Juara Bersama Leicester, Brendan Rodgers Samai Prestasi Sir Alex Ferguson
Youri Tielemans membantu Leicester City meraih trofi Piala FA perdana dan menjadi tim ke-44 yang menjuarai kompetisi sepak bola tertua di dunia itu. Di sisi lain, Brendan Rodgers menyamai prestasi Sir Alex Ferguson.
LONDON, SABTU — Brendan Rodgers akhirnya berhasil meraih gelar perdana di Inggris setelah membawa Leicester City mengalahkan Chelsea 1-0 di Final Piala FA, Sabtu (15/5/2021) malam WIB, di Stadion Wembley. Prestasi itu menyejajarkan Rodgers dengan manajer legendaris Manchester United Sir Alex Ferguson.
Dengan kesuksesannya ini, Rodgers menjadi pelatih kedua yang bisa meraih gelar juara Piala FA Inggris serta Piala FA Skotlandia. Sebelumnya, capaian prestasi itu hanya dipegang oleh Ferguson.
Rodgers selama tiga musim menangani Glasgow Celtic pada periode 2016 hingga 2019 mempersembahkan dua gelar Piala FA, yakni edisi 2016-2017 dan 2017-2018. Kemudian, di musim keduanya menangani Leicester, Rodgers memberikan gelar Piala FA perdana bagi ”Si Rubah” sekaligus trofi pertama dalam karier kepelatihannya di Inggris. Adapun Leicester tercatat sebagai tim ke-44 yang mengangkat trofi perak Piala FA sejak bergulir pada 1871-1872.
Baca juga : Hadapi Chelsea, Rodgers Ingin Hapuskan Dahaga
Sementara itu, Ferguson meraih empat gelar Piala FA ketika menangani Aberdeen selama enam musim pada 1978 hingga 1986. Saat menangani Manchester United sejak musim panas 1986, Piala FA adalah gelar perdana yang dipersembahkan Ferguson bagi ”Setan Merah”. Sejak merebut Piala FA edisi 1989-1990, Ferguson telah memberikan lima trofi Piala FA bagi MU yang melengkapi 38 trofi untuk MU selama 27 tahun pengabdiannya di Stadion Old Trafford.
Ketika saya tiba di Leicester, saya tidak sadar bahwa tim ini belum pernah memenangi Piala FA, bahkan kalah di empat kesempatan final sebelumnya.
”Ketika saya tiba di Leicester, saya tidak sadar bahwa tim ini belum pernah memenangi Piala FA bahkan kalah di empat kesempatan final sebelumnya. Oleh karena itu, memberikan sesuatu yang berharga bagi pemilik dan pendukung adalah perasaan yang luar biasa, sangat spesial,” kata Rodgers seusai laga kepada BBC Sport.
Tidak hanya prestasi Ferguson, Rodgers juga menyamai capaian mantan manajer Arsenal, Terry Neill. Rodgers adalah manajer kedua asal Irlandia Utara setelah Neill yang mengantarkan timnya meraih Piala FA. Neill, sebelumnya, pernah membawa Arsenal menjuarai Piala FA edisi 1978-1979.
Bagi Rodgers, keberhasilannya membawa Leicester menjadi kampiun Piala FA merupakan buah dari kerja sama seluruh pihak yang memiliki peran bagi klub. Mulai dari pemilik, dewan pengurus, staf tim, pemain, hingga para pendukung yang selalu memberi dorongan kepada tim di tengah situasi pandemi saat ini.
Baca juga : ”Si Rubah” Jeli Melihat Celah
Formasi tiga bek
Untuk meredam agresivitas Chelsea, Rodgers kembali menerapkan formasi tiga bek dengan formasi 3-4-1-2. Taktik itu sempat ditinggalkan Rodgers ketika menerapkan formasi 4-4-2 saat Si Rubah menumbangkan Manchester United, Rabu (12/5/2021).
Taktik tiga bek itu berjalan efektif untuk meredam gempuran pemain Chelsea, yang selama 90 menit, mencatatkan 64 persen penguasaan bola serta melakukan 13 tembakan. Dari berbagai peluang itu, Chelsea hanya mampu mencatatkan tiga tembakan yang tepat sasaran.
Meskipun tampil lebih bertahan dengan zona pertahanan rendah, Rodgers menugaskan tiga pemain depannya, yaitu Jamie Vardy, Ayoze Perez, dan Kelechi Iheanacho untuk menekan para pemain belakang ”Si Biru” yang tengah menguasai bola.
Strategi itu berjalan mulus ketika Ayoze Perez berhasil memotong operan yang dilakukan bek sayap Chelsea, Reece James. Kemudian, bola dikuasai oleh bek sayap kiri Leicester, Luke Thomas, yang hanya melakukan satu kali sentuhan untuk mengoper kepada Youri Tielemans yang berdiri bebas di tengah lapangan.
Tielemans sempat menggiring bola dengan dua langkah sebelum melepaskan tembakan keras dari luar kotak penalti. Tembakan keras Tielemans mengarah ke pojok kanan gawang yang tidak bisa dijangkau kiper Chelsea, Kepa Arrizabalaga. Alhasil, Si Rubah unggul 1-0 di menit ke-63 berkat satu-satunya tembakan mengarah ke gawang yang diciptakan dalam laga di Wembley itu.
”Saya sangat senang mencetak gol yang membantu tim memenangi pertandingan ini. Laga final berjalan ketat dan mencetak gol di final adalah pengalaman yang luar biasa,” ucap Tielemans yang mencetak gol ke-10 untuk Leicester di musim ini.
Tidak hanya Tielemans, kapten Leicester, Kasper Schmeichel, juga berperan besar dalam keberhasilan Leicester mempertahankan keunggulan selama 27 menit. Meskipun Chelsea sempat memiliki satu gol yang dianulir pada menit ke-89, Schmeichel melakukan dua penyelamatan penting untuk menjaga keunggulan Si Rubah.
Penyelamatan pertama tercipta pada menit ke-77. Schmeichel mampu menepis sundulan Ben Chilwell sehingga bola membentur tiang dan keluar dari lapangan. Kemudian, kiper tim nasional Denmark itu secara sigap menepis sepakan voli Mason Mount pada menit ke-86.
”Gol Tielemans seperti gol kemenangan Piala FA klasik, tetapi jangan lupakan pula penyelamatan penting Kasper Schmeichel. Kedua pemain itu menciptakan momen krusial yang dibutuhkan untuk memenangi laga final,” kata Rodgers yang pernah menjadi Kepala Pelatih Tim Muda Chelsea pada 2004 hingga 2008.
Schmeichel pun senang bisa kembali mempersembahkan gelar juara kepada Leicester setelah trofi Liga Inggris musim 2015-2016. Ketika disinggung mengenai sejumlah penyelamatan yang ia ciptakan di bawah mistar, Schmeichel berkata, ”Itulah tugas saya di pertandingan ini. Menit-menit terakhir terasa menegangkan, saya berharap agar peluit akhir segera ditiupkan. Secara keseluruhan kami bangga dengan hasil yang dicapai dari kerja keras kami di pertandingan itu,” ucap Schmeichel.
Tidak beruntung
Manajer Chelsea Thomas Tuchel tidak kecewa dengan penampilan anak asuhannya di Wembley. Menurut dia, Chelsea hanya kekurangan momentum untuk menang serta gagal memanfaatkan detail kecil yang amat menentukan di laga final.
”Saya pikir penampilan kami cukup untuk memenangi trofi. Saya pikir hari ini kami hanya tidak beruntung dan kami tidak pernah menyembunyikan bahwa kami butuh keberuntungan untuk memenangi gelar juara,” ujar Tuchel dilansir laman klub.
Baca juga : Berkah Kebebasan Tuchel di Chelsea
Secara umum, Tuchel pun kecewa dengan kepemimpinan wasit Michael Oliver yang tidak memperhatikan lebih detail momen ketika Perez mengeblok bola operan James. Pemain Chelsea menganggap bola mengenai tangan Perez sebelum mengarah kepada Thomas. Momen itu menjadi awal dari proses gol tunggal Leicester.
”Dalam dua laga beruntun, lawan kami melakukan handball, tetapi VAR tidak melakukan pengecekan ulang. Padahal, dua momen itu sangat menentukan hasil laga,” kata Tuchel.
Sebelum tumbang dari Leicester, Chelsea juga kalah 0-1 dalam laga derbi London kontra Arsenal di pekan ke-36 Liga Inggris, Kamis (13/5/2021).
Kekalahan dari Leicester membuat Tuchel gagal membawa tim asuhannya meraih trofi di dua final terakhir yang dijalaninya. Pada akhir musim 2019-2020, Tuchel gagal mempersembahkan Paris Saint-Germain trofi Liga Champions setelah tumbang 0-1 dari Bayern Muenchen di partai puncak. Namun, Tuchel masih berpeluang mengakhiri catatan buruk itu ketika bertemu Manchester City pada final Liga Champions, 29 Mei mendatang, di Stadion Do Dragao, Porto, Portugal. (REUTERS)