Dayung Indonesia gagal meloloskan atlet kano dan kayak ke Olimpiade Tokyo. Kini, mereka tinggal berharap dari atlet-atlet rowing yang masih punya kesempatan berdasarkan penentuan FISA dan kualifikasi terakhir di Swiss.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·4 menit baca
KOMPAS/ADRIAN FAJRIANSYAH
Atlet rowing putri, Yayah Rokayah (depan) dan Julianti, tim nomor women pair (W2-), berlatih di Waduk Jatiluhur, Purwakarta, Jawa Barat, Selasa (12/11/2019). Tim dayung Indonesia tinggal berharap dari atlet-atlet rowing yang masih punya kesempatan lolos ke Olimpiade Tokyo.
JAKARTA, KOMPAS — Tim dayung Indonesia gagal meloloskan atlet kano dan kayak ke Olimpiade Tokyo. Kini, mereka tinggal berharap dari atlet-atlet rowing yang masih punya kesempatan lolos ke Olimpiade ke-32 itu melalui keputusan Federasi Dayung Internasional (FISA) dan kualifikasi terakhir di Lucerne, Swiss, 15-17 Mei mendatang.
Tim kano dan kayak bisa dikatakan tidak ada yang lolos ke Olimpiade. Untuk tim rowing, sejauh ini memang belum ada yang lolos. Tapi, mereka masih ada peluang dari hasil keputusan FISA beberapa hari ini. Sejumlah atlet rowing juga masih mengikuti kualifikasi di Swiss yang menjadi kesempatan terakhir lolos langsung ke Olimpiade.
”Tim kano dan kayak bisa dikatakan tidak ada yang lolos ke Olimpiade. Untuk tim rowing, sejauh ini memang belum ada yang lolos. Tapi, mereka masih ada peluang dari hasil keputusan FISA beberapa hari ini. Sejumlah atlet rowing juga masih mengikuti kualifikasi di Swiss yang menjadi kesempatan terakhir lolos langsung ke Olimpiade,” kata Wakil Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Persatuan Olahraga Dayung Seluruh Indonesia (PODSI) Brata T Hardjosubroto saat dihubungi, Sabtu (8/5/2021).
PB PODSI mengirim delapan atlet untuk mengikuti kualifikasi Olimpiade untuk kano dan kayak di Pattaya, Thailand, 5-7 Mei. Mereka terdiri dari empat atlet putra dan empat atlet putri. Atlet putra terdiri dari Anwar Tarra, Yuda Firmansyah, Maizir Ryondra, dan Adri Agus Mulyana, sedangkan atlet putri terdiri dari Dayumin, Riska Andriani, Nurmeni, dan Stevani Maysche Ibo.
Dalam ajang itu, Indonesia berhasil meloloskan atlet di dua nomor ke final, yakni Dayumin di 200 meter kano perorangan putri dan pasangan Riska-Nurmeni di 500 meter kano ganda putri. Sayangnya, keduanya gagal menjadi juara di nomor masing-masing.
KOMPAS/Adrian Fajriansyah
Atlet rowing putri, Yayah Rokayah (depan) dan Julianti, yang merupakan tim nomor pertandingan women pair (W2-) sedang melakukan latihan di Waduk Jatiluhur, Purwakarta, Jawa Barat, Selasa (12/11/2019). Tim dayung Indonesia tinggal berharap dari atlet-atlet rowing yang masih punya kesempatan lolos ke Olimpiade Tokyo.
Prestasi terbaik dari pasangan Riska-Nurmeni ialah finis kedua setelah pasangan Kazakhstan. Peluang Riska-Nurmeni lolos ke Olimpiade terbuka kalau pasangan Kazakhstan mundur dari Olimpiade. ”Namun, ini hanya kesempatan yang sebenarnya tidak pantas atau layak untuk diharap-harapkan,” kata Brata.
Nomor rowing
PB PODSI pun mengirim tujuh atlet untuk mengikuti kualifikasi Olimpiade untuk rowing di Sea Forest Waterway, Tokyo, Jepang, 5-7 Mei. Mereka terdiri dari empat atlet putra dan tiga atlet putri. Atlet putra terdiri dari Memo, Mahendra Yanto, Kakan Kusuma, dan Ardi Isadi, sedangkan atlet putri terdiri dari Julianti, Mutiara Rahma Putri, dan Melani Putri.
Akan tetapi, belum ada atlet yang bisa lolos langsung ke Olimpiade. Sekarang, PB PODSI menunggu keputusan akhir FISA dalam beberapa hari mendatang. Mereka berharap bisa mendapatkan setidaknya satu tiket ke Olimpiade untuk rowing, yakni antara Memo di sculls individu dan pasangan Mutiara-Melani di sculls ganda putri.
Memo adalah atlet rowing pertama Indonesia yang lolos ke Olimpiade, yakni di Rio de Janeiro pada 2016. Atlet berusia 26 tahun tersebut mampu menembus final individu sculls Olimpiade ke-31 itu, tetapi cuma finis ke-16. Atlet bertinggi 192 sentimeter itu juga pernah meraih perak sculls tim empat di Asian Games 2018 Jakarta-Palembang, emas 500 meter individu sculls dan emas 1.000 meter individu sculls pada SEA Games 2015 Singapura, serta perunggu individu sculls SEA Games 2013 Myanmar.
KOMPAS/Adrian Fajriansyah
Atlet rowing Ihram (depan) dan Mahendra Yanto yang merupakan tim nomor pertandingan lightweight men double scull (LM2X) sedang melakukan latihan di Waduk Jatiluhur, Purwakarta, Jawa Barat, Selasa (12/11/2019). Tim dayung Indonesia tinggal berharap dari atlet-atlet rowing yang masih punya kesempatan lolos ke Olimpiade Tokyo.
”Nanti, dikaji melalui berbagai pertimbangan teknis dan non-teknis, termasuk perkembangan cabang olahraga dayung secara merata ke semua kawasan di dunia untuk menentukan tim negara mana saja yang berhak lolos ke Olimpiade. Apakah itu berstatus wild card atau bukan, kami tunggu putusan FISA,” ujar Brata.
Selain menanti keputusan FISA, tim rowing masih ada kesempatan terakhir untuk lolos langsung ke Olimpiade. Paling tidak, PB PODSI bakal mengirim dua atlet putra ke kualifikasi Olimpiade rowing, yakni pasangan Denri Maulidzar Al Ghifari dan Ferdiansyah yang merebut emas pairs SEA Games 2019 Filipina. ”Ini kemungkinan jadi kejuaraan terakhir atau kualifikasi terakhir ke Olimpiade,” ujar Brata.
Pelatih Kepala PB PODSI Dede Rohmat Nurjaya mengatakan, atlet dayung Indonesia masih sulit bersaing di level internasional, khususnya di rowing. Sebab, Indonesia mesti berhadapan dengan atlet-atlet top dunia, seperti dari Inggris, Belanda, Jerman, Denmark, Amerika Serikat, Selandia Baru, dan China.
Atlet-atlet dari negara itu memiliki keunggulan postur tubuh, seperti tinggi badan rata-rata di atas 190 sentimeter. Adapun tinggi badan rata-rata atlet Indonesia sekitar 175 cm. Padahal, dalam olahraga dayung, tinggi badan sangat memengaruhi performa dalam perlombaan. ”Terus terang, kami kesulitan mencari atlet dengan postur tubuh seperti atlet-atlet dunia tersebut,” katanya.
Tim rowing pelatnas cabang dayung bersiap melakukan latihan di Waduk Jatiluhur, Purwakarta, Jawa Barat, Selasa (12/11/2019). Tim dayung Indonesia tinggal berharap dari atlet-atlet rowing yang masih punya kesempatan lolos ke Olimpiade Tokyo.