N’Golo Kante kembali membuktikan diri sebagai pemain untuk laga besar. Penampilan Kante sangat vital dalam pola menyerang sekaligus bertahan Chelsea saat menghadapi Real Madrid pada dua laga semifinal.
Oleh
MUHAMMAD IKHSAN MAHAR
·5 menit baca
LONDON, KAMIS — Peran N’Golo Kante ibarat pahlawan tanpa tanda jasa bagi Chelsea di dua laga semifinal Liga Champions melawan Real Madrid. Meskipun tidak mencetak gol atau asis, gelandang asal Perancis itu adalah kunci permainan Chelsea untuk meredam lini tengah Real sekaligus menjadi titik mula bagi serangan balik yang diciptakan ”Si Biru”.
Dalam laga kedua semifinal di Stadion Stamford Bridge, Kamis (6/5/2021) dini hari WIB, Kante memiliki andil besar dalam dua gol yang mengantarkan Chelsea unggul 2-0 sehingga unggul agregat skor 3-1 atas Real.
Gol pertama Chelsea yang dicetak penyerang tim nasional Jerman, Timo Werner, pada menit ke-28 tercipta setelah pergerakan tanpa bola Kante mampu mengecoh dua pemain bertahan ”Los Blancos”, Casemiro dan Nacho.
Kondisi itu membuat Kante mampu bebas menggiring bola memasuki kotak penalti Real, kemudian mengirimkan operan kepada Kai Havertz yang mencongkel bola untuk mengelabui kiper Real, Thibaut Courtois.
Bola sepakan Havertz yang mengenai mistar gawang dengan mudah disundul oleh Werner yang tinggal memasukkan bola ke gawang yang kosong.
Selanjutnya, untuk gol kedua Chelsea, Kante berhasil merebut bola hasil dari sundulan tidak sempurna yang dilakukan kapten Real, Sergio Ramos. Kante yang kembali tanpa pengawalan dengan leluasa memberikan operan kepada Christian Pulisic yang kemudian memberikan asis kepada Mason Mount yang memastikan keunggulan Chelsea.
Gol kedua Chelsea ke gawang Real di London, yang tercipta pada menit ke-85, juga merupakan gol kedua Mount di Liga Champions musim ini.
Secara total, Kante menghasilkan tiga operan kunci bagi Chelsea pada laga semifinal kedua. Selain dua operan yang menjadi awal dari dua gol Chelsea, Kante juga sempat menciptakan satu lagi operan kunci pada awal babak kedua, tetapi peluang yang dimiliki Havertz kembali membentur mistar gawang. Dengan catatan itu, Kante menjadi pemain dengan operan kunci terbanyak dalam laga di London itu.
Tidak hanya berperan dalam membantu serangan, Kante, yang bernomor punggung tujuh, juga berkontribusi besar bagi permainan bertahan ”Si Biru”.
Manajer Chelsea Thomas Tuchel memberikan keleluasaan bagi Kante untuk bergerak sekaligus memberikan tugas kepada Kante untuk melapisi rekan setimnya yang tengah berduel untuk merebut bola dari pemain Real. Penampilan Kante itu menjadi salah satu penyebab pemain Real kesulitan untuk menembus pertahanan Chelsea.
Kante pun tercatat empat kali memotong operan pemain Madrid. Pemain berusia 30 tahun itu juga dua kali memenangi duel udara serta sukses melakukan satu tekel selama 90 menit.
Dengan penampilan spartannya itu, Kante kembali dianugerahi gelar pemain terbaik oleh UEFA. Pada laga pertama di Madrid, Kante juga mendapat pengakuan serupa atas andilnya bagi Chelsea.
”Ia menjelajahi semua ruang di lapangan. Pergerakan transisinya dari bertahan ke menyerang dan sebaliknya sangat luar biasa,” ujar John Peacock, pengamat teknik UEFA, dilansir laman UEFA.
Lebih efektif
Dalam laga di Stamford Bridge, Chelsea tampil lebih efektif dibandingkan dengan ”El Real” yang telah memiliki 13 trofi Liga Champions. Tuchel menginstruksikan anak asuhannya untuk lebih banyak melakukan serangan balik cepat dan bertahan dengan garis pertahanan rendah ketika kehilangan bola.
Dengan taktik itu, pemain Real amat kesulitan untuk mengalirkan bola ke kotak penalti Chelsea. Meskipun mencatatkan 64 persen penguasaan bola serta menciptakan 729 operan, Real hanya lima kali menciptakan tembakan mengarah ke gawang Chelsea yang dikawal Edouard Mendy.
Kelima tembakan itu pun tercipta pada babak pertama sehingga Mendy cenderung tidak berkeringat pada babak kedua karena tidak menghadapi ancaman dari pemain depan Real.
Di sisi lain, serangan cepat Chelsea yang dimulai dari Kante, kemudian dibantu dengan pergerakan cepat Havertz, Werner, Mount, serta Pulisic tidak bisa diimbangi oleh Sergio Ramos dan kolega.
Andai skuad Chelsea bisa tampil lebih tenang dalam memanfaatkan peluang, bisa jadi Real kalah dengan skor lebih telak. Pasalnya, tiga peluang emas Chelsea mampu digagalkan Courtois serta dua peluang lainnya membentur mistar gawang.
”Kami seharusnya bisa mencetak lima gol. Meski begitu, secara keseluruhan kami bermain baik dan saya pun mencetak gol pada menit-menit akhir yang terasa menyenangkan sebab bermakna masif untuk memastikan kemenangan kami,” kata Mount kepada BT Sport.
Tuchel pun memuji penampilan anak asuhannya yang pantang menyerah walaupun beberapa kali gagal memanfaatkan peluang, terutama pada awal babak kedua. Menurut dia, skuad Chelsea telah menampilkan permainan dengan intensitas fokus tingkat tinggi yang dibutuhkan untuk melawan tim berpengalaman seperti Real.
”Ketika Anda beberapa kali gagal memanfaatkan peluang emas, terpenting ialah tidak kehilangan konsentrasi, tetap fokus, dan menjaga energi positif di atas lapangan. Itu adalah penampilan yang baik dan kami pantas memenangi laga itu,” ucap Tuchel.
Selanjutnya, Chelsea akan menantang Manchester City pada laga final Liga Champions, Minggu (30/5) dini hari WIB. Partai puncak akan dimainkan di Stadion Olimpiade Ataturk di Istanbul, Turki.
Duel City dengan Chelsea akan menjadi laga final Liga Champions ketiga yang mempertemukan dua wakil Inggris. Sebelumnya, ada duel Manchester United melawan Chelsea di final edisi 2008 serta Liverpool kontra Tottenham Hotspur pada final 2019.
Kutukan tim Inggris
Kekalahan atas Chelsea membuat Zidane belum mampu mengeluarkan Real dari kutukan tim Liga Inggris. Los Blancos selalu gagal mengalahkan tim Inggris pada babak gugur Liga Champions dalam dua musim beruntun.
Pada musim lalu, Real juga disingkirkan oleh tim Inggris, yaitu Manchester City, pada babak 16 besar dengan kekalahan agregat 2-4.
Seusai laga, Zidane pergi begitu saja meninggalkan sisi lapangan dan tidak menyalami Tuchel. Pelatih yang mempersembahkan tiga trofi ”Si Kuping Besar” bagi Real itu seperti kehabisan akal untuk meredam permainan Chelsea.
Dalam dua laga semifinal, Zidane sebenarnya berusaha mengimbangi Chelsea dengan menduplikasi formasi tiga bek Chelsea. Real memainkan formasi 3-1-4-2 pada dua duel melawan Chelsea, tetapi hal itu tetap gagal membendung penampilan energik Si Biru.
”Kami seharusnya lebih baik dalam menyerang. Kami tidak memiliki peluang yang bersih, sedangkan mereka memiliki beberapa peluang untuk mencetak gol. Tentu kami tidak senang dengan hasil ini sebab kekalahan di semifinal terasa amat berat,” ujar Zidane. (REUTERS/SAN)