Daniil Medvedev menanti tiga tahun untuk meraih kemenangan pertamanya pada turnamen ATP Masters 1000 Madrid. Setelah dua kali tersingkir di babak pertama, penantian petenis Rusia itu akhirnya usai, Rabu (5/5/2021).
Oleh
YULIA SAPTHIANI
·4 menit baca
MADRID, RABU — Sebagai petenis yang pernah menempati peringkat kedua dunia dan dua kali finalis Grand Slam, Daniil Medvedev punya target yang tak biasa pada tiga turnamen lapangan tanah liat, yakni hanya sekali menang di tiap ajang. Meski sederhana, petenis Rusia itu harus menanti tiga-empat tahun untuk mencapainya.
Target sekali menang itu ditetapkan Medvedev untuk turnamen ATP Masters 1000 Madrid dan Roma serta Grand Slam Perancis Terbuka. Misi pertamanya dijalankan di Caja Magica, Madrid, melawan Alejandro Davidovich Fokina pada babak kedua, Rabu (5/5/2021).
Medvedev mewujudkan misi dalam turnamen yang pertama kali digelar pada 2002 itu dengan kemenangan, 4-6, 6-4, 6-2. Hasil itu menjadi kemenangan pertama Medvedev di Madrid dalam tiga keikutsertaan sejak 2018. Pada 2020, turnamen tak digelar karena pandemi Covid-19.
”Tentu saya senang dengan kemenangan pertama ini. Set pertama tak mudah hingga saya berpikir tak akan menang lagi. Namun, saya akhirnya bermain baik karena lapangan di Madrid lebih cepat daripada lapangan tanah liat di turnamen lain. Lapangan cepat sesuai dengan permainan saya,” tutur Medvedev dalam situs web ATP.
Medvedev tampil di Madrid setelah batal bertanding di Monte Carlo Masters, 11-18 April, karena terinfeksi Covid-19. Petenis peringkat ketiga dunia itu tak punya target tinggi setelah lama beristirahat karena sakit. ”Dalam empat-lima hari pertama, setelah hanya berbaring selama 10 hari di rumah, tidaklah mudah,” ujarnya.
Faktor lain yang membuatnya tak menetapkan target tinggi adalah rekam jejak yang buruk di turnamen Madrid dan Roma Masters serta Perancis Terbuka. Di Madrid dan Roma, Medvedev memiliki statistik menang-kalah, masing-masing, 0-2, sementara di Roland Garros dengan 0-4 karena tak pernah menang dalam empat turnamen beruntun pada 2017-2020. Hasil terbaiknya di tanah liat adalah semifinal Monte Carlo Masters 2019.
Tentu saya senang dengan kemenangan pertama ini. Set pertama tak mudah hingga saya berpikir tak akan menang lagi. Namun, saya akhirnya bermain baik karena lapangan di Madrid lebih cepat daripada lapangan tanah liat di turnamen lain.
Kekalahan pada set pertama dari Fokina membuat Medvedev emosi dan memukulkan raket ke tanah sambil berteriak, ”Saya tak ingin bermain di sini, di lapangan ini!” Pendapatnya berubah setelah pertandingan, dia menuliskan ”Saya menyukai tanah liat” pada kamera, alih-alih, membubuhkan tanda tangan yang biasanya dilakukan setelah pertandingan.
Fokus
Kegagalan dalam tiga turnamen itu, menurut Medvedev, membuatnya selalu mengingatkan diri untuk fokus selangkah demi selangkah. ”Jadi, target untuk Madrid, Roma, dan Roland Garros adalah setidaknya bisa sekali menang dalam setiap turnamen itu,” ujar Medvedev yang akan berhadapan dengan Christian Garin pada babak ketiga.
Juara Final ATP 2020 itu sebenarnya selalu memiliki target juara setiap kali tampil dalam turnamen. Namun, dia mengakui sulit melakukan itu dalam turnamen tanah liat, tak seperti di lapangan keras. Di lapangan berkarakter cepat itu, Medvedev telah mencapai final Amerika Serikat Terbuka 2019 dan Australia Terbuka 2021.
Pada pertandingan lain, bintang yang ”lahir” pada tahun ini, Aslan Karatsev, kembali mengalahkan Diego Schwartzman. Petenis Rusia itu menang, 2-6, 6-4, 6-1, untuk kemudian bertemu dengan Alexander Bublik pada debutnya di Madrid.
Kemenangan itu mengulang kemenangan Karatsev atas lawan yang sama pada babak ketiga Australia Terbuka, Februari. Dia meneruskan kejutan sebagai petenis kualifikasi dengan melaju hingga ke semifinal sebelum dihentikan Novak Djokovic yang kemudian menjadi juara.
Setelah itu, petenis Rusia tersebut mencapai gelar juara dalam level tertingginya, yaitu di ATP 500 Dubai, Maret, dan mengalahkan Djokovic di semifinal ATP 250 Belgrade. Peringkat dunianya naik dari posisi ke-112 pada awal tahun menjadi ke-27 saat ini.
Barty ke semifinal
Dari perempat final WTA 1000 Madrid, petenis nomor satu dunia Ashleigh Barty mengungguli sesama juara Grand Slam, Petra Kvitova, 6-1, 3-6, 6-3. Keduanya adalah dua juara Grand Slam tersisa di turnamen ini yang memiliki keistimewaan masing-masing.
Barty membuktikan kemampuannya di lapangan tanah liat dengan menjuarai Perancis Terbuka 2019, sedangkan dua gelar juara Grand Slam Kvitova diraih di lapangan rumput, yaitu Wimbledon 2011 dan 2014.
Namun, Kvitova adalah tunggal putri dengan gelar terbanyak di Madrid. Dia tiga kali menjadi juara, pada 2011, 2015, dan 2018. Petenis Ceko itu juga dua kali mencapai semifinal di Roland Garros.
Kvitova menyukai WTA Madrid karena lapangan tanah liat Caja Magica berbeda dengan di tempat lain. ”Tipe lapangan di sini tidak menuntut banyak meluncur. Itu sebabnya, saya suka bermain di sini,” ujar Kvitova.
Adapun Barty menyukai setiap kali bertemu petenis Ceko itu. ”Petra menuntut saya mengeluarkan kemampuan terbaik. Pertemuan dengannya selalu menjadi tantangan baru,” komentar petenis yang akan berhadapan dengan Paula Badosa pada semifinal itu.
Meski berasal dari generasi berbeda, Barty dan Kvitova telah bertemu sembilan kali sejak Perancis Terbuka 2012. Memulai persaingan di arena tenis profesional empat tahun lebih dulu, yaitu pada 2006, Kvitova memenangi empat pertemuan pertama, yang dibalas Barty pada empat pertemuan berikutnya. Kvitova memenangi pertemuan terakhir sebelum berjumpa di Madrid, yakni pada semifinal WTA Dubai 2020.
Mantan petenis nomor satu dunia yang menjadi analis Tennis Channel, Lindsay Davenport, menilai, Barty memiliki keunggulan dalam cara bermain efektif. ”Dia bisa mengembangkan permainan dan meraih poin sesuai keinginannya,” ujar Davenport yang meraih tiga gelar Grand Slam selama aktif bertanding pada 1993-2010 itu. (AFP)