottenham Hotspur, Chelsea, Manchester City, Inter Milan, AC Milan, dan Atletico Madrid. Selain mundur dari rencana Liga Super Eropa, sembilan klub raksasa Eropa itu sepakat dengan UEFA untuk mengumpulkan dana kompensasi sebesar 15 juta euro (Rp 262,1 miliar) yang akan dialokasikan untuk pembinaan sepak bola usia dini di seluruh Eropa.
Kesembilan tim itu juga akan mengalami pemotongan pendapatan dari kompetisi UEFA sebesar 5 persen untuk musim 2023-2024. Uang itu akan didistribusi ulang untuk menambah dana bonus kepada tim peserta kompetisi antarklub Eropa dari tiga negara asal sembilan tim itu, yakni Inggris, Italia, dan Spanyol. Tak hanya itu, apabila di masa mendatang salah satu dari sembilan tim tersebut kembali bergabung dengan gagasan liga tandingan, UEFA telah menetapkan sanksi sebesar 100 juta euro.
Selain hukuman dari UEFA, sembilan tim itu sejatinya juga di ambang sanksi finansial yang menjadi imbas dari keluarnya mereka dari Liga Super. Pasalnya, Presiden Real Madrid sekaligus Kepala Liga Super Florentino Perez menegaskan, 12 tim pendiri telah memiliki kesepakatan legal untuk memulai Liga Super Eropa.
”Saya tidak perlu menjelaskan bagaimana isi kontrak terikat yang disepakati 12 tim, tetapi secara efektif klub-klub itu tidak bisa pergi dari ide ini,” ujar Perez kepada AS, bulan lalu.
Dukungan FIFA
Dalam dokumen yang diungkap The New York Times, 20 Mei lalu, Presiden FIFA Gianni Infantino menjadi sosok berpengaruh yang mendukung kehadiran Liga Super Eropa. Pelaksanaan liga tandingan itu telah dibahas FIFA sejak 2019. Bahkan, Infantino membentuk badan khusus bernama A22 yang diisi oleh pejabat klub elite Eropa, sejumlah petinggi FIFA, serta para tokoh perekonomian dunia.
A22 selanjutnya memulai komunikasi dengan sejumlah pihak untuk mendapatkan dukungan pelaksanaan Liga Super Eropa. Tidak hanya klub, pembahasan untuk mendapat dukungan juga dilakukan kepada federasi negara-negara langganan kontestan Piala Dunia. Melalui A22 pula, institusi keuangan dunia asal Amerika Serikat, JPMorgan, bersedia menjadi penyandang dana bagi pelaksanaan Liga Super Eropa. Kesepakatan dengan JPMorgan tercapai pada Januari 2021.
Infantino awalnya optimistis Liga Super Eropa dapat berlangsung serupa dengan pelaksanaan Piala Dunia Antarklub yang rutin dilaksanakan setiap musim dingin. Keinginan Infantino untuk mendukung Liga Super Eropa diyakini juga hadir karena FIFA berpotensi mendapatkan dana sebesar 1 miliar dollar AS (Rp 14,3 triliun). Besaran dana itu adalah akumulasi dari uang solidaritas yang akan dibayarkan sponsor setiap tahun. Selain 12 tim pendiri, uang solidaritas juga akan diterima FIFA sebagai pendukung utama Liga Super Eropa.
Peran FIFA itu seakan membuktikan ucapan Presiden La Liga Javier Tebas, awal Mei lalu. Tebas mengatakan, keberanian sejumlah klub mengumumkan gagasan Liga Super Eropa tidak akan dilakukan tanpa ada dukungan dari kekuatan besar.
”Saya telah sebutkan dari awal sosok di balik Liga Super ini adalah Presiden FIFA Gianni Infantino. Saya telah menanyakan langsung ini kepada dirinya secara pribadi,” ujar Tebas kepada Marca.
Sementara itu, Infantino dalam sejumlah kesempatan sejalan dengan Ceferin menjadi pihak yang menolak kehadiran Liga Super Eropa. ”Liga Super adalah upaya terlarang untuk melepaskan diri dari liga, federasi, UEFA, dan FIFA. Ada banyak hal yang harus dipertimbangkan, apalagi gagasan itu hadir karena keinginan instan untuk keuntungan finansial jangka pendek,” kata Infantino dilansir La Gazzetta dello Sport. (AFP)