Trofi Piala Italia menjadi kado yang sangat indah di hari ulang tahun Andrea Pirlo. Namun, hadiah ini bisa saja menjadi persembahan terakhir skuad Juventus kepadanya.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
Senyum lebar Andrea Pirlo menyembul dari antara rimbun berewok di wajahnya. Satu per satu pemain Juventus dipeluknya dengan erat. Pirlo, malam itu, terlihat menjadi pria paling bahagia di Stadion Mapei, Reggio Emilia.
Wajar saja sang pelatih larut dalam gembira. Tepat pada hari ulang tahun ke-42, di stadion yang menjadi kandang Sassuolo itu, dia sukses mengantarkan ”Si Nyonya Besar” juara Piala Italia. Hadiah ini sangat berharga karena ini merupakan trofi pertamanya sebagai pelatih, yang diraih lewat kompetisi panjang.
Pirlo, yang masih mabuk dalam pesta, langsung berhadapan dengan awak media. Sebagai sosok yang menjuarai Piala Italia sebagai pemain dan pelatih, dia menceritakan pengalamannya. Menurut mantan gelandang top ini, gelar juara jauh lebih sulit diraih ketika melatih.
”Anda bisa melihat yang tidak bisa dilihat mereka di lapangan. Tetapi, terkadang Anda memanggil pemain dan mereka tidak mendengar. Saya seperti masih berlari dan bermain (tetapi tidak bisa masuk ke dalam lapangan),” katanya seusai Juve menaklukkan Atalanta di final, 2-1, pada Kamis (20/5/2021) dini hari WIB.
Beban berat Pirlo ketika melatih bisa terlihat jelas dengan mata telanjang. Semua yang menonton laga pasti bisa melihat wajah tegangnya di sisi lapangan. Tidak ada lagi sosok Pirlo sebagai gelandang pengatur serangan yang dikenal paling tenang di alam semesta.
Walaupun sulit, Pirlo mengungkap sudah jatuh cinta dengan pekerjaan barunya. Dia berharap bisa terus melatih Juve pada musim-musim berikutnya.
”Saya mencintai sepak bola sejak kecil dan ingin melanjutkan cinta itu (sebagai pelatih). Saya suka melatih, juga cinta klub ini. Kita lihat nanti apa yang terjadi. Klub akan memutuskan,” tuturnya.
Belum jelas
Seperti yang tersirat dalam wawancara, nasib sang pelatih memang belum jelas untuk terus bersama Juve musim depan. Tanda tanya tersebut semakin besar seusai pesta juara Piala Italia. Apakah trofi kelas kedua ini bisa menyelamatkan Pirlo?
Ketidakpastian masa depan datang karena ekspektasi yang sangat jauh dengan kenyataan. Pirlo memang mendatangkan dua gelar, Piala Super Italia dan Piala Italia, tetapi prestasi tim jeblok di liga domestik. Juve terancam tidak lolos Liga Champions karena hanya menempati peringkat kelima jelang pekan terakhir liga.
Sebagai tim terbesar di Italia, target Juve adalah meraih trofi Liga Champions. Pelatih musim lalu saja, Maurizio Sarri, dipecat prematur meski sudah menghadirkan juara liga domestik. Tentu kans pemecatan yang dihadapi Pirlo lebih besar karena sudah pasti gagal juara.
Saya mencintai sepak bola sejak kecil dan ingin melanjutkan cinta itu. Saya suka melatih, juga cinta klub ini. Kita lihat nanti apa yang terjadi. Klub akan memutuskan.
Pelatih hebat memang tidak selalu bisa sukses pada musim pertama. Hal itu dialami Juergen Klopp bersama Liverpool. Namun, kegagalan ”arsitek” Juve di liga domestik terlalu sulit dimaafkan.
Tidak seperti Klopp yang kekurangan pemain berkualitas, Pirlo punya skuad terbaik di Italia yang menjuarai liga Serie A sembilan musim beruntun. Hasilnya, musim ini ”Si Nyonya Besar” justru dipastikan finis di bawah Atalanta, tim yang sudah puasa gelar sejak 1963.
Pirlo bisa sedikit bernapas karena dukungan skuad Juve kepadanya. Bek veteran Giorgio Chiellini masih percaya mantan rekannya itu untuk memimpin tim.
”Dengan segala hormat, kami memberikan seluruh hati dan jiwa kami untuk pelatih. Tentu saja kami baik-baik saja dengan Pirlo dan ingin melanjutkan kerja sama dengannya,” ucapnya.
Satu-satunya tugas terakhir pelatih perlente ini adalah mengantarkan Juve finis di empat besar. Tanpa itu, pelukan erat Pirlo dengan anak asuhnya sangat mungkin jadi penanda perpisahan mereka.
Perpisahan Buffon
Pada saat bersamaan, kiper veteran Gianluigi Buffon memastikan gelar ini akan menjadi sumbangsih terakhirnya di Juve. Setelah mengabdi sejak 2001, pemain berusia 43 tahun ini mengumumkan tidak memperpanjang kontrak untuk musim depan.
”Semua hal harus ada akhirnya. Menyudahi perjalanan seperti ini (dengan juara) membuat saya bangga dan sangat gembira. Para pendukung, orang-orang di Juve, dan rekan tim akan selalu menjadi bagian dalam hidup saya. Saya pikir, saya telah memberikan cinta, profesionalisme, dan keberanian untuk tim ini. Saya bangga,” ucapnya.
Buffon menjadi pemain pertama yang mengoleksi trofi Piala Italia dari tiga dekade berbeda, yaitu 1990-an, 2010-an, dan kini 2020-an. Total sudah enam trofi Piala Italia dikoleksinya, menyamai rekor Roberto Mancini, kini pelatih timnas Italia, sebagai pemain dengan trofi Piala Italia terbanyak.
Trofi Piala Italia pertama Buffon diraih pada 1999 bersama Parma. Kala itu, ia bermain bersama Enrico Chiesa, ayah dari penyerang Juventus, Federico Chiesa, yang menjadi penentu kemenangan melawan Atalanta. (REUTERS)