Menjembatani Mimpi dan Realitas Kehadiran Penonton
Bisa menghadirkan penonton umum di lapangan masih menjadi mimpi untuk IBL. Mimpi itu perlu segera dinyatakan dalam babak "playoff" nanti.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·3 menit baca
Sebuah kabar menggembirakan untuk industri olahraga datang dari "Negeri Paman Sam". Dalam kecamuk pandemi Covid-19, tim NBA New York Knicks baru saja menjual habis 15.000 tiket untuk laga pertama babak playoff di Maddison Square Garden.
Jumlah penonton sekitar 75 persen kapasitas total arena itu akan menjadi yang terbanyak dalam laga NBA sejak pandemi. Knicks menaikkan kapasitas penonton dari sebelumnya hanya 2.000 kursi pada musim reguler.
Sayangnya, euforia industri olahraga tersebut belum bisa dirasakan di Tanah Air. Saat bersamaan, IBL yang akan menggelar playoff pada 23 Mei – 6 Juni 2021 di Mahaka Arena, Kelapa Gading, Jakarta, belum mengizinkan penonton umum.
“Kalau penonton umum kita tidak belum. Perizinan untuk IBL musim ini kan satu rangkaian dengan fase sebelumnya di Cisarua, Bogor. Jadi teknisnya memang laga digelar tanpa penonton umum,” kata Direktur Utama IBL Junas Miradiarsyah, saat dihubungi Jumat (21/5/2021).
Wacana menghadirkan para pendukung dalam playoff IBL sempat disampaikan oleh Menteri Pemuda dan Olahraga Zainudin Amali pada medio April 2021. Namun, belum ada perkembangan terbaru tentang perizinan hal tersebut.
Kata Junas, mereka tidak mau berspekulasi karena waktu yang sudah terlalu dekat. IBL pun tetap mengikuti rencana awal yaitu laga tertutup untuk umum. Penyelenggara rencananya akan menggunakan penonton undangan untuk sedikit meramaikan suasana.
“Di Mahaka, tempat penonton lumayan besar. Jadi memungkinkan untuk penonton yang sifatnya undangan. Contoh bisa mengundang Menpora, Kepolisian, BNPB. Juga media yang sebelumnya tidak bisa pada fase pertama,” katanya.
Menurut Junas, penonton undangan ini bisa sekaligus menjadi pelajaran mereka ke depan, untuk mendatangkan penonton umum. “Kami akan belajar mengantisipasi mulai dari undangan dulu, termasuk dari sisi protokol kesehatan. Agar sudah ada pengalaman ketika penonton beneran,” lanjutnya.
Mendatangkan penonton ke dalam arena memang sesuatu yang intrik di tengah pandemi. Misalnya saja NBA. Mereka tidak sembarangan mengizinkan penonton datang, melewati proses bertahap dari jumlah ratusan.
Sementara itu, protokol kesehatan ekstra ketat juga diberlakukan untuk para penonton. Contohnya Knicks yang akan mendatangkan belasan ribu penonton dengan syarat 90 persen sudah divaksin.
Membandingkan NBA dan IBL memang terlalu jauh. NBA sudah memulai musim kedua di tengah pandemi, sementara IBL baru menghadapi musim pertamanya. Namun, proses bertahap yang dilakukan pada industri di Amerika Serikat diharapkan dimulai di Tanah Air.
Adaptasi tersebut yang diharapkan pelatih West Bandits Solo Raoul Miguel Hadinoto. Dia berkata, IBL bisa memulai adaptasi dengan membatasi jumlah 20 persen penonton dari total kapasitas kursi saat playoff.
“Harapannya sudah boleh sekitar 20 persen dengan segala protokol kesehatan. Tentu dampak penonton akan sangat besar, apalagi sudah lama kan pertandingan tidak ada penonton. Dengan adanya mereka pemain pasti lebih semangat, animonya juga pasti lebih seru,” ucap Ebos, sapaannya.
Kandidat Most Valuable Player IBL 2021 asal Louvre Surabaya Jamarr Andre Johnson juga berharap penonton bisa hadir di playoff. “Atmosfer fans pastinya meningkatkan semangat bermain di playoff. Namun, sayangnya, kami belum bisa merasakan itu di Indonesia,” tuturnya.
Laga dengan penonton tidak hanya berguna untuk kemajuan IBL, tetapi juga demi Piala Asia FIBA 2021 di Jakarta pada Agustus mendatang. Seperti diungkapkan Direktur Eksekutif FIBA Asia Hagop Khajirian pada bulan lalu, mereka ingin mendatangkan para fans dalam gelaran yang berlangsung di kompleks Gelora Bung Karno tersebut.
Karena itu, IBL semestinya bisa menjadi tempat uji coba untuk rencana besar Piala Asia. Satu langkah kecil di IBL, akan menjadi lompatan besar untuk ajang bola basket terbesari di Asia tersebut.
Menghadirkan penonton umum pada babak awal playoff mungkin terlalu sulit karena terlalu mepet. Namun, rencana itu agaknya bukan mustahil untuk dicoba pada partau final, 3-6 Mei nanti.
Jika bisa terwujud, bukan mimpi lagi mengembalikan industri olahraga seperti sedia kala, sebelum masa pagebluk. Di titik ini, perlu sesuatu yang bisa menjembataninya. Harapan itu bersandar di pundak IBL.