Para pebasket muda dari klub Louvre Surabaya dan West Bandits Solo bermain fenomenal pada kesempatan ”playoff” pertama mereka. Kontribusi itu membuat kedua tim ini sukses melaju ke babak semifinal IBL 2021.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kejutan terjadi di babak awal playoff Liga Basket Indonesia (IBL) 2021 di Arena Mahaka, Jakarta. Dengan mayoritas pemin muda, tim baru Louvre Surabaya dan West Bandits Solo menembus semifinal untuk pertama kalinya. Keduanya bangkit menaklukkan tim-tim veteran IBL setelah kalah pada awal seri.
Louvre memulangkan Bima Perkasa Yogyakarta, sedangkan West Bandits mengeliminasi Prawira Bandung. Setelah kalah pada gim pertama, mereka masing-masing memenangi dua gim penentu. Tiket semifinal diraih mereka dengan keunggulan 2-1.
Kejutan terbesar dihasilkan West Bandits. Tim debutan itu mengalahkan Prawira yang merupakan salah satu kandidat juara IBL 2021. Mereka telah melampaui target dari manajemen klub musim ini, yaitu minimal lolos ke playoff.
Istimewanya, lolosnya West Bandits ke semifinal diinspirasi para pemain muda. Hal itu terlihat saat mereka menang pada gim ketiga melawan Prawira, 80-70, pada Selasa (25/5/2021). Center 22 tahun, Patrick Nikolas, menjadi pemain terbaik West Bandits dengan raihan double-double berupa 17 poin dan 10 rebound.
Patrick, dengan tubuh setinggi 1,87 meter dan kalah ukuran dibandingkan center lokal, mampu mendominasi area keranjang. Pemain debutan IBL ini bahkan mampu bersaing dengan center veteran lawan, Firman Dwi Nugroho, setinggi 2,02 meter. Dia tampil begitu percaya diri, baik dalam menyerang maupun saat bertahan.
”Jujur, seri ini sangat menantang. Saya rookie dan ini juga tim baru. Jadi, saya ingin membuktikan sesuatu bersama tim ini. Sebagai tim baru, kami tidak mau dianggap remeh. Intinya, seberapa mau kami menang. Dengan itu, kami jadi mau lebih bertahan,” kata Patrick, alumnus Universitas Pelita Harapan.
Sebelum Patrick, pemain debutan West Bandits, Habib Tito Aji, juga unjuk gigi dalam kemenangan gim kedua. Forward 23 tahun itu menghasilkan 21 poin dan 7 rebound. Pada malam itu, dia mengungguli pemain bintang Prawira, Abraham Damar Grahita, yang hanya menghasilkan 10 poin dan 6 rebound.
Mengambil alih peran senior
Tim asuhan Raoul Miguel Hadinoto, yang biasa disapa Ebos, sebenarnya punya beberapa pemain level tim nasional seperti Mei Joni dan Widyanta Putra Teja. Namun, mereka sempat kesulitan karena menjadi gravitasi pertahanan lawan. Saat itulah para pemain muda mengambil alih peran para senior.
Penampilan heroik juga diperlihatkan skuad muda Louvre. Mereka hanya memiliki dua pemain yang punya pengalaman playoff, Jamarr Johnson dan Wendha Wijaya. Namun, pemain muda lainnya mampu menaikkan tingkat permainan mereka seperti veteran.
Pemain seperti Kevin Moses Poetiray (26) dan Dio Tirta Saputra (22) mampu unjuk gigi dalam momen-momen krusial. Pertahanan agresif mereka sukses menyulitkan Bima Perkasa yang dihuni banyak pemain berpengalaman, di antaranya Galank Gunawan dan Indra Muhammad.
Saya bangga dengan tim ini karena kami tim muda. Beda seperti lawan kami yang sudah berpengalaman. Tentunya, ini menjadi modal besar untuk masa depan kami. (Andika Saputra)
Mantan pemain tim nasional Indonesia, Adhi Pratama, berkata, kehadiran darah muda di tim-tim baru ini bisa menggambarkan perkembangan bola basket Tanah Air. Pemain itu tidak terlihat pada musim-musim sebelumnya, tetapi bisa langsung berada di level tertinggi ketika datang.
”Berarti, basket Indonesia sudah naik level. Semua naik. Saya lihat pemain lama meningkat, pemain baru juga bisa mencapai level itu. Hal ini tentunya sangat bagus buat timnas ke depan sekaligus membuktikan, liga kita tetap seru, menarik, dan berkualitas, tanpa pemain asing,” kata Adhi yang pensiun tahun lalu.
Pelatihan modern
Adhi, yang merupakan salah satu center terbaik yang penah dilahirkan Indonesia, turut memuji Patrick. Menurut dia, Patrick bisa mencerminkan kualitas pemain muda saat ini. Banyak pemain tidak punya tinggi menjulang, tetapi punya kualitas teknik lengkap dan di atas rata-rata. Sebab, mereka mendapat pelatihan lebih modern.
Sementara itu, Adhi meyakini para pemain debutan di playoff bisa bersinar karena peran pelatih. Pemain muda perlu kebebasan dalam bermain. Hal itu yang bisa dimanfaatkan dengan baik oleh Ebos dan Pelatih Louvre Andika Saputra.
Ebos mengatakan, masalah pada pemain muda West Bandits hanyalah kurang pengalaman. Karena itu, mereka tampak tegang pada gim pertama. Mereka akhirnya mampu bermain lepas di gim berikutnya setelah mendapat evaluasi.
Pemain debutan West Bandits juga harus selalu diingatkan untuk bertahan. ”Saya selalu tekankan untuk bertahan. Ke rookie, harus jelas memberi instruksi bertahannya. Baru, saya minta mereka bisa konsisten saat bertahan. Selebihnya, kalau menyerang, ya, tinggal ikutin Widy yang mengatur serangan. Ya, intinya kami harus terus mengayomi mereka,” ucap Ebos.
Hal senada disampaikan Andika. Dia mengatakan berkali-kali kepada pemainnya untuk bermain lepas. Mereka tidak punya tuntutan untuk bisa melangkah jauh musim ini dengan materi pemain muda. Karena itu, permintaan sang pelatih hanyalah untuk bermain semaksimal mungkin.
Andika bahkan harus memasang wajah santai di detik-detik krusial pertandingan. Menurut dia, hal itu untuk menenangkan para pemain. ”Saya bangga dengan tim ini karena kami tim muda. Beda seperti lawan kami yang sudah berpengalaman. Tentunya, ini menjadi modal besar untuk masa depan kami,” tuturnya.