Cedera ”arm pump” menjadi musuh terbesar para pebalap karena menumpas daya saing mereka. Hal itu yang dialami Fabio Quartararo di Jerez hingga Jack Miller yang baru pulih dari cedra serupa mampu finis terdepan.
Oleh
AGUNG SETYAHADI
·4 menit baca
JEREZ DE LA FRONTERA, MINGGU — Fabio Quartararo mengawali musim ini dengan sangat meyakinkan. Dia juga memimpin balapan seri keempat MotoGP di Sirkuit Jerez-Angel Nieto pada Grand Prix Spanyol, Minggu (2/5/2021), mulai lap keempat hingga menjauh hingga dua detik dari pebalap Ducati, Jack Miller, di posisi kedua.
Namun, cedera ”arm pump” yang muncul dalam 10 lap terakhir menggerus performa ”El Diablo” yang sedang menjemput kemenangan ketiga musim ini sekaligus hattrick di Jerez. Situasi ini menjadi berkah bagi Miller, yang justru kehilangan konsistensi pada awal musim ini karena cedera yang sama.
Cedera pada otot lengan yang menegang karena tekanan besar terus-menerus itu membuat lengan Quartararo kehilangan tenaga. Dia pun melambat dan terus merosot hingga finis di posisi ke-13, berselisih waktu 18,907 detik dari Miller yang memenangi balapan. Quartararo juga kehilangan posisi puncak klasemen pebalap, digusur Francesco Bagnaia—rekan setim Miller di tim pabrikan Ducati—yang finis kedua.
Posisi ketiga di Jerez diraih mantan rekannya, Quartararo, di Petronas SRT Yamaha, Franco Morbidelli. Hasil podium ini sangat penting karena menjadi pesan kuat dari Morbidelli, yang tidak mendapat dukungan maksimal dari Yamaha. Dia hanya mendapat motor 2019 dan minim paket peningkatan peforma. Morbidelli sudah mengungkapkan keinginannya mendapatkan paket motor yang lebih baik, tetapi tak beruntung.
”Podium ini terasa luar biasa dan lebih manis dari biasanya. Ya, ada frustrasi di sekitar kami, itu pasti, tetapi kami bisa meraih hasil bagus dan kami hanya bisa merasa senang, saya hanya bisa merasa senang,” kata Morbidelli, satu-satunya pebalap Yamaha yang tidak memacu YZR-M1 edisi 2021.
Guru kehidupan
Hasil balapan ini juga menjadi pesan kuat dari Miller, yang mendapat kritik atas performanya pada awal musim sebagai pebalap tim pabrikan Ducati. Dalam tiga balapan sebelumnya, dia hanya finis di posisi ke-9, ke-7, dan gagal finis di Portimao. Kondisi ini membuat dia tertekan, marah, bahkan meragukan kemampuan dirinya. Namun, kemenangan ini membangkitkan optimismenya untuk bertarung meraih juara musim ini.
Pebalap asal Australia itu mengungkapkan, salah satu sumber inspirasinya untuk bangkit biasanya adalah ibundanya. Dalam masa-masa sulit kali ini, dia juga mendapat dukungan dari semua petinggi Ducati, juga teman-teman dekatnya, termasuk mantan pebalap MotoGP Cal Crutchlow dan istrinya, Lucy.
”Beberapa pekan ini tidak mudah bagi saya, ada rasa frustrasi, tidak percaya kepada diri sendiri. Namun, saya mendapat guru kehidupan baru—selain ibu saya—yaitu Lucy Crutchlow. Saya selalu mendapat pesan dari Lucy, dan pagi ini dia juga mengirimi pesan. Sangat bagus mendapat dukungan seperti itu karena kita semua manusia biasa, kita semua punya kelemahan,” ujar Miller yang menjadi trending di media sosial dengan #VivaMiller.
Pergolakan batin dan tekanan itulah yang membuat emosi Miller meledak di parc ferme. Pebalap yang terkenal agresif dan tangguh itu menangis di depan motornya. Dia tak kuasa membendung luapan emosi saat mendengar tepuk tangan dan sorakan penyemangat dari anggota timnya, yang selalu percaya bahwa dia mampu tampil lebih baik dan layak menjadi pebalap pabrikan Ducati.
Beberapa pekan ini tidak mudah bagi saya, ada rasa frustrasi, tidak percaya kepada diri sendiri. Namun, saya mendapat guru kehidupan, yaitu Lucy Crutchlow. Sangat bagus mendapat dukungan seperti itu karena kita semua manusia biasa.
Miller kini menatap seri balapan berikutnya dengan lebih optimistis, terutama karena motor Ducati bisa tetap kompetitif di Sirkuit Jerez yang terkenal tidak sesuai dengan Desmosedici. Dia juga sudah selesai dengan masalah arm pump setelah menjalani operasi seusai seri Doha. Miller pun menyampaikan simpatinya untuk Quartararo karena jika tidak ada masalah pada lengannya, pebalap muda itu yang akan memenangi balapan.
Bagnaia pun menilai, Quartararo seharusnya yang memenangi balapan karena dia sangat kuat sepanjang akhir pekan ini. Namun, dia tidak beruntung dan Dewi Fortuna berpaling ke Ducati hingga dua pebalap mereka finis terdepan, dan dirinya naik ke puncak klasemen dengan 66 poin, dua poin di atas Quartararo yang kini di posisi kedua.
”Saya senang menjadi pemimpin klasemen, tetapi saya baru memimpin selama satu jam. Saya tidak terlalu memikirkan itu karena masih ada 16 balapan lagi, dan akan fokus pada balapan demi balapan. Hari ini kami beruntung karena Fabio mengalami kesulitan. Dia seharusnya memenangi balapan jika tidak ada masalah karena pace dia sangat bagus dan dominan sepanjang akhir pekan ini,” ujar Bagnaia.
Pebalap asal Italia itu tidak menduga dirinya bisa memimpin klasemen pada awal musim karena target semula hanya masuk lima besar. Dia tak akan mengubah fokus untuk bekerja keras pada balapan berikutnya, terutama di sirkuit yang sesuai dengan karakter Desmosedici, seperti Mugello, Barcelona, dan Assen.