Kala Atlet Mengejar Kemenangan Dunia Sekaligus Akhirat
Kendati tengah berpuasa, para atlet nasional, terutama yang menyiapkan diri ke Olimpiade Tokyo tetap gigih berlatih. Mereka mengejar kemenangan dunia sekaligus akhirat.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·5 menit baca
Puasa Ramadhan bukan alasan untuk bermalas-malasan atau mengendurkan tekad dalam mengejar cita-cita. Ini ditunjukkan oleh para pahlawan olahraga Indonesia, terutama yang akan tampil di Olimpiade Tokyo pada 23 Juli-8 Agustus. Meskipun berpuasa, mereka tetap gigih berlatih demi mengejar kemenangan di dunia dan akhirat.
Walau ada pendingin udara di pusat kebugaran Empire Fit Club, Gelora Bung Karno, Jakarta, Selasa (13/4/2021), keringat tetap bercucuran dari sela pori-pori wajah lifter Eko Yuli Irawan yang tengah berlatih mengangkat besi barbel belasan hingga puluhan kilogram berulang kali. Manusiawinya, rasa lelah dan haus pasti terbenak di hati dan pikiran selepas melakukan latihan berat. Namun, itu tak sedikit pun terlihat dari raut wajah atlet berusia 31 tahun ini.
Padahal, atlet asal Lampung itu berlatih sambil berpuasa. ”Sejak saya pertama kali menjadi atlet mulai usia sekitar 10-11 tahun, artinya saya sudah kurang lebih 20 tahun mengalami suasana berlatih sambil puasa. Jadi, saya sudah terbiasa seperti ini. Saya rasa kewajiban puasa bukan jadi penghalang untuk tetap latihan. Dari sisi agama dan medis, puasa justru membuat tubuh semakin sehat,” ujar Eko saat ditemui.
Bulan Ramadhan kali ini cukup spesial untuk atlet-atlet Indonesia yang bakal berpartisipasi di Olimpiade Tokyo. Ramadhan dan Idul Fitri ini cuma berselang dua bulan sebelum pesta olahraga dunia empat tahunan yang sudah tertunda setahun tersebut. Dua bulan sebelum suatu ajang berlangsung, atlet sedang memasuki tahap latihan khusus atau persiapan berlomba.
Artinya, bulan ini adalah puncak intensitas dan volume latihan para atlet. Umumnya, karena puasa, ada sejumlah atlet maupun pelatih yang menurunkan intensitas dan volume latihan agar atlet tidak dehidrasi ataupun lemas. Akan tetapi, ini tidak berlaku untuk Eko. Juara dunia angkat besi 61 kilogram di Ashgabat, Turkmenistan, 2018 itu tidak sekali-kali mengendurkan latihan kendati berpuasa.
Selama Ramadhan, Eko tetap berlatih setiap hari kecuali akhir pekan. Bahkan, dalam sehari, peraih emas angkat besi 62 kilogram Asian Games 2018 Jakarta-Palembang itu menjalani dua kali sesi latihan, pada pagi dan sore. Setiap sesi, latihan berlangsung sekitar dua jam. ”Saya sangat menikmati suasana puasa sambil latihan. Justru ini ujian yang sesungguhnya, ujian iman untuk menyambut hari kemenangan di Idul Fitri dan ujian tekad untuk mencapai puncak prestasi di Olimpiade nanti,” kata atlet bertinggi 160 sentimeter itu.
Bagi Eko, Olimpiade Tokyo amat penting untuk kariernya. Boleh jadi, Olimpiade ke-32 itu menjadi Olimpiade terakhirnya. Dengan usia sudah lebih dari 30 tahun, sulit untuknya tetap bersaing dalam Olimpiade selanjutnya di Paris, Perancis, 2024. Maka itu, di Olimpiade ini, dia ingin mengeluarkan segenap kemampuannya agar bisa merengkuh emas setelah gagal di tiga edisi sebelumnya.
Pada Olimpiade pertamanya di Beijing, China, 2008, Eko hanya mendapatkan perunggu untuk kelas 56 kilogram. Selang empat tahun kemudian di London, Inggris, dia kembali meraih perunggu, tetapi di kelas 62 kilogram. Dalam gelaran di Rio de Janeiro, Brasil, lima tahun lalu, dirinya merebut perak untuk kelas 62 kilogram. ”Sekarang, waktunya saya untuk mendapatkan emas,” kata atlet yang kini berada di peringkat kedua dunia kelas 61 kilogram kualifikasi Olimpiade Tokyo tersebut.
Zohri mengejar mimpi
Motivasi yang sama ditunjukkan oleh pelari cepat andalan Indonesia, Lalu Muhammad Zohri. Atlet berusia 20 tahun itu juga tidak melonggarkan latihannya selama puasa. Atlet asal Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, itu tetap berlatih dua kali sehari, pada pagi dan sore. Lebih-lebih, latihan yang dilakukan hampir setiap hari, kecuali akhir pekan itu banyak diisi program fisik berupa penguatan otot, daya tahan kecepatan, dan teknik.
Apalagi, Zohri baru sembuh dari cedera robek ACL dan meniskus lutut kanan yang dialami pada Oktober tahun lalu. Sehabis operasi pada November, pelari 100 meter tercepat di Asia Tenggara dengan waktu 10,03 detik itu menjalani program pemulihan sepanjang Januari-Maret. Baru April ini, dirinya memulai latihan normal kembali.
Kalau tidak dari sekarang bekerja keras, Zohri tidak ada waktu lagi menyiapkan diri untuk tampil di Olimpiade pertamanya mendatang. ”Kalau latihan di bulan puasa memang agak menurun, tapi latihan tetap dua kali sehari. Pagi latihan core (penguatan otot) dan sore kebanyakan latihan daya tahan serta teknik. Tidak ada masalah, semuanya aman, latihan dan puasa,” tuturnya.
Zohri yang mendapatkan tiket ke Olimpiade Tokyo setelah mencatat waktu 10,03 detik kala meraih perunggu Seiko Golden Grand Prix 2019 di Osaka, Jepang, itu punya mimpi menjadi atlet pertama di Asia Tenggara yang menembus waktu di bawah 10 detik. Tak heran, sehabis pulih dari cedera, dia langsung tancap gas berlatih maksimal walau sedang puasa. ”Kalau target saya pribadi, di kejuaraan apa pun, saya berharap bisa lari di bawah 10 detik,” ungkap juara 100 meter Kejuaraan Dunia U-20 di Tampere, Finlandia, tiga tahun silam tersebut.
Segenap pelatih dan pengurus cabang olahraga tidak mempermasalahkan atlet tetap berpuasa kendati menjalani program latihan. Namun, mereka meminta atlet menjaga betul kondisi cairan dalam tubuh agar tidak dehidrasi ataupun lemas selama latihan.
”Salah satu cara agar latihan tetap kuat selama puasa, yakni banyak minum pada malam hari. Kalau saya, selalu minum dua-dua setengah liter sehari yang diminum bertahap dari mulai buka puasa sampai sahur. Ada pula asupan cairan khusus untuk menambah daya tahan tubuh agar kuat latihan sambil puasa,” jelas pelompat jauh andalan Indonesia Sapwaturrahman.
Bulan suci Ramadhan dan atlet telah mengajarkan, hidup memang patut melalui perjuangan. Orang-orang yang teguh berpuasa di tengah banyak cobaan bakal kembali fitrah sebagai puncak kemenangan di Idul Fitri. Adapun atlet yang displin berlatih di tengah segala rintangan dan keterbatasan pasti mendapatkan ganjaran setimpal berupa prestasi dalam kejuaraan. Sebab, proses tidak pernah membohongi hasil.