Kesuksesan Leicester meraih Piala FA adalah buah dari pengelolaan klub brilian yang dilakukan sang pemilik asal Thailand. Dalam satu dekade, “Si Rubah” berubah status dari tim Divisi Championship menjadi peraih juara.
Oleh
MUHAMMAD IKHSAN MAHAR
·5 menit baca
Vichai memiliki sebuah mimpi/Ia membeli sebuah tim sepak bola/Ia datang dari Thailand dan sekarang ia bagian dari kami/Kami bermain dari belakang dan serangan balik/Juara Inggris/Anda membuat kami menyanyikannya.
Itulah lagu kehormatan untuk mendiang Vichai Srivaddhanaprabha, pemilik Leicester City, yang dinyanyikan sekitar 6.000 pendukung klub itu setelah wasit Michael Oliver meniupkan peluit akhir di laga final Piala FA, Sabtu (15/5/2021) malam WIB, di Stadion Wembley. Dalam laga itu Leicester unggul 1-0 atas Chelsea sekaligus mengakhiri penantian selama 137 tahun untuk meraih gelar Piala FA perdana.
Lagu itu diciptakan oleh kelompok pendukung Leicester, "Blue Army", setelah klub kebanggaan mereka meraih gelar Liga Inggris musim 2015-2016. Meskipun Vichai telah wafat dalam sebuah kecelakaan helikopter di kawasan “istananya”, Stadion King Power, 27 Oktober 2018, kenangan pendukung “Si Rubah” kepada Vichai tidak akan lekang oleh waktu.
Sejak membeli Leicester pada Agustus 2010 dengan dana hanya sebesar 39 juta pound sterling (Rp 785 miliar) melalui konsorsium Investasi Sepak Bola Asia (AFI), Vichai mengakhiri penantian satu dekade “Si Rubah” untuk kembali ke Liga Utama Inggris pada musim panas 2014.
“Saya meminta tiga tahun untuk kami menjadi penantang lima besar,” ucap Vichai saat Leicester menyegel tiket promosi ke Liga Utama Inggris sebagai juara Divisi Championship, kasta kedua Liga Inggris, musim 2013-2014.
Nyatanya, Leicester hanya butuh dua tahun setelah naik kasta untuk berada di papan atas Liga Inggris. "Si Rubah" tidak hanya sebagai penantang posisi lima besar, melainkan menjadi juara Liga Inggris. Sebuah prestasi yang awalnya terlihat mustahil.
Ketika Vichai wafat, kesedihan menyelimuti seluruh pejabat klub, staf tim, para pemain, hingga mayoritas warga di wilayah East Midlands, Inggris. Hal itu menunjukkan kecintaan seluruh pihak yang mengaitkan dirinya dengan Leicester kepada Vichai.
Meskipun sang pemilik telah tiada, putra bungsu Vichai, Aiyawatt Srivaddhanaprabah atau yang dipanggil Top, melanjutkan misi besar untuk mengembangkan Leicester. Mantan atlet polo Thailand yang mempersembahkan medali perak di ajang SEA Games Kuala Lumpur 2017 itu meniru total cara kerja ayahnya ketika mengambil alih jabatan CEO Leicester City, akhir 2018.
Sejak menjabat sebagai orang nomor satu di Leicester City, Top tetap mempertahankan hubungan erat dengan para pemain dan fans “Si Rubah”. Satu kebijakan pentingnya untuk membajak Brendan Rodgers dari Glasgow Celtic, 26 Februari 2019, menjadi awal dari sejarah baru Leicester.
Kepercayaan Top kepada Rodgers dibayar sempurna oleh manajer asal Irlandia Utara itu. Di hari ke-810 menjabat sebagai juru taktik “Si Rubah”, Rodgers mengakhiri kutukan Leicester yang selalu gagal di empat edisi final Piala FA terdahulu. Bersama Rodgers, Leicester akhirnya meraih trofi kompetisi tertua di dunia itu berkat bantuan gol tunggal dari gelandang asal Belgia, Youri Tielemans, pada menit ke-63.
Rodgers pun langsung menghadap ke tribune naratama Stadion Wembley, yang menjadi tempat Top duduk dan menyaksikan laga bersejarah itu, ketika laga berakhir untuk meluapkan kebahagiannya. Tak hanya itu, kapten Leicester, Kasper Schmeichel, dan penyerang terbaik “Si Rubah”, Jamie Vardy, langsung menghampiri Top ke tribune untuk mengajaknya ikut perayaan pengangkatan trofi di tengah lapangan.
Gelar ini sangat emosional untuk Top dan keluarganya karena mereka telah membangun tim ini untuk meraih kejayaan, kami akan memberikan segalanya untuk klub ini dan kepada mereka yang membangun sejarah dan warisan untuk klub.
“Gelar ini sangat emosional untuk Top dan keluarganya karena mereka telah membangun tim ini untuk meraih kejayaan, kami akan memberikan segalanya untuk klub ini dan kepada mereka yang membangun sejarah dan warisan untuk klub,” ujar Tielemans yang menjadi pemain asal Belgia ketiga peraih Piala FA setelah Kevin De Bruyne dan Eden Hazard.
Rodgers pun tidak ketinggalan memuji peran besar Vichai dan Top dalam mewujudkan impian Leicester mengakhiri dahaga gelar juara. Hal itu menjadi salah satu dasar spanduk besar foto Vichai dipasang di sudut tribune pendukung Leicester di Stadion Wembley.
“Saya sangat senang untuk Top dan keluarganya. Trofi Piala FA ini adalah mimpi mereka dan kami bangga bisa membantu mewujudkannya,” kata Rodgers dilansir laman klub. Piala FA juga menjadi trofi pertama yang diraih Rodgers di Inggris.
Melibatkan “fans”
Keunggulan Top dan mendiang sang Ayah, Vichai, dibandingkan para pemilik klub Liga Inggris lainnya adalah kebijakan yang selalu menganakemaskan para pendukung Leicester. Bagi Top, dukungan fans setara dengan dukungan para dewa yang tidak bisa dilepaskan dari keajaiban yang dihasilkan “Si Rubah”.
Kepada sekitar 6.000 pendukung klub pemegang tiket musiman yang berkesempatan hadir langsung di Wembley, Top mengirimkan surat apresiasinya atas dukungan para “Blue Army”, Jumat (14/5/2021) kemarin.
“Jelang final Piala FA pertama klub sejak 1969, saya ingin menggunakan kesempatan ini untuk berterima kasih atas dukungan luar biasa Anda. Terlampir sebuah hadiah pilihan dari kami untuk Anda, yang saya harap membawa keajaiban ekstra untuk hari final Anda,” tulis Top.
Kedekatan Top dengan para pendukung, pemain, seluruh staf klub, dan Rodgers seakan menjadi anomali dari friksi yang dialami fans sejumlah klub Inggris dengan para pemilik. Sebut saja, pendukung Manchester United yang telah muak dengan keluarga Glazer hingga memaksa taipan asal Amerika Serikat itu untuk menjual klub dengan melakukan aksi unjuk rasa di Old Trafford dalam satu bulan terakhir.
Di sisi lain, pendukung Arsenal, Chelsea, Liverpool, dan Tottenham Hotspur melakukan demonstrasi ketika tim kesayangan mereka setuju untuk menggagas Liga Super Eropa, pertengahan April lalu. Ada pula pendukung Newcastle United yang mendesak Premier League, operator Liga Inggris, untuk meluluskan proyek akuisisi "The Magpies" kepada Pangeran Arab Saudi Muhammad bin Salman.
Legenda Liga Inggris, Alan Shearer, menilai, seluruh pemilik klub Liga Inggris harus belajar banyak dengan cara-cara yang dilakukan Top. Menurut dia, Top telah menunjukkan esensi sebuah klub sepak bola yang menjadi bagian dari komunitas, bukan sekedar roda untuk meraih profit bisnis semata.
“Pemilik Leicester telah menampilkan cara yang ideal untuk menjalankan klub sepak bola modern. Mereka melibatkan wilayah dan komunitas setempat, kemudian mendengar kebutuhan dan keinginan fans,” kata Shearer seperti dikutip LeicestershireLive.
Rio Ferdinand, peraih enam gelar Liga Inggris bersama Manchester United, sependapat dengan Shearer. “Anda tidak akan melihat ada pemilik (klub) lain yang datang ke lapangan seperti (Top) itu yang disambut dan dicintai oleh seluruh individu di dalam klub. Menyaksikan Top bersama tim di dalam lapangan adalah sebuah momen spesial,” ujar Ferdinand kepada BT Sport.
Tidak hanya turun ke lapangan, Top juga memeluk satu per satu pemain, pelatih, hingga staf tim “Si Rubah”. Beberapa pemain utama Leicester juga melakukan sesi foto bersama Top di atas rumput Wembley. (AFP)